15. Cinta?

1.1K 66 5
                                    

"Aww perih by!"

Plak!

"Sakit by, kok malah di geplak sih?" gerutu Nalendra ketika Leana malah memukul tangannya yang sedang diobati itu.

Leana membanting kotak obat itu dengan kasar, telinganya panas ketika mendengar segala rengekan yang keluar dari mulut seorang Nalendra. Rasanya ia menyesal telah menghentikan lelaki itu, kenapa tadi ia tidak pergi saja?

"By kok berhenti sih? Ayo obatin lagi, sakit nih tangan aku!"

"Bacot anjing!" gumam Leana kesal sambil mengacak rambutnya kasar, sepertinya Nalendra benar-benar mengidap gangguan bipolar. Leana menoleh ketika merasakan lelaki itu yang menatapnya intens, "Keceplosan!" ujarnya cepat ketika mengetahui apa yang akan dikatakan oleh lelaki dihadapannya ini. Terdengar helaan nafas kemudian Nalendra tersenyum, ia senang ketika gadisnya mengetahui kesalahannya.

"Kalau sakit ngapain masih dilakuin? Bego si jadi orang!" gerutu Leana sambil mengisi kapas ditangannya dengan obat merah. Tangan Nalendra cukup bengkak dengan darah yang sedikit keluar.

Nalendra tersenyum segala gerutuan Leana begitu merdu ditelinganya. "Itulah cinta by," ujarnya lalu mendekat dan mengecup kening gadisnya, jika tahu akan seperti ini ia akan melukai dirinya sejak dulu. Siapa sangka dibalik seorang gadis yang terlihat begitu kasar terdapat seorang Leana yang lembut, terbukti dengan ia yang mengobati Nalendra dengan telaten sembari meniupnya pelan.

"Jangan macem-macem!" desis Leana ketika Nalendra tidak berhenti mengecup keningnya.

Nalendra terkekeh, Leananya memang beda dari yang lain. "Cuma sama kamu doang."

"Bullshit!"

"Bullshit katamu? Yaudah kita nikah sekarang!"

"Aww sakit by.." pekik Nalendra tertahan kala Leana menekan kuat kapas itu di tangannya yang terluka. Sebenarnya ini bukanlah luka yang seberapa, namun jika dihadapannya gadisnya ia akan menjadi lelaki lemah. Leana menatap Nalendra jengah, ini bukanlah lelaki arogant yang ia kenal. "Makannya jangan aneh-aneh!" ketusnya sambil merapikan kotak obat itu, namun sepertinya Nalendra masih merengek untuk minta diobati kembali. "By, yang ini belum loh.."

"Ck! Udah semua Al, lagian itu luka juga nggak seberapa." gerutu Leana hendak berdiri namun Nalendra dengan segera menariknya hingga ia terduduk kembali. Lelaki itu terkekeh sambil memeluk Leana erat, "Makasih by," lirihnya seraya mengecup pucuk kepala gadis itu berulang kali.

Leana terdiam, tidak berontak ataupun membalas pelukan lelaki itu. Namun di lubuk hati terdalamnya, ia ingin mengatakan bahwa pelukan Nalendra cukup nyaman dan hangat. Matanya terpejam sejenak sembari menikmati usapan lembut di kepalanya yang membuat rasa kantuk itu datang. Sejenak ia seperti berada dalam pangkuan bundanya, nyaman dan hangat. Jauh dari segala perintah dan kekangan yang selalu ia telan mentah-mentah.

"Leana kemari sayang," seru seorang lelaki paruh baya sembari menghampiri putrinya yang masih terdiam di ambang pintu dengan tatapan yang penuh akan tanda tanya. Gadis itu membalas tatapan sendu dari seorang wanita paruh baya yang berdiri kaku namun masih memancarkan senyum cantiknya.

Leana melangkahkan kakinya perlahan dengan tangan mungilnya yang masih menggenggam permen lolipop. "Bunda," gumamnya lirih ketika merasa tatapan para tamu disana seakan menelannya hidup-hidup. Begitu banyak pertanyaan di benaknya sekarang, karena ketika ia melangkahkan kakinya dengan masih terbalut seragam SMA seakan ia lah pemeran utama dari acara tersebut yang sedang dinanti.

Gadis itu dengan cepat menghampiri bundanya dan melewati ayahnya begitu saja. "Bun ada apa ini?"

Wanita paruh baya itu tersenyum sembari menatap sendu putrinya, "Biar ayah yang jelaskan sayang, kamu tenang aja." jelasnya sembari menggenggam tangan putrinya yang sedikit bergetar. Leana menundukkan kepalanya seraya memasukkan permen lolipop yang bungkusannya telah kusut itu ke dalam sakunya.

"Leana ayo kenalan dulu.."

Leana menoleh dan menatap seorang lelaki dengan perawakan tinggi tegap di hadapannya itu dengan pandangan yang tidak terbaca. Cukup tampan bahkan sangat tampan dengan iris mata biru safir yang memandangnya teduh. Leana meremas rok nya hingga kusut, ketika melihat lelaki di hadapannya itu mengulurkan tangan padanya.

Raka tersenyum dan menatap Leana penuh arti seakan berkata kalau Leana harus membalas uluran tangan itu. "Mungkin dia masih malu," ujar Raka sambil tersenyum kikuk ketika putrinya hanya terdiam mematung.

Lelaki itu tersenyum dan menarik kembali tangannya. "No problem, lagi pula dia akan menjadi milikku nanti."

"Tentu saja." jawab Raka sembari terkekeh dan mengindahkan tatapan penuh kebencian dari putrinya.

Raka tersenyum ketika melihat lelaki itu berlalu pergi, lalu ia mendekati putrinya dan berbisik, "Dia adalah tunanganmu, jadi bersikaplah baik, jangan arogan seperti itu!"

Leana mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya dengan kasar sambil melepas pelukan Nalendra. Entah sejak kapan ia memejamkan mata dan tertidur begitu saja. Mimpi itu datang lagi, mimpi yang selalu menghantui hidupnya, meskipun sudah lama berlalu namun tentu saja orangnya masih berada di dekatnya. Leana melirik Nalendra yang masih terlelap di sofa, sebenarnya ia tidak membenci siapapun namun ia benci pada takdirnya yang tidak pernah sekalipun berpihak padanya.

Kakinya melangkah perlahan tanpa menimbulkan suara apapun, namun baru sampai di ambang pintu nada bariton rendah itu menyapa pendengarannya.

"Kemana?"

Leana mendesah pelan dan berbalik kemudian kembali duduk di samping lelaki itu. Kata orang roda selalu berputar, namun di hidupnya tidak ada yang berputar. Selalu saja seperti ini, hari-hari yang ia jalani tidak pernah berubah sedikitpun.

"Aku tanya kamu mau kemana?" tanya Nalendra lagi sambil mengusap keringat dingin di kening gadisnya. Leana hanya menggeleng pelan dan kembali merebahkan dirinya di sofa panjang itu, entah kenapa kepalanya terasa begitu berat.

"Kamu demam by," gumam Nalendra ketika menyentuh kening gadisnya yang sedikit panas juga suhu tubuh Leana yang sepertinya meningkat.

Leana menepis tangan Nalendra lalu menutup matanya menggunakan lengannya, "Udah biasa." jawabnya sembari memejamka matanya sejenak.

"Harusnya kamu nggak perlu repot-repot ngurusin jalang tadi." Nalendra meraih tangan gadisnya dan mengusapnya perlahan seolah menghantarkan kehangatan, suhu tubuh Leana begitu panas namun telapak tangannya begitu dingin.

"Kamu tinggal bilang ke aku by, biar aku yang-"

Leana membuka matanya dan menatap Nalendra datar, "Jangan aneh-aneh, itu urusanku sama dia! Kamu nggak berhak ikut campur!" seru Leana cepat ketika mengetahui apa yang akan Nalendra katakan dan perbuat.

"Apapun yang menyangkut kamu itu menjadi urusanku by, apalagi jalang itu sudah berani menghina bunda." smirknya seraya menatap Leana teduh, Emely sudah ia anggap seperti ibu sendiri. Sifat wanita paruh baya itu yang tenang dan penuh kelembutan selalu mengingatkannya akan seseorang.

"Apa sebaiknya aku bunuh saja?"

Leana menarik tangannya kasar dan segera terduduk, "Jangan gila Al!" sentak Leana kasar ketika melihat smirk mengerikan di wajah tampan Nalendra. "Sampai kamu lakuin itu, jangan harap kamu ngeliat aku lagi!"

tbc.

voment!

ramein

🤸‍♀🤸‍♀🤸‍♀

Dendam dan Siksa PerjodohanWhere stories live. Discover now