Siluman Anjing

27.6K 2.2K 148
                                    

Aku menutup gordin, lalu mengambil kursi untuk menghalangi gordin itu bergerak. "Ngapain lu, Lang?" tegur Ega.

"Takut Zombienya pada lompat ke balkon," balasku.

"Mana bisa!"

"Bisa! Gua ngalamin soalnya si rumah Om gua."

"Serius lu, Lang?" tanya Reyhan.

"Iya! Awalnya gua liat di jalanan, terus gak lama dia ngetok jendela. Padahal gua ada di lantai dua."

"Hiy." Reyhan melompat ke atas kasur. Aku pun mengikutinya. Sementara Ega terlihat lebih santai dan masih kurang percaya.

"Makanannya baru sampe mana?" tanya Ega.

Reyhan melihat ponselnya. "Bentar lagi nyampe kayanya."

"Duh kalau dicegat Zombie gimana?" ucapku.

"Trobos aja!" sahut Ega. "Yang jadi pertanyaan itu, siapa yang mau ngambil ke bawah."

"Lu aja, Ga. Kan gak bisa liat mereka," balasku.

"Kalau pas di depan tiba-tiba bisa liat gimana?"

"Pasrah kan pada Allah."

"Gak gitu juga kali."

"Santai, nanti ada pembantu gua yang ambil," ucap Reyhan.

"Nah gitu."

Sekitar sepuluh menit kemudian, pesanan makanan pun datang. "Coba intip, Lang. Ada di bawah, ga?" ucap Reyhan.

Aku bangkit dan mengintip ke luar. Motor pengantar makanan ada di depan, tapi tepat di belakangnya zombie-zombie masih berdiri. Tak berselang lama, terlihat pembantu Reyhan menghampiri dan mengambil pesanan. Beruntung mereka berdua tidak melihat kumpulan zombie itu.

"Zombienya masih ada di luar, Han," ucapku.

"Duh, mau apa sih mereka sebenernya," balas Reyhan.

Tok! Tok!

Pintu kamar diketuk. "Den," panggil Seseorang dari balik pintu.

"Buka, Lang," pinta Reyhan yang masih berbaring di kasur.

Kubuka pintu, seorang asisten rumah tangga menyerahkan makanan.

"Makan ampe kenyang lagi sih ini," ucapku saat melihat lima box makanan cepat saji.

"Iya, biar tidur nyenyak!" sahut Reyhan.

_________

Selesai mengisi perut sampai kenyang, mata ini pun mulai mengantuk. Namun, Reyhan tidak membiarkan aku istirahat duluan. Ia malah mengajak menonton pertandingan sepak bola.

Kami pun menonton hingga pukul dua pagi. Mata ini sudah benar-benar berat, hingga aku tak sanggup membukanya lagi.

Entah sudah berapa lama aku tertidur sampai terdengar suara berisik di kamar. Aku membuka mata sedikit, melihat Om Fauzan — ayah Rehyan ada di kamar. Sepertinya ia sedang memahari Reyhan.

"Papah udah bilang, jangan pulang!" ucap Om Fauzan.

"Reyhan bosen di Jepang, Pah," balas Reyhan.

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang