Extra chapter ||

1.3K 103 9
                                    

Setahun berlalu semenjak redupnya sang matahari. Kehidupan yang dulu kini menjadi lebih sunyi. Tidak ada sapaan kecil ketika pagi hari, tidak ada senyum secerah matahari, tidak ada pelukan hangat, tidak ada lagi tangisan memohon, tidak ada lagi kalimat maaf yang terucap dari bibir kecilnya.

Semua memang terlihat baik-baik saja. Namun, jauh di dalam lubuk hati yang terdalam, mereka masih berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi. Sejak kepergian Haikal, semuanya hancur berantakan. Mulai dari keluarganya bahkan kedua sahabatnya.

Sebulan setelah kepergian Haikal, Taeil mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dirinya lumpuh sementara. Tapi hingga saat ini dia belum juga bisa berjalan dikarenakan enggan melakukan terapi. Lain halnya dengan Taeil, Johnny mengalami gangguan jiwa, Johnny akan menangis di setiap malam menyebut nama Haikal dan selalu mengucapkan maaf. Sedangkan yang lain, sibuk dengan urusannya sembari merawat kedua kakaknya.

"Haikal, sudah satu tahun semenjak kamu pergi. Rasanya, abang masih belum ikhlas, abang merasa kamu masih disini," Taeil duduk di kursi rodanya dengan tangan yang memegang foto Haikal yang tersenyum lebar.

"Haikal lihat abang? Abang nggak bisa jalan sekarang, dan abang nggak pengen sembuh, abang pengen cepet nyusulin Haikal. Kamu udah bahagia ya, sekarang?" Taeil mengusap pipi tirusnya yang basah karena air mata.

"Hati abang rasanya berat banget buat ikhlasin kamu, dek. Abang bener-bener ngerasa adek masih disini. Abang bolehkan berharap? Berharap kalau adek masih disini, walaupun udah satu tahun lebih,"

Taeil menangis, hanya ini yang bisa dia lakukan sekarang, menangis dan merenung. "Abang nggak kuat lihat Johnny seperti itu, dek. Adek pasti udah tahu kan? Adek udah tahu keadaan Johnny yang sekarang? Adek mau kan maafin Johnny? Dia setiap hari nangis nyariin adek, minta maaf sama adak. Abang bener-bener nggak tega. Bahkan, Johnny pernah hampir bunuh diri. Tolong maafin Johnny ya? Abang pengen dia sembuh, adek nggak kasihan sama abang John?" Taeil bermonolog sendiri samai akhirya dia tertidur dalam posisi duduk.

.
.
.
.
.
.

"LEPASIN! SAYA MAU NYUSUL HAIKAL! LEPASIN RANTAINYA SIAL! LEPAS! BUKA PINTUNYA HAIKAL MAU MASUK!!"

"SAYA TIDAK GILA! BUKA BRENGSEK! SAYA TIDAK GILA! HAIKAL TOLONGIN ABANG! HAIKAL KAMU DILUARKAN?!"

"SUSTER BUKA! ADEK SAYA DILUAR KEHUJANAN! BUKA!!!"

Johnny, laki-laki itu terus berteriak. Tangan dan kakinya bahkan di rantai, jika tidak, Johnny akan mengamuk. Mencoba bunuh diri, melempar barang, melukai perawat. Johnny tidak pernah terima jika ada yang memanggilnya gila. Johnny akan marah, dia merasa waras.

Menangis, meraung adalah kegiatannya setiap hari. Tidak ada yang berani mendekatinya selain keluarganya. Untuk setiap harinya dia dirawat oleh Kakak dan juga adiknya bergantian.

"HAIKAL, MAAFIN ABANG!! HAIKAL PULANG! BUKA!! SAYA MAU PULANG! ADIK SAYA DILUAR MENUNGGU! HAIKAL BUKAIN PINTUNYA! ABANG MAU KELUAR SAMA KAMU!"

Pintu yang semula tertutup rapat kini terbuka perlahan, menampilkan pemuda dengan setelan jas rapi memasuki ruangan Johnny.

"MARVEL, BUKAIN RANTAINYA! ADA HAIKAL DILUAR, ABANG MAU KETEMU, VEL!"

Marvel, pemuda itu mendekati tubuh rapuh kakaknya. Di rengkuhnya tubuh rapuh itu masuk kedalam pelukan hangatnya. Marvel mengelus lembut kepala Johnny, dia sudah menangis sebelum masuk menemuinya.

"Abang sabar, ya. Abang harus tenang, Haikal pasti kesini nemuin abang, abang nggak boleh emosi. Abang harus tenang, kalau abang kayak gini terus, Haikal bakal marah sama abang. Abang mau kalau Haikal tambah marah?" Suara lembut Marvel mengalun indah di telinga Johnny.

7 DAYS || REVISIWhere stories live. Discover now