4. Mulai memberontak

3K 128 14
                                    

Tanpa memperhatikan sekitar gadis itu terus memakan buburnya, mengindahkan tatapan mahasiswa lain yang menatapnya heran sekaligus ngeri. Bagaimana tidak, jika disamping gadis itu terdapat seorang lelaki berjas, lengkap dengan dasinya tengah mengasah pisau. Leana meminum jus alpukatnya, suara dari asahan pisau itu terus mengalun di telinganya.

Benar - benar tidak waras.

Suapan terakhir leana menyantapnya dengan cepat dan segera beranjak dari duduknya. Namun goresan di lengannya yang berasal dari pisau itu seketika membuatnya mendesis.

"Melangkah sekali lagi aku akan memotong tanganmu!"

Leana memutar bola matanya malas, entah apa lagi yang diinginkan oleh lelaki ini darinya. "Ck. Apa lagi? Gu- a-aku sudah mengatakan tadi pagi untuk jangan menggangguku kali ini saja." Ujar Leana, gadis itu terlihat memelas sambil menahan sakit di pergelangan tangannya. Dengan tidak berperasaannya Nalendra menekan pisau itu ketika mendengar gadisnya akan berkata lo - gue. Jelas ia tidak senang untuk itu.

"Duduk dulu."

Leana menghempaskan tubuhnya kasar, dasar lelaki gila. Gadis itu menatap pergelangan tangannya yang terus meneteskan darah segar, lukanya tidak dalam tapi cukup perih.

"Katakan. Aku ada jam kuliah sekarang."

"Hm, apa aku perlu menyuruh dosenmu itu untuk mengundur jam kuliahnya by?" Tanya lelaki itu pelan, sambil mengambil tangan Leana untuk diobatinya. "Mungkin diundur jadi sore?" Smirk lelaki itu ketika menatap mata gadisnya yang penuh dengan kemarahan. Namun Leana hanya bergeming, dan tidak ada niatan untuk menjawab Nalendra bahkan bogeman tadi yang ia berikan masih terlihat membiru di wajah lelaki itu. Kemudian lelaki itu mengalihkan pandangannya pada tangan gadisnya yang terluka, dengan telaten lelaki itu mengoleskan obat merah kemudian memberi perban.

"Jangan berlebihan! Ini tidak patah!" Desis Leana ketika melihat tangannya dililit banyak perban.

"Jangan gitu by, ini pasti sakit." Ujar Nalendra sambil mencium pelan tangan gadisnya yang diperban. "Kau sendiri yang memberi luka!" Desis Leana tajam, sebisa mungkin ia menahan air matanya yang hendak keluar. Ia tidak ingin lemah dihadapan lelaki itu. "Dan aku yang akan mengobatinya." Jawab Nalendra sambil tersenyum manis.

"To the point!"

Nalendra tersenyum gadisnya ini benar - benar menantang, dan ia semakin mencintainya."Baiklah jawab satu pertanyaanku." Ujar Nalendra raut wajahnya begitu serius menatap mata indah gadisnya.

Leana menatap datar Nalendra, menunggu lelaki itu untuk bicara. Semuanya selalu berakhir rumit.

"Kenapa mulutmu bau rokok?" Tanya Nalendra tajam.

"Habis bercumbu dengan seorang perokok berat." Jawab Leana malas, namun seketika ia mendesis kesakitan ketika lelaki itu menekan luka ditangannya dan menjambak rambutnya. Namun gadis itu tidak ada reaksi apapun yang membuat Nalendra semakin menggeram marah. Apa tadi katanya, bercumbu?

Berani sekali.

Ia akan melihat sampai mana gadisnya akan menerima rasa sakit itu. Nalendra melepaskan jambakannya yang membuat Leana bernafas lega. Namun diluar dugaannya lelaki itu malah menyingkap bajunya, lalu memasukkan tangannya dan mengukir pola abstak dipunggungnya menggunakan pisau yang diasah lelaki itu tadi.

"Katakan sekali lagi!"

"Bercumbu? Hm."

"A-apa kau tidak waras?" Ujar Leana terbata, rasa sakit dipunggungnya membuatnya hampir hilang kesadaran. Sungguh lelaki psychopath gila yang melukai mangsanya di tempat umum. Semua mata mengarah padanya dan Nalendra, namun lelaki itu seperti tidak menghiraukannya seolah - olah hanya ada mereka berdua disana. Tidak ada seorangpun yang berani menghentikan seorang Nalendra.

Dendam dan Siksa PerjodohanWhere stories live. Discover now