Kepergian Reyhan

26.7K 2.1K 127
                                    

Aku terduduk di balik pintu. Lemas rasanya mendengar kabar tentang Pak Nasir. "Gara-gara gua, Han," ucapku sembari menunduk. Tak lama air mata ini mengalir deras.

Ujian macam apa ini Ya Allah!

Kesedihan ditinggal ibu masih belum hilang. Datang teror menakutkan dari Siluman Anjing dan kawanannya. Kini, di saat ada secercah harapan dengan kehadiran Pak Nasir. Ia malah pergi duluan. Sekarang apa yang harus kulakukan?

Apa aku harus menuruti ucapan Siluman Anjing itu? Dengan datang ke tempatnya dan memohon agar ia melepaskan ibu.

"Ini bukan salah lu, Lang."

"Iya, Lang."

Aku tak sadar Reyhan dan Ega sudah ada di sampingku. "Semua yang terjadi ini emang sudah suratan takdir dari Allah, Lang. Jadi berenti ngerasa bersalah," ucap Reyhan.

"Tetep aja, Han. Gara-gara gua dateng ke sana. Pak Nasir meninggal," ucapku.

"Nggak ada hubungannya, Lang. Emang lu tau Pak Nasir meninggal kenapa? Bokap gua aja kagak jelasin dia meninggal kenapa. Jadi gak usah menduga-duga, Lang."

"Hati kecil gua bilang dia meninggal karena Siluman Anjing itu, Han."

"Berarti hati kecil lu salah. Dah gitu aja. Jangan dibikin pusing sama dugaan-dugaan yang gak jelas."

"Sekarang kan ada kakak lu, Lang. Coba lu ceritain semuanya sama dia," usul Ega.

"Gak. Setiap orang yang gua ceritain atau tau tentang ini kaya ketiban sial. Gua gak mau kakak gua kenapa-napa, Ga."

Pintu didorong cukup kuat, hingga tubuhku tergeser. "Apa yang mau kamu ceritain, Lang?" Ternyata, Kak Nasrul mendengar percakapan tadi.

"Enggak, Kak," elakku.

"Jangan bohong! Banyak yang aneh di rumah ini. Sekarang kakak minta kamu jujur."

Reyhan membantuku berdiri. Kemudian kami semua pergi ke ruang tengah. Aku duduk di sofa, dengan posisi dihimpit Ega dan Reyhan. Sementara Kak Nasrul duduk di sofa kecil, tempat biasanya ibu duduk.

"Ayo cerita! Jangan ada yang ditutup-tutupin," ucap Kak Nasrul.

"Apa kakak percaya sama hal-hal mistis?" Aku mengawali dengan pertanyaan yang paling dasar. Jika jawabannya tidak, maka akan sulit menerima semua ceritaku.

"Percaya."

"Kakak pernah ngalamin hal-hal mistis?"

"Pernah."

"Oke." Aku menarik napas dalam-dalam, sembari menatap wajah Kak Nasrul yang tampak serius. "Ibu gentayangan, Kak." Sebuah kalimat yang membuat raut wajahnya berubah.

"Kamu jangan ngomong sembarangan!" Kak Nasrul marah. "Itu ibu kamu, Lang! Astaghfirullah!"

Aku terdiam, sudah menduga reaksinya akan seperti ini. Kusenggol tubuh Reyhan, supaya ia ikut berbicara. Soalnya ia sangat pintar dalam mengolah kata.

"Iya, Kak Nasrul. Semua yang meninggal di kecelakaan itu gentayangan," ucap Reyhan.

Aku kembali menatap reaksi Kak Nasrul. Ia tidak protes dan marah, malah terdiam sambil menatap wajahku. Semoga saja kali ini ia percaya.

"Apa kamu yakin?" tanya Kak Nasrul.

"Yakin, Kak. Beberapa jam setelah kakak pulang ke Bandung. Ibu datang," balasku.

"Kamu liat langsung?"

Aku menggelengkan kepala. "Cuman suaranya aja."

"Ya Allah, Lang. Bisa jadi itu Jin yang menyamar. Mereka suka mencari-cari kesempatan buat nakutin kamu. Apalagi kamu sendirian di rumah."

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang