6. Tangisan

2K 111 11
                                    

Keringat dingin terus mengalir di pelipisnya, jantungnya berpacu cepat. Leana terus mengikuti langkah besar lelaki itu sembari memegang dadanya.

Rasanya sesak, amat sesak. Tidak kah lelaki itu mengerti penderitaannya?

"Al, please jangan lalukan ini padaku.." Lirih Leana pelan, namun sepertinya lelaki itu tuli dan tidak mendengarkannya. Melihat itu membuat darahnya mendidih, rasanya ia ingin sekali mencabik - cabik lelaki yang tengah menyeretnya itu.

Sekuat tenaganya Leana berusaha melepaskan tangannya dari Nalendra, namun ia tidak berdaya cengkraman lelaki itu begitu kuat hingga tulangnya pun terasa ngilu.

"Al!"

"Nalendra!!" Teriak Leana keras yang seketika membuat lelaki itu menoleh.

Nalendra berbalik dan menyentak tangan gadisnya kasar. "Berani sekali kau!" Desis Nalendra tajam sambil mencengkram dagu leana. "Hari ini, kau sudah melewati batasan yang ada," Smirk lelaki itu menatap tajam iris pekat yang menatapnya penuh kebencian, tapi tidak apa - apa. Karena ia suka itu. "Dan aku bebas melakukan apapun.." Lanjutnya lagi sambil berbisik di telinga gadisnya.

Leana menatap Nalendra penuh amarah, bahkan matanya tak berkedip sedikitpun. Namun tidak dapat dipungkiri, ia juga ketakutan mendengar kalimat terakhir lelaki itu. Karena bagi seorang Nalendra apa yang dikatakannya, harus dilakukannya. Berawal meminta kebebasan sehari, malah berakhir di neraka.

Leana mengutuk nasibnya yang mengenaskan.

"Lepaskan!" Dengan tangan yang bergetar Leana berusaha melepaskan cengkraman di dagunya, ini sangat kuat. "Lepaskan atau aku akan bilang pada ayah!" Lanjutnya lagi, namun kali ini dengan nada yang mengancam dan seketika membuat Nalendra tertawa sambil memegangi perutnya.

"Bastard Crazy!" Desis Leana ketika melihat Nalendra yang terus tertawa, bahkan sudut mata lelaki itu sampai mengeluarkan air. "Kau konyol sekali baby, mana bisa aku tidak tertawa.." Ujarnya sambil mengusap sudut matanya, gadisnya sungguh polos sekaligus ganas. "Ayahmu? Apa yang kau harapkan dari pria seperti itu?" Tanya Nalendra serius sambil menatap mata gadisnya yang kini sudah memerah.

Leana mengepalkan tangannya erat, darahnya mendidih. Kenapa ia harus dikelilingi orang - orang gila?

"Oh no, don't cry baby.." Lirih Nalendra ketika mata yang menatapnya penuh kebencian itu kini berderai air mata. Pertahanannya runtuh, ternyata ia tidak sekuat itu. Nalendra melepaskan cengkramannya di dagu Leana dengan kasar yang membuat gadis itu terlempar ke samping. Sungguh lelaki yang tidak berperasaan.

Gadis itu mengusap kasar air matanya, baginya air matanya adalah harga dirinya. Namun dengan bodohnya ia malah menangis dihadapan lelaki itu. Tapi siapa yang tidak akan menangis jika lelaki itu terang - terangan mengatakan bahwa ayahnya tidak peduli padanya. Leana semakin mengusap kasar matanya, bahkan gadis itu menggosok matanya sendiri. "Air mata sialan!" Gumamnya sendiri, semakin dihapus air matanya semakin keluar dan hal itu membuat Nalendra tertawa puas.

"Ayo berdiri! Atau aku akan benar - benar menyeretmu by!"

Leana tidak menanggapinya, gadis itu masih berusaha mengusap air matanya.

"Untuk apa dihapus, jika nanti kau akan menangis lagi?" Ujar Nalendra sambil memandang Leana remeh.

Melihat tidak ada respon apapun membuat Nalendra menggeram marah. Gadis ini benar - benar menguji kesabarannya.

"Baiklah jika ini yang kau mau, aku juga tidak keberatan."

Nalendra melangkah lalu menyeret Leana kasar, melihat gadis itu yang menurut begitu saja membuatnya tersenyum senang. Namun sesuatu yang menancap di lengannya membuatnya tersentak, Nalendra berbalik dan menatap Leana tajam seolah ingin menghabisi gadis itu.

"Gadis bodoh! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Nalendra marah dan seketika melepaskan tangan Leana. Melihat Nalendra yang mengerang kesakitan ketika pisau lipatnya yang menancap sempurna di lengan lelaki itu membuatnya tersenyum sumringah. Leana bersedekap, lalu mendekat dan berkata, " Kita impas baby." Ujarnya tepat dihadapan wajah lelaki itu.

Setelah mengatakan itu, Leana berbalik dan berlari menuju pintu. Ia tau, bahwa dirinya sudah mengundang nerakanya sendiri. Namun apa salahnya mencoba, karena seorang Leana tidak mau tunduk pada siapapun kecuali Tuhan.

"Larilah baby.." Smirk Nalendra sambil mencabut kasar pisau lipat yang menancap di lengannya dan melemparnya asal. "Manis sekali baby, aku akan mengingat luka ini seumur hidupku.." Lirihnya sambil menghirup aroma darahnya sendiri. Ralat saja, ia mencium aroma gadisnya di lukanya ini. Apa karena Leana yang menusuknya? Nalendra tertawa pelan.

Tanpa mengobati lukanya Nalendra mengikuti langkah gadisnya dari belakang sambil tertawa pelan. Bukannya tidak ada pengawal yang menghentikan Leana, tapi ia yang memberikan kebebasan untuk gadis itu. "Mau kejar - kejaran huh? Tidak masalah," Ujarnya sambil tersenyum, "Lagipula aku suka ini, karena terlihat sangat romantis. Lelaki yang mengejar kekasihnya di hamparan bunga dan lautan darah.." Lanjutnya sambil tertawa ketika melihat Leana berlari dengan langkah yang pincang.

"Jangan panggil aku Nalendra jika aku tidak bisa membuatmu memohon padaku baby.."

Dorr!

tbc.
Siapa yang tertembak?
jangan lupa voment.
thx u

Dendam dan Siksa PerjodohanWhere stories live. Discover now