Part 1

7.1K 392 9
                                    

Matahari kembali pada tugasnya, menandakan jika bulan sudah selesai melakukan kewajibannya. Cahaya mentari dengan perlahan-lahan menyinari setiap cela yang bisa ia jangkau. Rumah-rumah yang berjejeran di kanan kiri, jendelanya mulai dibuka. Dari balik pintu, anak-anak berlarian keluar dan berlomba-lomba untuk sampai ke air terjun yang berada di bawah bukit.

Tak kala anak-anak itu menyapa seorang wanita yang sudah bertengger di depan rumahnya, untuk memetik sayuran sebagai lauk pagi ini.

Hingga suasana pagi yang begitu menenangkan terpecahkan oleh suara melengking dari dalam rumah.

"AGATHA! KAU KEMANAKAN KOIN PERAKKU!"

Teriakan keras itu bahkan menakuti anak-anak yang sedang bermain air. Mereka semua serentak berlari terbirit-birit meninggalkan tempat itu, bahkan sebelum mereka selasai mandi.

Wanita paruh baya itu segara berlari ke dalam rumah. Ia melewati ruang tamu menuju sebuah kamar. Di dalamnya sudah dihuni oleh seorang gadis dengan rambut cokelat bergelombang yang sedang tidak baik-baik saja. Di tangannya sebuah kotak persegi ia genggam. Kosong, tidak ada apapun di sana.

"Ada apa?" seorang lagi masuk ke dalam kamar.

Gadis yang berwajah masam itu menatap ibu dan ayahnya.
"Apa lagi? Agatha mencuri koin perakku!" ucapnya dengan marah.

Pasangan suami istri itu saling menatap. Mereka tak kunjung menjawab membuat sosok gadis itu mendengus.
"Kemana Agatha?" ia melewati kedua tubuh orang tuanya. Dengan kasar ia menendang pintu yang berhadapan dengan kamarnya, hingga pintu terbuka dengan kasar.

"Dimana dia?" tanyanya dengan tak sabaran. Manik ambernya menatap ke sekeliling kamar kosong tanpa penghuni itu.

"Dia telah pergi keluar bersama teman-temannya pagi-pagi sekali." jawab wanita yang mengikuti anaknya.

"Clarencia, kamu yakin Agatha yang mengambil koinmu sayang?" tanya sang ayah, Brayder Fill.

Mendengar nada keraguan dari pria itu, sosok Clarencia Natassa Fill langsung melipat tangan tak senang.
"Siapa lagi? Ini sudah kesekian kalinya dia mengambil koin simpananku, Ayah! Tidak ada yang mencuri koin perakku selain Agatha!" Clarencia menendang lemari baju Agatha melampiaskan rasa marahnya.

Ivory Reinhard, wanita paruh baya yang masih cantik dan energik itu segara mengelus bahu putrinya menenangkan.
"Nanti Ibu akan menegur Agatha. Jangan marah lagi ya sayang." ucap Ivory.

"Ada apa ini?" seorang wanita ikut masuk dan melihat apa yang terjadi.

"Agatha mencuri koin Clarencia lagi, Kak." Ivory mengatakan dengan tenang. Namun sambutan dari wanita di ambang pintu itu adalah delikan tajam.

"Jangan menuduh putriku." ucap Shiren Reinhard.

Clarencia merotasikan matanya.
"Bibi? Kenapa Bibi tak senang? Agatha mencuri koin perakku lagi! Itu simpananku dari hasil menitipkan kue di kedai Bibi Rosalie." ucapnya sebal. Ingin sekali ia memukuli wanita itu hingga sekarat.

"Aku bilang jangan menuduh Agatha tanpa bukti." Shiren membalas keponakannya dengan sengit.

"Bibi? Apa aku harus memberimu bukti? Agatha memang selalu mencuri koinku. Dia menyusup ke dalam kamarku seperti biasanya. Memang siapa lagi kalau bukan dia? Tolong Bibi, jangan terus membela Agatha." Clarencia menyela tak mau kalah.

Shiren menggeram.
"Kau, jangan bicara sembarangan." geramnya.

"Apa? Mau membela lagi, Bibi?" Clarencia melotot tanda tak senang. Belum sempat ia menyemburkan kata-kata kasarnya, Brayder sudah lebih dulu menengahi keduanya.

Hai, Duke! Where stories live. Discover now