Bayangan Hitam

27K 2.2K 561
                                    

Pak Ryan tersenyum, "Halo Gilang. Jangan kaget gitu dong," ucapnya tanpa sedikitpun rasa bersalah.

Rasa bersalah telah bersekongkol dengan Haji Rofi atas kecelakaan itu. Rasa bersalah karena telah membu-nuh Samson. Ya! Pasti itu ulahnya juga.

"Kok diem aja?" ucap Magdalena. Aku melirik wanita muda berambut panjang itu. Mungkin usianya tak begitu jauh dariku.

"Kenapa bapak ngelakuin ini semua. Padahal ibu udah baik banget sama bapak. Samson juga gak bersalah," ucapku.

"Ibu kamu memang baik, tapi salah karena udah ngelahirin kamu. Kalau kucing itu cukup mengganggu."

"Apa yang salah dari saya?"

"Lena, kamu saja yang jelaskan, saya mau menghabisi yang lain dulu." Pak Ryan mengambil belati dari kantung jubahnya. "Kamu tau kenapa saya memakai warna merah?"

"Saya gak peduli!" sahutku.

"Hahahahah, merah adalah darah. Saya lah yang biasa ditugaskan sebagai eksekutor." Pak Ryan memutar-mutar belatinya. "Hmm, siapa dulu ya? Gimana kalau Nasrul?" Ia menatap tubuh Kak Nasrul.

"Bu-nuh saya aja, Pak!" teriakku.

"Kamu terakhir. Nyawa yang paling berharga dapet giliran terakhir."

"Apa bedanya saya sama yang lain?"

"Kamu ditakdirin untuk ngancurin sekte ini," sahut Magdalena. "Apa perlu aku ceritain semua, Om?" Ia bertanya pada Pak Ryan.

"Silakan!" Pak Ryan duduk di atas meja. "Toh, sebentar lagi juga dia bakal mati. Biar gak jadi arwah gentayangan kaya ibunya."

"Jaga omongan bapak!" teriakku, marah.

"Semua berawal dari sebuah ramalkan." Magdalena mulai bercerita.

Ki Mangkujiwo, salah satu paranormal andalan sekte ini. Bisa dibilang yang ilmunya paling tinggi di antara yang lain. Ia pernah meramalkan akan ada dua orang anak yang bisa menghancurkan sekte ini.

"Salah satunya itu kamu, Lang," ucap Pak Ryan.

"Apa yang bapak takutin dari saya?" tanyaku, bingung. Selama ini aku hanya suka nongkrong dan bermain game saja, tak pernah berpikir sedikitpun tentang sekte ini. Apalagi menghancurkannya.

"Bukan kamu, Lang," balas Pak Ryan. "Tapi sosok yang ada di belakang kamu!"

Aku menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. "Sosok apa?"

"Kamu gak bisa ngeliat dia. Tapi bapak bisa. Dari kecil dia udah ngejaga kamu. Kami sempat mengusirnya, tapi waktu ibu kamu meninggal dia balik lagi," balas Pak Ryan.

"Dia itu yang bikin kamu dari kecil sampe sekarang selalu lolos dari kematian. Dia juga yang bikin bapak kecolongan waktu kamu ternyata gak jadi ikut rombongan ziarah," sambungnya.

Aku ingat sekali. Pak Ryan lah yang pertama kali memberitahu tentang kecelakaan itu dan memelukku. Sekarang rasanya jijik sekali membayangkan momen itu.

"Kamu juga lolos dari kecelakaan motor dan mobil. Itu semua karena si Kakek Sia-lan!" sambungnya lagi.

Kakek Sia-lan? Apa maksudnya Kakek bersorban yang tadi membantuku menarik para tumbal dari tubuh Siluman Anj-ing? Kalau memang benar, aku berharap ia bisa menolong sekali lagi.

"Udah, Om. Jangan terlalu banyak ngobrol. Sekarang habisin mereka. Aku mau cepet pulang ke Jakarta," ucap Magdalena.

"Kamu pilih yang mana dulu?" tanya Pak Ryan.

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang