CHAPTER 6

164 21 7
                                    

Api kemarahan Taehyung Rutledge telah berkobar-kobar. Namun apa salah bila Jina turut meluap-luap? Pria itu tidak pantas mendapat penghakiman apalagi pertentangan. Ketika Jina kembali merasa begitu kerdil, Taehyung menghampiri berikut melemparkan satu jenis senjata api kecil di atas meja dan meluncur berhenti persis di hadapannya.

Mendapati senjata itu telah dikeluarkan dari sisi persembunyian Rutledge selama beberapa hari, tidak langsung digunakan untuk membidik tokoh perusak rencananya ini, Jina spontanitas tegap serta-merta gugup kentara. Mata di sana penuh otoritas. Dan ia telah begitu gemetar membalas.

“Kau bisa menggunakannya.” Begitu yang dikatakan Rutledge sehingga ia bisa mencerna kondisi untuk menetralkan kewarasan beserta isi kepala.

Jina berdeham, ludahnya sedikit paksa ditelan. Berusaha berlakon lebih normal, meniru gaya asli Jane ketika dulu pernah diamatinya. Kaki telah tersilang menunjukkan gelagat santai, kendati aslinya jauh daripada itu. Karena alasan terbesar Jina ada pada ketidaksanggupan menatap lebih lama legam yang tersorot tampak kejam di sana, ia memilih memusatkan pandang pada revolver di atas meja. Meskipun tidak yakin suara akan terdengar normal, Jina tetap berbicara, “Oh Tuan, apa kau tengah lupa bila bahkan setengah dari umurku, tangan ini hanya biasa memegang alat-alat kebersihan dan para kawanannya?”

“Itu jika kau ingin menyerah dan kemudian mati sebagai Jane Fletcher.”

Demi jagat raya yang kini serasa hanya terisi oleh Jane Fletcher. Fakta bila, permainan dunia Jina telah berubah menjadi, ‘do or die’. Selamat dari kematian pertama seperti menerima mukjizat, kendati tidak sepenuhnya menguntungkan.

“Seperti mustahil kau memercayaiku memiliki itu, Rutledge.” Dan jika saja kematian Taehyung Rutledge sebagai tujuan mengakhiri permainan, sayangnya ada Jane Fletcher di garis finis.

“Bukankah kau tidak mengharapkan keraguanku kembali? Jina sayang, permainan ini terpusat pada aturan ‘membunuh atau dibunuh’.”

“Dan bagaimana bila aku justru berpaling di kemudian?” Ia sendiri tidak yakin. Baru beberapa waktu lalu mengomentari mengenai keraguan dalam isi kepala pria itu, tetapi menerima perubahan secara spontan seperti kurang meyakinkan. Tidak mau menerima keraguan kembali suatu nanti, sehingga Jina sedikit berspekulasi bahwa Taehyung hanya pura-pura menaruhkan kepercayaan.

“Maka kau hanya membuang-buang peluru berhargamu, Sayang.”

“Kau tidak akan membunuhku lebih dulu karena meragukan?”

“Kita masih memiliki banyak waktu untuk saling mengenal,” sedikit seringai timbul. “luar dan dalam,” lanjutnya.

Berdeham sebelum lebih serius lagi, Taehyung yang semula masih bertahan berdiri mendudukkan diri di kursi samping, dengan bentuk lebih panjang ketimbang tempat duduk Jina. Ia membenarkan setelan, memutar jam tangan yang padahal pun sudah dalam posisi tepat. Kemudian mengambil kembali revolver, untuk dimainkan bagian pengisi pelurunya. Taehyung Rutledge mengejutkan perempuan dalam usahanya terkesan biasa menjadi terjungkit terkejut ketika ujung laras yang pendek diarahkan seperti hendak membidik.

Lalu kalimat baru meluncur sebagai ancaman yang serius, “Maka aku akan dengan mudah mengenali pengkhianatan.”

Ketika Jina menggigit bibir karena gugup, Taehyung menurunkan kembali senjata api dan melemparnya lagi ke meja. Perempuan itu menjadi berlipat menarik untuk digenggam. Apa Kim Jina tidak merasa konyol dengan tingkahnya yang sok berani? Pada awalnya, Taehyung tidak menyadari lakon itu hanya permainan. Sebagai pertahanan diri. Sekarang setelah dilihat perempuan itu bukan sebagai Jane, baru ia melihat sisi meriah untuk turut serta bergabung. Mendominasi. Taehyung Rutledge senang bila orang-orang merasakan takut.

𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭Where stories live. Discover now