Bab 19

238 22 9
                                    

"Argh. Menyebalkan."gerutu Fadil, acap kali ia sedang bicara bos-nya itu pasti memutus sambungan.

"Baiklah, Fadil. Ayo, semangat! Sampai kau bisa membeli sebuah pulau."imbuhnya. Menghampiri meja kerja, duduk di kursi, lalu melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum memulai kembali aktivitasnya. Setelah itu, ia bergerak dengan mengetik biodata lengkap milik Qin Marques, mengirimkan kepada informan terpercayanya untuk mencari tahu. Dengan begitu, ia bisa dapat sedikit bersantai sampai kabar itu datang melalui bell apartemen.

"Cari tahu orang itu. Apa yang dia lakukan seharian ini dan bertemu dengan siapa saja. Beri aku informasi lengkap, tak kurang sedikit pun. Malam ini selesai. Ini perintah bos besar."eja Fadil seraya mengetikkan di papan keyboard.

Tak lama muncul respon dari sang informan.

"Baik, bos."

"OK! Aku tunggu kabar baik dari kalian."ketik Fadil lalu kirim.

"Siap!"

"Selesai."Lantai menghembuskan napas lega dengan kepala bersandar pada punggung kursi. Tiba-tiba Fadil sangat mengantuk dengan berulang kali menguap. Lantas melirik jam dinding, pantas ia merasa sangat mengantuk, mata terasa perih dan juga berat ternyata sudah malam. Rasa ngantuk berat membuat Fadil tak sanggup lagi untuk bangun apa lagi pindah ke kasur. Akhirnya, dengan posisi duduk, kepala bersandar pada punggung kursi  menjadi salah satu solusinya. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya terlelap hanya dalam kurun waktu lima menit Fadil sudah tidur pulas dengan mendengkur.

Jarum jam terus berputar menunjukkan angkanya Fadil masih bertahan di posisinya hingga di pukul jam 02:15 menit bel apartemennya berbunyi mengagetkan Fadil yang refleks langsung berdiri, membuat jantungnya seketika berdegup sesak, kepala berdenyut keras dan tulang leher seperti patah karena posisi tidurnya itu.

"Ahhh..."keluh Fadil mengusap-usap tengkuknya. Bel kembali berbunyi. Fadil bergerak menghampiri pintu. Pada saat itu, ia juga hampir jatuh tersandung kabel terminal yang tergeletak sembarangan di lantai.

Pintu dibuka. Orang berpakaian misterius yang berdiri di depan pintu nampak terkejut melihatnya lebih tepat penampilan semrawutnya saat ini, rambut berantakan bak tersetrum, wajah kusam kurang perawatan, dan mata yang masih mengantuk. Berdiri di ambang pintu dengan kaos oblong dan celana training menggaruk perut sungguh jauh dari kata nama asisten cool yang sangar.

"Apa?"ucap Fadil sedikit sinis.

"Kami sudah melaksanakan tugas yang kau minta. Dan, ini hasilnya."sahut pria bertopi hitam menunjukkan map cokelat ke Fadil.

"Bagus."map cokelat diambil Fadil. "Sana pergi. Mengganggu saja."

Jebret!! Pintu dibanting kasar. Membuat pria bertopi terlonjat keget dan mengelus dada sambil membatin untuk ditambahkan hatinya.

Fadil tidak langsung membuka map cokelat pemberian sang informan. Melainkan meletakkannya ke meja makan sementara ia menghempaskan diri ke kasur. Sebentar terpejam sebentar melotot lagi. Fadil berdecak, inilah jika tidurnya terganggu. Susah buat tidur kembali. Ia pun beranjak dari kasur. Melangkah ia menghampiri lemari pendingin mengambil botol mineral.

Sambil meneguk air mineral matanya melirik ke arah map cokelat di atas meja. Timbullah rasa penasaran yang begitu besar. Sebenarnya apa sih yang Everest cari? Sampai malam-malam menyuruhnya untuk mencari tahu kegiatan apa yang Qin lakukan seharian ini? Begitu banyak pertanyaan berseliweran di benaknya. Tak mau menunggu waktu lama, tangannya meraih map itu.

Dengan alis berkerut map dibuka. Awalnya nampak biasa, namun saat melihat foto-foto itu tergemaplah ia. Amplop yang mana berisi foto-foto Qin lakukan seharian ini. Yang membuat dia kaget bukan apa yang dilakukannya tapi dengan siapa dia pergi.

The Billionaire Romance Where stories live. Discover now