Ambulan

25.4K 2K 111
                                    

Kak Nasrul malah termenung sambil menatap ke depan. "Maju, Kak!" tegurku.

"Banyak orang, Lang!" balasnya, tak sedikitpun melepaskan pandangan ke jalan.

"Itu setan, Kak. Bukan orang!"

"Kamu liat juga?"

"Alhamdulillah, sekarang gak liat."

DUG!

Ada yang memukul kaca jendela di sampingku. Reflek aku menoleh. Ada wajah seorang wanita yang sangat menakutkan sudah menyambut dengan senyuman menyeringai.

HUA!

Aku berteriak sambil bergeser mundur — mendekati Kak Nasrul. "Nanti tuas maticnya patah, Lang!" omelnya, sambil mendorongku. Tak sadar hampir menduduki tuas matic. "Tadi kayanya gak liat. Kok sekarang malah teriak. Ngagetin aja!" imbuhnya.

"Sekarang aku bisa liat semuanya, Kak!" balasku, sembari menundukan, setelah tak sengaja melihat ke depan. Ada puluhan orang sedang berdiri di menghalangi jalan. "Terobos aja, Kak!" teriakku.

Mobil mulai bergerak perlahan.

BRUK!

Ada suara dari depan mobil. "Apa itu, Kak?" tanyaku, masih tak berani melihat ke depan.

"Gak tau," balas Kak Nasrul.

"Jangan ke luar!"

"Siapa juga yang mau ke luar."

"Cepet jalan aja, Kak. Gak usah dipeduliin."

Kak Nasrul kembali melajukan mobilnya. Tak berselang lama, mobil berhenti. "Kak?" Aku melirik padanya, ia seperti terpaku menatap ke depan. Matanya pun berkaca-kaca.

"Ibu," gumamnya.

Aku mengintip melalui sela-sela jari. Terlihat ada ibu sedang berdiri, tepat di depan rumah. "Inget, Kak. Ibu udah meninggal!" Aku berusaha menyadarkan Kak Nasrul agar tetap fokus mengemudi. Meskipun ia masih tampak terkejut melihat sosok ibu.

"Astaghfirullah," gumamnya, seraya menggelengkan kepala sedikit. Kemudian lanjut melajukan mobil. Sementara itu, ibu masih berdiri di tengah jalan. "Maaf, Bu," ucap Kak Nasrul sembari menabrak tubuh ibu.

WUS!

Tiba-tiba semua kembali normal. Orang-orang yang tadi terlihat di jalan pun menghilang, termasuk ibu. Kak Nasrul memasukan mobil ke garasi.

Tek!

"Buka pintunya, Kak," pintaku sambil menarik handle pintu.

"Udah kok," sahut Kak Nasrul.

"Gak bisa ini."

"Masa sih?" Kak Nasrul mencoba membuka pintu. Nihil. Pintu tidak bisa terbuka.

Bulu kuduk ini meremang, diikuti semilir bau busuk. Aku melirik ke kaca depan. HUA! Sekilas terlihat seseorang yang sedang duduk di bangku tengah.

"Kamu takut sama ibu, Lang?" ucap Suara di belakangku.

"Bu, tempat ibu bukan di sini," balas Kak Nasrul.

"Rul, tolong ibu. Badan ibu sakit, Rul."

"Arul bakal terus doain ibu. Jadi ibu yang tenang ya, jangan ganggu Gilang atau orang-orang di perumahan ini. Kasian, Bu. Gilang udah hidup sendirian di sini. Dia juga harus kuliah, mau ke mana lagi dia pergi kalau ibu terus datang."

"Lepaskan ibu dari sana, Rul."

"Arul gak tau caranya, Bu."

"Apa kamu gak sayang sama ibu?"

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang