14. Rumor

1.5K 77 5
                                    

Leana menoleh dengan smirk nya yang masih terpatri, gadis itu mendekatkan wajahnya dan berbisik pelan di telinga seorang gadis yang meringkuk ketakutan. "Lo selamat sekarang Riana, tapi nggak tau deh nanti!" kekeh Leana seraya memasukkan pisaunya ke sakunya kembali.

"Kamu tuli Leana?"

"Saya nggak tuli pak!" seru Leana cepat sembari menghampiri seorang lelaki yang sudah meneriakinya itu.

Lelaki itu tersenyum miring menatap mahasiswi nya yang cukup urakan itu. "Ikut ke ruangan saya sekarang!"

Leana mendengus dan berjalan cepat mendahului lelaki itu. Telinganya sungguh panas mendengar segala desas-desus mengenai dirinya dari mulut tajam penghuni kampus yang menyaksikan dirinya. Leana tersenyum miring seraya menatap satu persatu mahasiswa yang menatap dirinya secara terang-terangan.

Merasa di tatap demikian tajam oleh Leana, semua para masiswa seketika mengalihkan pandangannya dan berlalu pergi dari sana. Sementara seorang gadis yang masih terduduk di lantai secara mengenaskan itu mengepalkan tangannya erat sambil menatap kepergian Leana penuh dendam.

"Lo liat aja nanti bitch!" gumam Riana seraya berdiri dan merapikan rambutnya yang cukup berantakan.

Pintu berdengung keras membuat lelaki yang masih berdiri di luar ruangannya itu mendengus kesal. Seorang gadis yang terlihat mengikat rambutnya asal itu terlihat mendudukkan dirinya di hadapan kursi lelaki itu dan menumpu kakinya.

"Bisa kamu sopan sedikit?" tanya lelaki itu sembari mendudukkan dirinya sebuah kursi putar.

"Cepat! Saya tidak ada waktu untuk meladeni anda!"

"Kerleeanna Alina Allison, itu nama kamu?"

"Jika anda hanya ingin mengetahui nama saya, lebih baik saya keluar sekarang!" decak Leana kesal, lelaki yang menjabat sebagai rektor di kampusnya itu benar - benar membuatnya naik pitam.

Defrizal terkekeh ketika melihat betapa kurang ajarnya mahasiswinya yang satu ini. Rektorat muda yang bernama Defrizal Delande itu menatap Leana intens, baru kali ini ia menemukan mahasiswi yang begitu menantang seperti ini. Leana memalingkan wajahnya dengan kesal ketika melihat Defrizal yang hanya menatapnya intens tanpa mengatakan sepatah katapun selain bertanya mengenai namanya.

"Bagaimana jika saya tidak menghentikanmu tadi?"

Leana menoleh lalu terkekeh, lalu ia menatap Defrizal tajam dan mencondongkan tubuhnya. "Tentu saja membunuhnya, apa lagi?" desisnya tajam tepat di depan wajah lelaki itu.

Defrizal tertawa sambil meraup wajahnya kasar, pantas saja seorang Leana menjadi primadona di kampus Arsyanendra. "Sepertinya kamu telah salah mengambil jurusan Leana," ujarnya sambil mengetukkan jarinya di meja yang membuat Leana menoleh. "Kamu jurusan Psikologi, tapi seharusnya kamu yang pergi untuk menemui psikolog Leana. Karena sepertinya kamu yang butuh penanganan disini." lanjut Defrizal lagi sambil menatap Leana serius, namun sedetik kemudian gadis itu malah tertawa keras.

"Hm psikolog ya?" gumam Leana sambil menaruh tangannya di dagu seperti seseorang yang tengah berfikir. Namun setelahnya ia menatap Defrizal tajam, sungguh berada di dekat lelaki itu membuat emosinya kian bergejolak. "Lebih baik anda mengkhawatirkan keluarga anda terlebih dahulu pak, daripada mengkhawatirkan saya!" seru Leana sembari merogoh sakunya dan menyalakan sebatang nikotin itu dengan santai. "Daripada anda menyarankan saya pergi menemui psikolog, lebih baik anda membawa sepupu anda yang sakit jiwa itu!" lanjut Leana lagi sambil menghembuskan asap nikotin itu dengan santai, dan mengindahkan tatapan tak terbaca dari Defrizal.

"Kamu tidak mau menawarkannya padaku?"

Leana menoleh dan menatap lelaki itu aneh, "Apa?"

Defrizal tersenyum miring lalu mengambil sebatang nikotin yang masih menyala di tangan Leana lalu menghisapnya perlahan. "Fuck!Ternyata anda sama gilanya dengan dia!"

Dendam dan Siksa PerjodohanWhere stories live. Discover now