Pengajian

28.1K 2.2K 142
                                    

"Jangan ngedeket!" Aku mencegah para korban kecelakaan itu mendekat.

"Lang," panggil Ibu. Tak berselang lama terlihat tangan ibu ke luar dari mobil yang sudah tak berbentuk. Ibu merangkak perlahan, mendekatiku.

Tangisku pecah, tak tega melihat tubuhnya yang dipenuhi darah. Kepalanya pun terkulai lemas. Namun, ia tetap berusaha menggapaiku. Menggapai kakiku. "Tolong ibu, Lang."

Aku menengadah, menatap langit. Tak sanggup melihat ibu. "Gilang harus gimana, Bu," ucapku, berusaha menahan air mata.

"Bawa ibu pergi dari sini, Lang."

HAAAAA

Terdengar suara menggema dari dalam hutan. Saking besarnya, suara itu sampai menggerakan pepohonan. Daun-daun kering pun berguguran. Terbang ke arahku.

"Tolong ibu, Lang. Ibu udah gak kuat."

Aku menurunkan pandangan, menatap ibu. Meski wajahnya sangat sulit dikenali, tapi aku masih bisa melihat wajah aslinya dengan jelas. "Gilang bakal lakuin apapun buat bantu ibu," ucapku.

DUG! DUG!

Ada suara hentakan kaki dari arah hutan. Kemudian,  angin berhembus kencang menerpa wajahku. Sedetik berikutnya, angin itu membawa para korban kecelakaan masuk ke dalam hutan. Kecuali ibu, ia masih bertahan memegang kaki.

"Kamu harus hati-hati, Lang." Ibu melepas pegangan dan terhisap ke dalam hutan.

DUG! DUG!

Hentakan kaki itu kembali terdengan.

Krek!

Beberapa pohon terlihat tumbang. Ada cahaya putih memancar dari gelapnya hutan. Tak berselang lama, sosok Hitam yang pernah kulihat di rumah muncul.  Namun ukurannya dua kali lipat lebih besar.

"JANGAN SENTUH MAKANAN SAYA!" hardiknya.

Tubuhku mendadak kaku, melihat wujudnya yang menyeramkan. Sementara sosok itu berjalan mendekat dan meraih leherku. Ia mence-kikku dan mengangkatku ke udara. Aku meronta kesakitan, sekaligus merasakan sesak.

Kuraih tangannya. Namun, dalam sekejap ia sudah membantingku ke tanah dengan sangat keras. Aku bisa mendengar dan merasakan tulang-tulang yang patah.

"KAMU INGIN SEPERTI MEREKA?"  Ia menginjak kepalaku. Hingga membuat kepala ini terbenam sebagian ke dalam tanah.

"Tolong!" ucapku, pelan.

Sosok itu tertawa, "KAMU SUDAH SEPERTI MEREKA. MERENGEK MINTA TOLONG, TAPI TIDAK AKAN ADA YANG BISA MENOLONG MEREKA!"

HAHAHAHAHA!

"TOLONG!" Aku berteriak kencang, lalu membuka mata. Tampak wajah kaget dari Ega dan Reyhan.

"Lu abis mimpi apaan, Lang?" tanya Ega.

"Dikejar-kejar setan," balasku, sembari mengatur napas.

"Setan warga sini?"

Aku mengangguk.

"Luar biasa! Dikejarnya sampe ke mimpi!" Reyhan bertepuk tangan.

Kusentuh pipi, entah kenapa rasanya perih. Kemudian berdiri dan menatap cermin. Ada tanda merah berbekas di pipi. Padahal tadi hanya mimpi, kenapa efeknya sampai ke dunia nyata?

"Kekecengan lu, Ga!" ucap Reyhan.

"Kayanya sih," sahut Ega sambil menatapku.

Aku tak mengerti maksud mereka, "Apa yang kekencengan?"

"Si Ega nam-par pipi lu kekencengan," balas Reyhan.

Aku melirik Ega, "Beneran?"

Ega mengembangkan senyum, "Maaf ya, Lang. Abisnya lu berisik teriak-teriak minta tolong. Gua coba tam-par beberapa kali, eh baru bangun."

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang