7. Tembakan

1.8K 95 19
                                    

"Arrghh...."

Timah panas itu tepat mengenai betis kanannya, gadis itu tersungkur sambil memegangi kakinya. Rasanya panas, dan seketika kakinya terasa mati rasa dengan darah segar yang mengalir. Leana mencengkram kakinya erat, ini menyakitkan namun tidak semenyakitkan hatinya. Lelaki itu memang tidak pantas disebut sebagai manusia, dengan tidak berperasaannya iblis itu menatapnya dengan kekehan disertai seringaian. Dengan susah payah, Leana berusaha berdiri dan mencoba lari meski itu mustahil tapi ia akan mencobanya. Bukankah tidak ada yang tidak mungkin?

Teriakan itu begitu mengalun merdu ditelinga Nalendra, ia meniup pelan ujung pistolnya yang tidak pernah mengecewakannya dan selalu tepat sasaran. Kaki jenjangnya melangkah pelan mendekati gadisnya yang masih berusaha melarikan diri dengan menyeret kaki kanannya.

"Bajingan, keparat, bangsat, manusia hina, lo bukan manusia Nalendra!!" Teriak Leana kesal, keringat bercucuran di pelipisnya dan sudut matanya yang mengeluarkan air Leana mengusapnya kasar.

Ingat, air matanya adalah harga dirinya.

"Kemari baby, mari kita obati kakimu," Teriak Nalendra sambil tertawa, seolah mengejek gadisnya yang tengah melarikan diri sambil menyeret kakinya.

"Fuck off!"

"Harus ku akui, nyalimu besar juga." Ujar Nalendra tertawa sambil terus mengikuti gadisnya, "dan itu membuatmu pantas menjadi pasangan dari seorang Nalendra."

"Lebih baik gue mati daripada jadi pasangan iblis!" Jawab Leana susah payah, bukan terasa sakit lagi namun kaki kanannya terasa mati rasa dengan darah segar yang terus mengalir keluar. Ia tidak tahu harus kemana, sudah lama ia berjalan namun rasanya ia hanya berputar - putar di taman mansion itu. "Kenapa ini seperti labirin?" Ringis gadis itu pelan sambil mengusap kembali air matanya yang tiba - tiba saja keluar. "Hiks, apa aku bukan anak kandungmu ayah?" Isak Leana sambil terduduk ia tidak kuat lagi, kakinya mati rasa dan ia tidak bisa berlari bahkan berjalan pun rasanya tak sanggup. "Kenapa ayah mengirimku ke neraka ini?" Lirihnya pelan, sungguh lebih baik ia menemui neraka kematian daripada neraka kehidupan.

"Berhenti berharap pada lelaki tua itu, dia tidak akan datang menyelamatkanmu sekalipun kau menangis darah!" Seru Nalendra sambil mencengkram dagu Leana erat.

"Dia orang tua gue! Gue anak kandungnya, kenapa gue nggk boleh berharap?" Tanya Leana menatap tajam Nalendra, gadis itu menghela nafas pelan kemudian berkata, "Lagipula lo mana paham, lo kan nggk punya orang tua!" Smirk Leana menatap raut wajah Nalendra yang sudah merah padam menahan amarah. Bahkan ketika di ambang maut pun gadis ini masih berani menantangnya. Mendengar lontaran yang teramat pedas dari mulut gadisnya itu, ingin sekali rasanya ia mencekik Leana hingga sekarat.

Nalendra mendekat menatap datar wajah gadisnya yang terlihat mengejeknya, dengan perlahan ia menyampirkan anak rambut gadisnya ke belakang telinga, lalu berbisik "Mulutmu pedas sekali baby, dan apa katamu tadi lo-gue hm. Rasanya aku ingin mencekikmu sekarang juga! " Desis Nalendra tajam, namun respon dari gadisnya sungguh membuatnya sedikit terkejut.

"Ck. Cekik ya tinggal cekik, terus mati deh dan gue nggk akan pernah liat iblis kayak lo lagi!" Ujar Leana sambil menunjuk ke dada lelaki itu meski dagunya yang tengah dicengkram erat, ibarat api yang disiram bensin sungguh amarah Nalendra semakin memuncak.

"Lo tahu nggk, lo itu cuma lelaki lemah yang berani nyiksa gue! Lo itu cuma jadiin gue sebagai obsesi lo doang. Cinta? Bullshit anjing!"

PLAK

"Ahkkk..."

Leana tersungkur dengan menyedihkan namun gadis itu tetap tersenyum sambil memegang pipinya yang terasa kebas. Sedetik kemudian ia tersentak kala Nalendra menjambak rambutnya dengan kasar, dengan senyum yang mengerikan ia berbisik di telinga Leana, "Bacot anjing! Lo jadi cewek jangan sok jagoan!"

Leana tertawa terbahak, lalu gadis itu meludah kasar kesamping. "Inilah seorang Nalendra yang ayahku selalu banggakan, dan inilah seorang Nalendra yang selalu bunda puji! Nyatanya nggak lebih dari anjing!" Desis Leana tajam tepat dihadapan wajah lelaki itu.

PLAK

Gadis itu kembali tersungkur dengan mengenaskan, namun nyalinya tidak berkurang sedikitpun. Leana menatap Nalendra tajam sambil tersenyum ia berkata, "Semakin lo nyiksa gue, semakin lo nunjukin kalau lo itu memang lemah!" Ujar Leana sambil mengelap sudut bibirnya dengan punggung tangannya, pantas saja terasa asin ternyata sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Tanpa mengatakan apapun Nalendra bangkit, menatap rendah Leana yang kesakitan namun gadis itu tidak menunjukkannya sama sekali. Nalendra bukanlah lelaki sabar yang penuh akan belas kasihan, dan saat ini kemarahan lebih mendominasi dirinya daripada rasa cintanya.

"Arghh brengsek lepaskan!!"

"Shut up!"

Leana berteriak histeris kala lelaki itu menyeretnya secara paksa. Goresan krikil di kakinya yang terluka begitu terasa perih, juga luka dipunggungnya yang masih basah begitu ngilu. Leana merutuki nasibnya sendiri, mengapa ia harus dilahirkan?

Teriakan gadis itu begitu memilukan di keheningan mansion mewah itu, tidak ada siapapun yang ada disana hanya mereka berdua. Meski Leana terus berteriak, mengumpati Nalendra dengan kasar namun tak sekalipun kalimat permohonan keluar dari mulut gadis itu. Hal itu lah yang membuat Nalendra semakin tersulut emosi, karena ego gadisnya begitu besar.

"Lepasin gue bego!!" Tak henti - hentinya Leana meneriaki lelaki itu sambil menahan sakitnya, namun sepertinya Nalendra enggan menanggapinya dan tetap menyeretnya paksa.

"Arghhh..."

Leana semakin meraung kesakitan kala Nalendra dengan kejamnya menyeret gadis itu di puluhan anak tangga. Tulangnya terasa remuk, keringat membanjiri pelipisnya dan nafasnya yang melemah Leana berkata, "A-al..." Lirih gadis itu melemah sebelum memejamkan matanya sempurna, ia pingsan. Rasanya sangat sakit, tapi lebih baik ia mati dari pada harus memohon pada iblis itu.

Nalendra menatap datar gadisnya yang telah memejamkan matanya, dan setelahnya ia melepaskan tangannya pada tangan Leana hingga gadis itu terguling di anak tangga dan jatuh ke bawah. "Ego mu begitu besar baby.." Gumam Nalendra tertawa sambil menyugar rambutnya ke belakang, ia terkekeh pelan melihat gadisnya yang terbaring mengenaskan. Sungguh pemandangan yang indah?

Kaki jenjangnya melangkah perlahan, menghampiri gadisnya yang terbaring mengenaskan, kemudian ia menatapnya datar. "Bangun!" Ujarnya sambil menendang tubuh lemah Leana. Gadisnya memejamkan matanya dengan tenang, bagaikan putri tidur.

"Bangun sialan!! Mana keberanian lo tadi hah?!" Teriaknya sambil mengguncang tubuh Leana menggunakan kakinya. Namun tak sedikitpun ada pergerakan yang gadisnya perlihatkan, dahi Leana juga terlihat mengeluarkan darah.

"Arghhh..." Nalendra meraung sambil mengacak rambutnya kasar. Apa yang telah ia lakukan?

Nalendra mendekat dan bersimpuh di samping gadisnya, sambil mengusap memar di pipi gadisnya ia berkata, "Baby wake up, please!" Lirihnya sambil terus mengecup pucuk kepala gadisnya.

Jauh di dalam lubuk hati Leana, ia berharap Tuhan menjemputnya sekarang juga dan terlepas dari lelaki yang berstatus sebagai tunangannya itu.

Hahah, ralat saja.

Tunangan paksa bukan?

tbc.

Dendam dan Siksa PerjodohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang