Bab 17

165 21 3
                                    

Qin terus menghela napas masuk rumah. Everest yang menyaksikannya pun mengerutkan kening. Tidak biasanya, banci itu pulang dengan menekuk wajah.

"Hei."panggil Everest. Lantas Qin menoleh sambil mendengus pada lelaki yang duduk di kursi itu.

"Kenapa?"

"Ke sini kau."

"CK!"Qin berjalan menghampiri dengan bersungut-sungut. Lalu berhenti di samping Everest, wajahnya menjadi ketus.

"Lihatlah wajahmu itu. Apa kau tidak bisa bersikap ramah kepadaku?"protes Everest, karena ekspresi Qin yang menyebalkan.

Sontak Qin langsung memicingkan mata dengan berseru, "Astaga, tuan Everest. Kenapa kau harus mempertanyakan hal itu? Suka-suka aku dong. Mau bagaimanapun ekspresiku ini bukan urusanmu, hmm!"

Tap! Laptop ditutup kasar olehnya. Everest mengangkat wajah, menatap Qin intens lalu berdecak. Tatapan tak terartikan itu membuat Qin menjadi salah tingkah.

"Kenapa melihatku seperti itu? Apa ada yang salah?"

"Aku heran melihatmu. Dari ujung kaki sampai kepala... Jika dilihat-lihat kau mirip postur tubuh seorang wanita, bukan laki-laki."

Qin tertegun, jantungnya berdegup kencang. Sementara Everest kembali menatapi Qin.

"Tubuhmu kurus ramping, kulitmu juga terlihat lebih bercahaya ketimbang kulit seorang pria. Dan juga. Cara jalanmu benar-benar aneh. Kau berjalan dengan bungkuk? Tidak seharusnya 'kan? Pria berjalan seperti itu? Pria itu berjalan dengan tegap dengan dada sedikit membusung, tidak sepertimu. Aneh."gumam Everest.

"...."Qin terdiam. Berharap Everest tidak banyak bicara. Jujur Qin akui ia benar-benar sangat takut. Takut akan rahasianya terbongkar.

"... Apa kau wanita?"

Deg! Kalimat tak terduga yang keluar dari bibir Everest, membuat Qin terkejut dengan jantung yang seolah-olah berhenti berdetak.

"Apa yang kau katakan? Bagaimana mungkin aku wanita...? Aku ini pria... Benar-benar pria. Jangan Ngawur. Itu tidak lucu."jawab Qin gugup.

"Kenapa kau harus segugup itu? Aku cuma berspekulasi saja. Oh ya, ada satu hal lagi."Ekspresinya mendadak serius. "Sebelumnya aku tidak sengaja menyentuh dadamu, berbeda dengan pria biasa. Itu terasa sangat lembut."

"Hei. Dasar mesum! Minta dicabik mulutmu!"teriak Qin sambil menyilangkan tangan di dada.

"Hei. Aku hanya bertanya. Kenapa kau terus memakiku mesum. Lagipula kau memang terlihat mencurigakan. Huh!"pekik Everest dengan bersungut-sungut.

Sebentar Qin diam kemudian berucap,"Itu... Dadaku lembut karena aku sudah lama tidak olahraga makanya tidak berotot."

Everest mendengus. "Sudah cukup beromong kosongnya. Sekarang kau bantu pijat kakiku. Seharian ini aku banyak berjalan, kakiku menjadi sangat sakit."

Qin tidak menggubrisnya, ia hanya berdiam diri saja. Sontak Everest mendongak.

"Hei! Kenapa diam saja?"

"Apa?"

"Apa kau tuli? Pijat kakiku. Kenapa? Kau mau bilang tidak mau begitu? Ck! Ck! Ck! Aku menggajimu bukan untuk berdiri sambil terbengong?"

"Argh, astaga. Aku bisa gila menghadapinya."gumam Qin kesal. Ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya sekarang juga.

"Tunggu apa lagi? Lakukan."sentak Everest datar.

"Argh. Dasar pak tua!"gerutu Qin sambil berjalan mendekat.

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak."sahut Qin ketus. Duduk di kursi jengkel.

The Billionaire Romance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang