CHAPTER 5

146 21 49
                                    

Ini memalukan. Bekerja kurang lebih lima tahun untuk Jane, dan semenjak kecil telah ikut diboyong Mama mengurus keluarga Kim Jungkook, belum membuatnya menjadi kebal. Kehidupan Jungkook serta Jane memang gelap, tetapi kurang daripada Rutledge yang seperti psikopat kelas berat. Jari terpotong itu memang nyata, dan ia yang pingsan pun bukan kepura-puraan.

“Aku pikir kau pergi.” Penuturan Jina membuat kegiatan Taehyung terhenti.

Sebelum sampai di tempat sekarang, Jina beranikan melewati tangga yang keberadaannya di balik tembok. Bila tadi tidak berjalan lebih jauh setelah memeriksa diam-diam kamar lain, sebagai milik Taehyung yang kosong. Ia akan melewatkan kesempatan untuk menyaksikan penayangan langsung ketika Taehyung Rutledge tengah menanggalkan pakaian, keseluruhan. Kulitnya rata berwarna tan. Rambut keemasan seperti mahkota tersorot lampu biru. Kolam tampak keruh kendati bersih, siap menyambut sosok gagah tersebut terjun masuk menenggelamkan diri.

Ia beranikan menunjukkan kehadiran setelah Taehyung beberapa kali berenang bolak-balik. Entah mendapat dorongan dari mana; karena demi Tuhan, Ahn Taehyung Rutledge jelas-jelas tak berkain secuil pun di kedalaman air itu. Apa yang Jina pikirkan? Namun terlanjur sudah pria itu menatap, sedangkan kaki Jina berpijak hati-hati dipinggir kolam. Persis di depan pakaian yang tertumpuk di atas meja kecil.

Taehyung tampak riang, dan diamnya saja di sana membuat Jina tidak lebih khawatir. Membayangkan tubuh itu mendekat lalu menunjukkan wujud keseluruhan persis di hadapan, napasnya tersendat serta jantung berdetak memburu. Pipi terasa memanas, beruntung rona tersamar gelap―gelap bukan dari malam, tetapi ruangan yang tertutup serta lampu-lampu minim―dan Taehyung Rutledge tak kan melihatnya.

“Tentu menunggu Nona Rumah menjadi alasannya. Kau lama sekali terlelap.”

Panggilan ‘Nona Rumah’ tidak serta-merta membuat Jina kelimpahan perasaan senang. Itu terdengar seperti sindiran halus. Akan tetapi, diingatkan pada alasan ia jatuh pingsan, Jina menjadi spontan kembali tertuju untuk tujuan awal mencari pria ini. Tentu saja menyelesaikan obrolan mereka sebelum kesadarannya mendadak lenyap.

“Kau belum memberitahuku tujuanmu memperlihatkan potongan jari itu.”

“Beserta cincinnya yang mahal. Jangan lupakan itu, Sayang,” Taehyung menyahut, sembari satu tangan digunakan menyibak rambut yang basah. Badannya setengah timbul seperti naik-turun di tengah gelombang kecil air kolam.

Oh astaga, bila terus diingatkan lagi pada apa yang dilihatnya, Jina takut akan kembali pingsan. “Persetan. Apa maksudnya itu?” Tanpa sadar kaki telah maju beberapa langkah dan buat ketelanjangan di bawah sana menyentuh air yang penuhi kolam sampai setara dengan lantai.

Jina melotot sewaktu pria itu hendak mendekati, tetapi urung setelah maju beberapa langkah saja. Bayang-bayang tubuh di dalam air segera ia hindari. Senyum yang jemawa kendati tampak menawan muncul diselingi siul menggoda.

“Santai saja dulu. Tolong ambilkan rokokku.” Sembari mengawasi pergerakan Taehyung, kendati tetap dalam diam di sana. Jina menemukan satu bungkus rokok beserta pematik di atas meja sebelah tumpukan pakaian. Ia bersiap untuk melemparnya, tetapi tidak yakin akan sampai dalam tangkapan yang pas. Namun Taehyung belum mendekat dan Jina tidak menginginkan hal itu juga.

Hendak nekat melempar, Taehyung justru berenang mendekat hingga kepala menyembul persis di depan kaki Jina. Senyumnya tampak lebih licik terpatri. Seolah paham petunjuk, ia buka bungkus dan mengeluarkannya sebatang. Taehyung menyodorkan bibir dan menggigit ujung rokok ketika Jina memberikannya. Namun tangan pria tersebut tetap tenang di air, masih menunggu Jina untuk turut menyalakan korek. Ketika api didekatkan, tangannya justru ditarik buat tubuh terjun ke air. Kepala menyembul setelah tenggelam. Tawa di depannya seperti ejekan puas. Gaun yang dipakai mengembang naik lalu secepatnya diturun-turunkan.

𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭Where stories live. Discover now