CHAPTER 13

172 21 27
                                    

“Rutl―”

Jina merasa ia masih belum siap. Kendati perasaannya membuncah atas alasan sesepele bangun pagi langsung jumpai Rutledge di kamar. Begitu kelopak mata baru tersingkap, ia terkesiap sedetik kesadarannya menjadi utuh.

Taehyung Rutledge pasti akan marah. Seprainya yang nyaman ditiduri berubah kusut. Semalam Jina hanya berpikir untuk menumpang sebentar, tetapi―pagi datang tanpa disadari. Ia duduk secara spontan. Membawa diri menghapus jarak sebanyak delapan puluh derajat. Rutledge tidak tampak senang, itu buruk. Matanya yang tegas terasa mengejutkan membuat debar di dada menggila. Mendadak ia merasa rindu pada tatapan yang mengobservasi, secara teliti sekaligus intim. Jina menguasai diri cepat-cepat. Menyibak selimut dari kaki, ia mundur untuk menjauh beberapa jengkal dari pria itu. Hendak turun dari ranjang.

“Aku tidak bermaksud mengotori ranjangmu.”

Jina hampir menyusupkan kakinya turun, tetapi pergerakan tersebut dicegat lebih tangkas. “Tidak masalah.”

Tidak masalah? Omong kosong. Taehyung kentara sekali keberatan bila ranjangnya ditempati orang lain semalaman. Dan tanpa izin. Memang Kim Jina itu siapa? Baru mendapat titel ‘Nona Rumah’ satu kali, bukan berarti lagaknya bisa selayak Jane Fletcher yang mampu menunjukkan kualifikasi atas kepemilikannya.

“Rutledge―”

“Kau pantas.” Usai menyela dengan penuturan demikian, pria itu bangkit.

Taehyung Rutledge tetap masihlah teka-teki. Jasnya yang merah kemudian dilepas, dilempar dan terjun di sofa santai samping rak buku mini. Satu fasilitas itu yang tidak ada di kamar milik Anne; buku-buku.

Kaki Jina yang telanjang kini mengejar. Taehyung berdiri membuka lemari pakaian, dan punggungnya yang kuat terpampang. Ia sisakan dua langkah di belakang pria tersebut, tanpa menyentuh. Taehyung meresponsnya dengan berbalik, wajah tampak tidak berubah, baik lebih atau mengurangi kadar garang. Di tangan ada satu kemeja dan satu setel pakaian lain dan ia melewati Jina untuk menaruhnya ke ranjang. Dari sana pria itu baru berbicara lagi,

“Sebaiknya kau ikut aku mandi.”

Tidak ada perizinan menolak, punggungnya di dorong sampai mereka benar-benar memasuki kamar mandi. Taehyung mematikan keran yang entah kapan sudah dinyalakan untuk mengisi bak. Pria itu melepas pakaian tanpa pamrih. Dan haruskah ia mengikuti, bertelanjang lagi? Jina ingat waktu pertama kali memanfaatkan fasilitas kepemilikan Taehyung, mereka berendam bersama hingga hampir saja akan bercinta―ralat, seks lebih spesifik.

“Jangan marah padaku!”

Kim Jina mulai menyadari, Taehyung Rutledge yang lebih pendiam mengesankan sebuah kemarahan. Dari yang sudah-sudah pria tersebut memang gampang marah. Lumrah untuk Jina cepat menyimpulkan kemarahan itu unjuk untuknya. Kelancangan, seperti sesuatu yang tidak Rutledge sukai. Dan Jina telah memancingnya tanpa sengaja. Jika saja semalam ia cepat-cepat keluar dari kamar ini. Namun sayang sekali ia merasa jauh terlena dengan perhatian pria tersebut yang masih terasa fana.

Tubuh Rutledge telah setengah tenggelam. Wewangian mandi sudah dituang hingga baunya tercium khas seperti pria itu biasanya. Sorot mata kini terangkat menatap Jina masih di tempat semula tanpa perubahan, bahkan gaun utuh di tubuh. Dan yang membuat Rutledge memicing, tatapan Jina tampak menyala kejam.

“Tidak ada alasan untuk itu.”

Tidak lekas menjawab, dan tanpa melepas lebih dahulu gaun tidurnya, Jina turut masuk ke dalam bath up. Duduk di antara kaki Taehyung yang renggang, dan kemudian dapati dekapan dari belakang. Napas pria tersebut hangat ketika dagu disentuhkan ke bahu kanannya. “Mau tetap memakai baju?”

𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭Where stories live. Discover now