Pesugihan Ziarah Kubur

27.7K 2.2K 129
                                    

"Lang, Han. Bangun! Udah sampe." Om Fauzan membangunkanku.

Aku membuka mata, melihat mobil sudah berhenti di depan sebuah rumah. Kuhela napas. Akhirnya setelah beberapa kali terjebak macet, kami sampai juga di tempat tujuan.

Kulirik Reyhan. Ia masih tertidur pulas di sampingku. "Han, bangun," ucapku sembari menggoyangkan tubuhnya. Kugoyangkan tubuhnya lebih keras. Ia pun akhirnya membuka mata.

"Udah sampe?" tanyanya sambil melirik ke luar.

"Udah."

"Ayo, turun!" Om Fauzan membuka pintu, lalu turun dari mobil. Aku dan Reyhan pun ikut turun, meski kami masih sangat mengantuk — efek begadang.

Saat kami berdiri di depan pagar, ada seorang pria berjalan mendekat. Umurnya tidak terlalu tua. Sepertinya tidak beda jauh dengan Om Fauzan. Ia mengembangkan senyum pada kami.

"Assalamualaikum, Mas Nasir." Om Fauzan mengucapkan salam.

"Walaikumsalam," sahut Pak Nasir. Kemudian bola matanya mengarah padaku. Seketika itu senyumannya memudar, berganti dengan tatapan tajam. "Pagi-pagi gini datang bawa rombongan," ucapnya.

"Ah, cuman bertiga aja kok," balas Om Fauzan.

Pak Nasir kembali tersenyum, "Tunggu di sini sebentar." Ia berjalan ke dalam rumah. Tak lama kemudian, kembali dengan membawa seember air. "Sebelum masuk, cuci muka, tangan sama kakinya," perintahnya sambil meletakan ember itu di hadapan kami.

Kami pun menuruti perintah Pak Nasir. Setelah itu, baru diperbolehkan menginjak halaman rumahnya. "Ngobrolnya di dalem aja," ucap Pak Nasir.

Di ruang tamu, aku dan Reyhan duduk agak jauh dengan Pak Nasir. "Mas udah tau kan kita datang ke sini untuk apa?" ucap Om Fauzan.

"Iya. Orang rombongannya keliatan kok," balas Pak Nasir.

"Rombongan apa?" celetukku.

Mata Pak Nasir langsung mengarah padaku. "Rombongan orang mati."

Deg!

Seketika itu jantungku berdebar kencang. Berarti zombie yang ada di perumahan masih ikut sampai sini.

"Kenapa mereka selalu ngikutin saya, Pak?" tanyaku.

"Mungkin mereka ingin menyampaikan pesan. Apa kamu pernah berbicara dengan salah satunya?"

"Pernah, berbicara dengan ibu saya."

"Oh, perempuan itu ibu kamu. Apa yang dia bilang."

"Tolong bawa ibu pergi dari sana."

Pak Nasir menutup mata sebentar, "Coba ceritakan apa yang kamu lihat?"

Aku menceritakan semuanya secara runut. Meski hanya ditanggapi anggukan kecil oleh Pak Nasir. Namun, tatapan matanya terus menyorot tajam.

"Cirebon. Ziarah. Anjing Hitam," ucap Pak Nasir sambil memikirkan sesuatu. "Sudah hampir pasti ini adalah permainan ilmu hitam."

"Pesugihan?" tebakku.

Pak Nasir menggangguk, "Iya. Anjing Hitam atau Siluman Anjing itu indentik dengan Jin Pesugihan. Banyak pelakunya berasal dari kota itu. Biasanya mereka mengajak anggota pengajian untuk melakukan ziarah keliling. Padahal niatnya untuk ditumbalkan. Saya menyebutnya Pesugihan Ziarah Kubur."

"Apakah para korban yang jadi tumbal bisa diselamatin, Pak?"

"Bisa, tapi perlu negosiasi yang sangat alot dengan Siluman Anjing itu. Soalnya, mereka tidak akan melepaskan makanannya begitu saja."

"Makanan?" Aku terkejut dengan kata itu.

"Iya, para korban kecelakaan alias tumbal adalah makanan bagi si Siluman Anjing dan anak buahnya," jelas Pak Nasir:

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang