"Eh, kakak. Tadi aku lagi telponan sama Ega."
"Oh, kirain apa. Kamu ada di rumah, Lang?"
"Gak. Ini lagi jalan-jalan naek motor."
"Jalan-jalan ke mana?"
"Ke Sudirman."
"Yakin? Bukannya ke Bogor?"
Argh! Dari mana Kak Nasrul tau aku dari Bogor. Pasti Om Herman yang memberitahu. "Pasti Om Herman cerita," tebakku.
"Iya, tadi Om Herman kirim WA katanya kamu abis nginep di rumahnya. Emangnya ada apa? Tumben banget nginep di sana?"
Aku harus memutar otak mencari alasan. Tak mungkin menceritakan semua yang terhadap. Takutnya nanti malah mengganggu pikirannya. "Refreshing aja, Kak. Dari pada di rumah terus, suntuk," balasku.
"Oh. Terus sekarang di mana? Udah sampe rumah?"
"Belum. Ini lagi di jalan. Eh kakak malah nelpon."
"Ya udah. Hati-hati. Kabarin kakak kalau udah sampe rumah."
"Siap!"
Sekitar 15 menit kemudian, ada mobil berwarna kuning berhenti di dekatku. Mobil yang sangat kukenal, tapi ... rasanya tak percaya ada di hadapanku.
Tin!
Kaca mobil depan terbuka perlahan. "Masih idup lu?" teriak Ega.
Aku melotot sambil mengacungkan jari tengah. "Ini bukannya mobil Reyhan?" Aku tak bisa melihat orang yang duduk di bangku kemudi.
"Iye."
"Apa, Lang?" Kepala Reyhan tiba-tiba muncul di dekat Ega.
"Wuih. Dah balik lu?"
"Baru aja."
"Bantu gua lah! Lu berdua ngapain masih di mobil," ucapku kesal.
"Eh iya!" Ega turun dari mobil, lalu membantuku berdiri. "Emang parah banget kecelakaannya?" tanyanya.
"Tuh liat aja. Motor gua ampe begitu."
"Wuih mantap."
"Apa yang sakit, Lang?" tanya Reyhan sambil membuka pintu tengah. Kemudian membantuku masuk ke daam mobil. "Tiduran aja, Lang."
"Tengkyu," balasku.
"Motor lu masih bisa jalan, gak?" tanya Ega.
"Masih kok. Coba aja." Aku menyerahkan kunci pada Ega. Kemudian ia mencoba menyalakan motorku.
Ega kembali ke mobil. "Motornya sih nyala, tapi stangnya miring ke kiri."
"Lu pake aja, Ga!"
"Idih. Gimana bisa sampe rumah kalau kagak bisa belok kanan."
Aku dan Reyhan pun tertawa. "Biarin aja di sana. Nanti gua minta karyawan toko yang angkut," ucap Reyhan.
"Gitu baru namanya temen. Emang cuman Reyhan yang baik," balasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]
HorrorSetelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membenturkan kepalanya ke jalan. Ada apa dengan kematian ibu?
Rumah Reyhan
Mulai dari awal