18. Mahes?

1.4K 124 1
                                    

Pagi kembali menyapa, haikal menggeliat pelan dibalik selimutnya. Prlahan, mata bulat itu terbuka dengan sempurna. Haikal menatap jam dinakas yang masih menunjukan pukul enam pagi. Haikal segera masuk kedaalam kamar mandi, membersihkan diri, dan bersiap untuk sekolah.

Haikal keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah segar, daan segera bersiap untuk prgi sekolah. Haikal mendudukan, dirinya di kursi meja belajarnya, menyaiapkan alat sekolahnya. Matanya tidak sengaja melirik pada kalender kecil di meja. Tangannya terulur untuk mengambil kalender tersebut.

"Tersisa dua hari lagi," Haikal melingkari angka tiga pada kalender.

Membuang nafas kasar, haikal beranjak dari duduknya. "Kamu harus bisa haikal,"

Haikal keluar dari kamarnya, terliha dimeja makan hanya da taeil dan juga Jia. Mungkin yang ain sudah berangkat.

Haikal menghiraukan tatapan dari kedua kakaknya, kakinya melangkh melewati mereka. namun, belum s
lima langkah haikal berjalan, haikal dikejutkan dengan suara taeil.

"Haikal. Makan!" Ucap taeil dengan tegas.

Haikal sontak terkejut. Dia merasa ini tidak nyata. Taeil menyuruhnya makan? Keajaiban apa ini. Haikal masih mematung di tempatnya, pikirannya berkeliaran.

"Haikal. Duduk dan makan!" Suara taeil kembali mengintrupsi.

Haikal ersadar dari lamunannya. Dia segera menggeleng. Terlintas dipikirannya bahwa taeil akan maracuninya. "Tidak lapar," Jawabnya singkat.

"Dan abang tidak menerima bantahan. Cepat sarapan!" Suara taeil meninggi.

Haikal kembali dibuat terkejut. Taeil baru saja menyebut dirinya abang. Apa yang terjadi sebenarnya? Dan jian juga hanya diam sembari menatap haikal. Dengan setengah hati, haikal duduk dikursi di depan jian. Jujur saja, haikal memang lapar, hakal hanya takut terjadi sesuatu.

Taeil tesenyum tipis. Dengan telaten, dia dia mengambilkan nasi serta lauknya pada piring haikal. Haikal hanya diam menatap kejadian langka ini. Dia bingung harus bagaimaana.

Haik segera menepis pikiran bahwa kedua kakaknya akan berubah. Haikal hanya takut Terbang terlalu tinggi, setelah itu kembali dijatuhkan lagi. Haikal tidak boleh berharap lebih.

"Makan," Suara taeil kembali menyadarkan haikal. Haikal mengangguk kaku dan segera memakan sarapannya, walaupun dia tidak enak hati.

Haikal teremenung dalam acara makannya. Pikirannya mengingat kejadian dulu. Sejak lima tahun lalu, Haikal sudah tidak lagi merasakan enaknya masakan kakak sulungnya. Dan saat ini, haikal kembali merasakannya. Walaupun haikal tidak pernah mengingat seprti apa rasa masakan kakaknya dulu.

Tanpa sadar, air matanya menetes. Bibirnya menerbitkan senyum manis. Haikal merasa bahagia sekrang, dia melupakan ketakukan yang sempat melanda hatinya. Haikal ingin diperlakukan seperti ini sedari dulu, rasanya hangat sekali. Entah apa yang membuat semuanya berubah. Haikal sama sekali tidak tahu dan tidak mengingatya.

"Haikal, kamu mimisan!" Jian berkata dengan wajah paniknya. haikal tersadar, tangannya menyentuh hidungnya. Darah kental merembes dari hidungnya. Dengan segera, haikal berlari menuju toilet diikuti oleh Taeil dan jian yang semakin panik.

Haikal merasa sakit yang luar biasa pada kepala dan juga punggungnya. Dia terbatuk keras, darah juga ikut keluar dari batuknya.

"Kamu kenapa haikal?" Tanya taeil khawatir.

"Uhuukk... shh. Tolong, obat, t-tas!" Haikal meremat kepalanya yang semakin sakit. Kenapa harus kambuh disaat yang tidak tepat.

Jian yang paham segera berlari mengambil tas haikal, tangannya menggeledah, dia menemukan sebotol pil tanpa merk. Jian bingung sebenarnya, tapi dengan segera kembali membawakan obat itu pada haikal.

7 DAYS || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang