01- I

7.6K 728 21
                                    

Dor Dor Dor Dor Dor Dor

Lusinan peluru dari machinegun menghujani reruntuhan tempat Lizz berlindung. Kemudian, Lizz merasa semuanya menjadi gelap.

*****

Lizz membuka matanya dan melihat sekelilingnya berwarna putih. Di sekelilingnya tidak ada senjata, darah berceceran, orang-orang tertembak, bebatuan dari bangunan reruntuhan, suara peluru berdesing, suara teriakan, dan suasana mencekam.

Lizz tidak terbiasa dengan suasana yang kelewat damai itu. Ia merasa berada di tempat asing yang dingin. Ada tabung oksigen di sampingnya, komputer yang menunjukkan denyut jantungnya, dan selang infus.

"Ini dimana?" Tanya Lizz dalam hati. Mulutnya tidak bisa berbicara ditutupi masker oksigen, tangannya terasa mati rasa. Kelihatannya tidak ada seorangpun di ruangan itu kecuali Lizz.

Pintu ruangan itu terbuka dan seorang dengan pakaian tentara masuk. Orang itu adalah atasan Lizz. Beliau adalah seorang letnan satu bernama Pak Aldrich. Lizz mencoba untuk bangun dan memberi salam kepada atasannya itu. Dia menegakkan badannya dan mencabut jarum infus dari tangannya. Setelah itu, Lizz membuka masker oksigennya. Sepertinya dia sudah cukup pulih untuk melepas infus dan masker oksigen. Namun, saat menegakkan badan, Lizz merasakan rasa nyeri di perutnya.

"Tidak perlu memaksakan diri, saya datang kesini hanya untuk memberitahu sesuatu tentang posisimu sebagai tentara garis depan." Kata Letnan Aldrich.

Lizz mengerutkan dahinya tidak mengerti, "Apa yang terjadi dengan posisi saya?"

"Mulai saat ini, kau akan dikembalikan ke kota." Jawab Letnan Aldrich.

"Tidak, saya menolak. Saya pasti segera pulih. Tolong biarkan saya melanjutkan pekerjaan saya sebagai tentara garis depan." Tolak Lizz mentah-mentah. Dia membayangkan kehidupan kota di benaknya dan satu kata yang dapat Lizz simpulkan adalah "membosankan".

Letnan Aldrich menyerahkan selembar surat resmi kepada Lizz. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Lizz Gizell Corrounne diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara garis depan. Sebaliknya, Lizz dikirimkan ke negara damai tanpa perang untuk sekolah di sekolah umum.

"Sekolah umum?" Tanya Lizz.

"Ya sekolah, tepatnya di SMA Erlangga di Indonesia." Jelas Letnan Aldrich.

"Kenapa bukan sekolah militer? Apa saya dibebastugaskan?"

"Para pimpinan sepakat untuk membuatmu menjalani keseharian seperti remaja normal. Tenang saja, jika ada diperlukan mungkin kami akan memanggilmu kembali nanti."

"....." Lizz terdiam. Ia tidak tau harus berkata apa tentang keputusan pimpinannya itu. Kemudian, Lizz menghela napas pasrah.

"Mungkin tidak buruk juga bersekolah di Indonesia, berhubung itu adalah tempat kelahiran ibu." Pikir Lizz

"Semoga cepat sembuh." Kata Letnan Aldrich sebelum meninggalkan ruangan perawatan Lizz. Setelah ditinggal Letnan Aldrich, Lizz mengangkat baju pasiennya dan melihat bekas luka tembak di perutnya yang telah dijahit. Luka itu yang membuat perutnya terasa nyeri. Tetapi, rasa sakit itu tidak membuat pergerakan Lizz terhambat. Bagi Lizz, luka itu terasa seperti digigit semut dibanding luka tembak di bahunya yang pernah ia dapat beberapa bulan lalu.

"Bekas luka adalah manifestasi dari pengalaman masa lalu."

*******

HEROIC GIRLWhere stories live. Discover now