CHAPTER 4

162 28 62
                                    

Ketenangan yang diperoleh dari semalam telah lenyap. Ia kira Taehyung Rutledge membutuhkan waktu lebih banyak untuk pekerjaannya. Sehingga, Jina bisa merasa seperti tuan putri baru dengan fasilitas kemewahan yang pria itu tinggal.

Taehyung hanya menyuruhnya untuk tidak pergi.

“Kau mengubah warna rambutmu.” Ia hampir-hampir tenggelam sebab tak sadari pintu kamar mandi telah dibuka dan tahu-tahu saja pria itu muncul di balik punggung. Gelagapan dalam kondisi telanjang, meraih handuk sama dengan mengumbar tubuh terlebih dahulu. Beruntung busa sabun masih menyamarkan.

Taehyung berjongkok di samping ketika posisi Jina diputar dan mereka bisa leluasa bertatapan. Ia yakin pria tersebut mampu melihat bayang-bayangnya dari air keruh di bak. Apalagi ketika suara itu tadi didengarnya, kaki masih berada di sandaran dan setengah paha terekspos.

Ekspresi di sana seperti pejantan liar. Satu tangan Taehyung memasuki air kendati tidak menyentuh pada tubuh di dalamnya.

“Kenapa kau pulang?”

“Pertanyaan bodoh. Ini rumahku, Nona. Tentu saja aku akan pulang, di saat ada seorang wanita menggairahkan berendam di dalam bak mandiku, itu bukan sesuatu yang patut ditinggalkan.”

Pernyataan kotor tersebut diberi tatapan marah. Jina mengetatkan tubuh hingga dua lututnya timbul sedikit seperti pulau. Kendati percuma saja, Taehyung Rutledge akan selalu bisa secara mudah menyentuh. Walau tangannya masih bermain air seolah asyik sendiri.

“Kau pergi semalaman. Jadi aku pikir ....”

“Kau pikir bisa memanfaatkan fasilitas di sini seperti nona rumah?” Jina ingin mengabaikan realitas dari sindiran itu. Namun Taehyung kembali menambahkan, “aku hanya penasaran, kau memang bukan Jane Fletcher, tetapi perilakumu menunjukkan lain. Well, bisa sih kuanggap ini karenamu yang melulu memberi pelayanan dan bukan yang diberi. Kau bahkan belum memberiku apa-apa Nona, alasan untuk membuatmu menjadi pantas menghamburkan uangku lebih banyak lagi.”

Tersinggung, tentu saja. Tangan Taehyung mulai aksi dengan menyentuh satu kaki di dalam air. Tatapannya tidak marah seperti hendak membunuh, hanya menuntut barangkali untuk fasilitas yang telah Jina pakai tanpa izin. Padahal pun Jina hanya memanggil seorang penata rambut, dan karena butuh sarapan ia memutuskan memesan jasa layanan. Pembayaran akan otomatis masuk ke tagihan pria itu memang.

“Aku tidak memintamu mengoperasi wajahku. Dan kau menculik lalu menyekapku di sini.”

“Seorang penyekap tidak memberi layanan kamar mandi untuk berendam santai, ataupun ranjang tidur yang empuk itu.” Apa Jina akan kalah lagi? “Kurasa, aku juga perlu mandi,” lanjutnya di luar konteks obrolan sebelum.

Sanggup membuat Jina terperanjat, ketika pria itu lantas berdiri membuka tiap kancing kemejanya sembari menatap ia yang terbisu ulah realitas dari kalimat tadi. Taehyung turut melepas celana bahan hingga hanya sisakan dalaman, dan Jina cepat-cepat menyingkirkan tatap dari paha kekar di sana.

“Mengapa memejam begitu?” Saat merasa bak semakin sempit, lalu kakinya temui sentuhan sama kaki, barulah mata membuka. “Berputarlah, dan bersandar padaku.” Jina belum sempat menjawab atau bahkan memprotes, tubuh disentuh dan tangan itu membantunya untuk memosisikan diri membelakangi sehingga punggung menyentuh dada yang tak berpakaian.

Satu tangan Taehyung terbelit di dadanya, dan yang lain memainkan rambut berwarna baru itu, sebab panjang membuatnya menjadi setengah basah turut terendam. Sentuhan jemari di dadanya yang menegang terasa lembut. Lengan Taehyung berurat dan menonjol panjang-panjang menjadi atensi.

“Kau belum menjawabku,” katanya, “mengubah warna rambut.”

“Itu bukan pertanyaan.”

Tawanya khas sekali di sebelah rungu Jina yang mendadak sensitif. “Ada alasan khusus?” Karena sejujurnya, Taehyung menyukai warna rambut seperti perak ini, dan cocok sekali membelai kulitnya yang sedikit kecokelatan.

𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭Where stories live. Discover now