05 - III

2.1K 250 9
                                    

Lizz dan Ryan berpandangan. Mereka berdua berbicara melalui sorot mata masing-masing. Mereka berdua mengangguk tanda mengerti apa yang harus dilakukan. Ryan berjalan menuju saklar lampu dan mematikan lampu. Saklar yang berada di ruang tengah mencakup lampu di seluruh penjuru rumah Lizz. Jadi begitu Ryan menekan saklar lampunya, seketika seluruh lampu padam.

Keadaan berubah gelap. Para anggota Rocky Rock tampak ragu-ragu untuk menerobos masuk. Mereka tidak memperkirakan keadaan seperti itu. Dalam rencana mereka, mereka akan memecahkan kaca rumah dan mengobrak-abrik rumah Ryan. Namun, melihat keadaan rumah yang seketika gelap mereka jadi ragu. Siapa yang tahu perangkap apa yang disiapkan Ryan di rumahnya.

Keputusan para anggota Rocky Rock yang menjadi anak buah Ray sudah tepat. Mereka lebih baik tidak masuk gegabah karena di dalam rumah sudah ada Lizz dan Ryan siap menghabisi mereka. Lizz berdiri di balik pilar ruangan di dekat dapur. Di dalam rumah keadaan sangat gelap. Bahkan untuk berjalan tanpa tersandung saja sulit untuk orang biasa. Tetapi tentu saja itu bukan masalah bagi Lizz.

Bertahun-tahun berperang di perbatasan tanpa fasilitas yang mencukupi membuatnya sangat ahli beradaptasi terhadap keadaan. Terkadang mereka harus berperang saat malam hari tanpa lampu untuk mengecoh musuh yang menyelinap. Bagi mereka menyalakan lampu sama saja bunuh diri. Dengan menyalakan lampu, posisi mereka akan diketahui musuh dan dapat diserang kapan saja.

Begitu pula Ryan. Sedari kecil tinggal di daerah perang membuatnya terbiasa dengan keadaan gelap tanpa lampu. Saat masih kecil, tidak jarang ia tidur di bangunan kosong tanpa lampu sama sekali. Setiap hari, ia tinggal berpindah-pindah untuk menghindari tentara musuh yang biasanya mengincar warga sipil seperti dirinya dan keluarganya untuk dijadikan sandera. Oleh karena itu dia tidak merasa risih dengan gelap. Walaupun matanya memang tidak mampu melihat apa-apa, tetapi alat indranya yang lain menjadi semakin tajam sehingga kegelapan tidak membatasi gerakannya.

Alex yang menjadi pemimpin tim penyerangan Rocky Rock mencoba memanjat pagar dan berjalan melintasi halaman rumah Ryan. Setelah memastikan tidak ada jebakan, ia menyuruh anggota yang lain untuk mengikutinya. Dia tidak bisa berdiam diri menonton anggota-anggotanya yang tidak berani menerobos masuk hanya karena mati lampu.

"Apa kalian anak TK?!! Kenapa kalian begitu takut dengan mati lampu? Jumlah kita jauh lebih banyak daripada dirinya. Jangan takut!" Ujar Alex dengan geram.

Anggota-anggota Rocky Rock lainnya akhirnya memberanikan diri. Mereka memecahkan jendela kaca dan mulai masuk. Begitu mereka masuk, suasana di dalam sangat gelap. Mereka harus menggunakan senter untuk melangkah.

Mereka menjelajahi ruangan depan, namun mereka tidak mampu menemukan tanda-tanda keberadaan seseorang tinggal di tempat itu.

"Apa rumah ini kosong?" Tanya salah satu anggota baru Rocky Rock bernama Gino.

"Hei, bodoh! Kau tidak lihat tadi lampu rumah ini menyala saat kita baru sampai. Itu tandanya pasti ada orang di sini."

Gino berjalan terpisah dari teman-temannya menuju ruangan dapur. Dia berjalan santai sambil menyorotkan lampu senternya ke kiri-kanan. Beberapa detik kemudian, sebuah tangan memukul tengkuk Gino hingga ia tersungkur dan jatuh pingsan.

"Gino, jangan jalan jauh-jauh!" Kata Alex.

"....." Tidak ada balasan dari Gino.

"Gin, cepet balik ke sini!" Panggil Alex lagi.

"......" Lagi-lagi tidak ada balasan dari Gino.

Alex menengokkan kepalanya ke kiri-kanan dengan was-was.

"Semuanya, balik ke jendela yang pecah! Jangan ada yang melanjutkan langkah lebih jauh lagi!" Perintah Alex.

"....." Hening. Tidak ada satupun anggotanya yang membalas perkataan Alex. Bahkan tidak ada pergerakan dari anggota-anggotanya.

"Lex, lari!!" Tiba-tiba terdengar seruan dari salah satu anggota Rocky Rock.

Alex reflek berlari ke arah jendela yang kacanya sudah pecah. Sambil lari, mata Alex menatap liar sekelilingnya. Senter di tangannya digerakkan agar menyorot lantai di depannya.

Saat Alex sedang menyoroti lantai senter di depannya, tiba-tiba terlihat sebuah tangan. Mata Alex langsung terbelalak shock. Kakinya yang sedang berlari tersandung tangan itu dan membuat Alex jatuh berlutut.

Tap Tap Tap

Terdengar suara langkah mendekati Alex. Alex segera bangkit berdiri dan memasang kuda-kuda. Dia tidak bisa melihat siapa orang yang mendekat karena senternya terlempar saat ia terjatuh tadi.

"Siapa kau? Apa kau Ryan?" Tanya Alex.

"...."

"Apa kau seorang pengecut? Kau tidak berani bertarung denganku dengan adil? Memakai cara mematikan lampu, sungguh menggelikan." Alex mencoba menggertak orang di depannya yang ia tidak dapat lihat wajahnya itu.

Meskipun ia mencoba terlihat berani, tetapi ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri. Keringat mulai membasahi dahinya walaupun angin malam bertiup cukup dingin.

Tap Tap Tap

"Apa kau Ryan?" Suara Alex mengecil seiring suara langkah yang terdengar semakin dekat.

Alex sudah kehabisan ide. Dia tidak mau mati konyol di tempat itu. Oleh karena itu, dia mencoba memberanikan diri memukul orang di depannya itu.

Tinjunya melayang ke depan. Tetapi yang ditinjunya hanyalah angin. Sementara orang di depan Alex menghindari tinjunya dengan mudah. Walaupun suasananya sangat gelap dan tidak memungkinkan untuk melihat tanpa kacamata malam, tapi orang itu tampak nyaman dalam kegelapan. Dia dengan mudah menghindari pukulan-pukulan yang diarahkan sembarangan oleh Alex.

Alex merasa frustasi. Dia terus memukul membabi-buta ke sekelilingnya. Namun lagi-lagi dia hanya memukul angin. Napas Alex mulai memburu karena meningkatnya frekuensi detak jantungnya akibat takut dan lelah.

Alex mencoba melayangkan tendangan dengan kakinya, namun hasilnya masih sama. Akhirnya Alex memutuskan untuk berlari menjauh saja. Dia berlari ke arah yang dia tidak tahu kemana tujuannya. Dia berlari kencang hingga dia menubruk sesuatu yang keras seperti tembok dan jatuh pingsan.

Klik

Ryan menekan tombol saklar lampu untuk menyalakan kembali lampu. Seketika rumah Lizz kembali terang benderang.

Lizz menatap Ryan dengan wajah kesal, "Ini sangat tidak adil. Mengapa aku yang harus menangani mereka semua di saat target mereka adalah kau?"

"Itu bukan salahku. Itu salah mereka yang berjalan ke arahmu. Tidak ada satupun dari mereka yang mendekatiku. Aku bahkan belum bergerak dari samping saklar ini daritadi." Ryan menaikkan sebelah alisnya dan memasang wajah mengejek.

Lizz mendengus kesal dan berjalan menuju kumpulan tubuh-tubuh pingsan dari para anggota Rocky Rock. Dia menarik mereka ke sudut ruangan dan mengambil beberapa gulung tali.

"Kau benar-benar tidak mau membantuku sama sekali?" Tanya Lizz.

Ryan terkekeh, "Tentu saja tidak. Aku akan membantumu. Aku kan tamu yang baik."

Lizz memutar matanya sambil menatap jendela rumahnya yang pecah, "Tamu macam apa yang mengundang orang lain menghancurkan rumah orang yang ditumpanginya."

"Ayolah, kau tahu bahwa ini semua bukan keinginanku. Kau dan rumahmu hanya berada di tempat dan waktu yang salah." Ucap Ryan sambil mengikat tangan para anggota Rocky Rock dengan telaten. Dia mengikat mereka semua dengan simpul rumit yang tidak mudah dilepaskan.

"Apa yang harus kita lakukan pada mereka?" Tanya Lizz

To Be Continue

Update lagi!!
Jangan lupa vote, comment, dan share.

Thank you for reading

HEROIC GIRLWhere stories live. Discover now