CHAPTER 2

210 30 43
                                    

“Apa kau tidak melakukan tes untuk―”

“Diam!”

Jina menjatuhkan diri lagi dan duduk di pinggiran ranjang. Bagaimana cara ia bisa bebas dari Taehyung Rutledge yang bodoh itu? Sial, dia tampan tetapi otaknya terlalu standar. Atau hanya kurang imajinatif. Persetan! Mengingat bila pasti pria tersebut telah mengenali tubuhnya selagi ia tidak sadarkan diri, membuat memerah marah sekaligus malu. Ia sendiri belum berkesempatan meneliti tubuh baru ini, entah apa saja yang mengalami perubahan.

“Jangan berharap banyak pada pertolongan. Aku memalsukan mayatmu, dan pemakaman telah berakhir berbulan lalu.”

“Dan itu bukan Jane Fletcher!”

“Ya, sebab kau di sini, bersama denganku, Sayang.” Tatapan gelap dan bisikan panggilan di akhir kalimat membuat Jina meremang. Ia berpaling dari mata itu yang telah berkilat-kilat.

Jina menyadari, ia telah menjadi Jane Fletcher tentu saja akan mengundang bahaya dari para lelaki. Mata di sana mengesankan otoritas yang selalu Jina benci dari orang-orang seperti mereka; Jane, Jungkook, dan bertambah Taehyung Rutledge. Taehyung Rutledge memang lelaki yang patut dipuja, dengan postur tubuh proporsional, tampan; bergaris wajah tegas, hidung tinggi, alis tebal, dan di antara lainnya mata itulah yang paling mewah. Kulitnya eksotis berpadu setelan merah.

“Aku bukan Jane Fletcher.” Sekali lagi. Nyatanya sanggup membuat geraman Taehyung mengudara.

Tindakan yang spontanitas, meraup bibirnya, dan lidah langsung menerobos paksa. Taehyung mencium tanpa ampunan, terkesan merendahkan sekaligus membungkam supaya ia tidak lagi menyangkal persoalan identitas diri. Tetapi sampai kapan? Hingga waktu Taehyung akan membunuhnya sebab mengira ia sebagai Jane? Kim Jina bukanlah seseorang yang gampang berpasrah kendati lambat laun ciuman yang diberi justru menggetarkan jiwa sendiri. Kendati barbar, temponya mampu menggelitik. Sentakan dan dorongan membuat ia ingin melupakan sejenak persoalan yang rumit mengenai keselamatan hidup sendiri. Ini pertama kali ada seorang pria menciumnya. Ia kewalahan tetapi begitulah inginnya, ingin Taehyung meneruskan mengenalkan pada sesi yang tak pernah dirasakannya selama ini. Kendati seringai diberi menambah jelas pandang yang merendahkan.

Tangan di tubuh tiada diam. Menyentuh, mengelus dan membelai. Namun ketika Jina mulai menikmati momen, “Rutledge.” Gumamannya membuat Taehyung melepaskan pagutan. Jina merutuk sebab itu sedikit membuat diri mengerang tidak terima. Ia masih menginginkan permainan lidahnya. Membelai-belai di dalam mulut, hangat dan menggelikan.

“Kau bukan Jane Fletcher.”

Di depan mulut itu yang berbicara, Jina menjawab begitu tampakkan kejujuran, “Ya, sudah kukatakan.” Suaranya menjadi parau sebab desakan asing dalam diri.

Pria tersebut menyingkir, berguling merebah di samping Jina yang bernapas kentara. Tatapan mereka mengarah pada atap putih yang diam dan tak akan runtuh.

“Kau sulit mempercaya. Sudah kukatakan aku bukan dia.” Jina ingin menyerukan rasa amarah, tetapi lebih ditahan.

“Dan aku mengubahmu menjadi dia.”

“Ya. Itu membuatku sedih,” katanya. Ia duduk dan matanya yang hitam kecokelatan diarahkan pada Taehyung masih dalam berbaring. “Tolong bebaskan aku, Tuan Rutledge ....”

“Tidak bisa!” Itu terjawab cepat.

Kemudian diam tanpa bantahan. Jiwa kelegaan Jina dan kemarahan Taehyung berkobar menyatu. Bila tubuhnya representasi dari Jane Fletcher, tetapi ia yang sebenarnya bukanlah perempuan itu. Jina anggap sebagai keberuntungan Taehyung mengenali hanya dari ciuman payah itu, sebab bagaimanapun perbedaan lain dengan Jane dan sebagai harapan terbesarnya ialah keperawanan.

𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭Where stories live. Discover now