CHAPTER 12 [M]

322 21 28
                                    

“Kekasihmu?”

“Lebih dari itu.”

Sedikit Jina mengecilkan suara lagi, “Istrimu?” Dan tanpa tunjukkan kentara rasa enggan dengan beri sentuh subtil di area dada, sehingga mata turut serta dipusatkan di sana. Jika tebakan kali ini benar, apa yang akan terjadi? Ia belum ingin sekadar membayangkannya. Mengapa Jina tidak memungkinkannya dari awal? Taehyung Rutledge bisa jadi sudah beristri. Itu sebab lelaki tersebut seperti orang gila yang terobsesi terhadap Jane Fletcher. Membuat Jina berpikir, pria itu memang mengharapkan Jane untuk sebuah relasi romansa.

Tangan Taehyung yang membelai surai terhenti. Hal demikian membuat Jina semakin keberatan untuk mengangkat wajah. Pria itu lalu bergerak. Tubuh telanjang mereka yang menempel di balik selimut saling menggesek. Tiada perubahan posisi yang jauh, saling menjauh. Kedekatan justru telah seperti jarak itu sendiri. Setitik rasa menyesal dalam benak, ia bisa saja menjadi jurang pemisah di antara ikatan suci pernikahan. Namun kemudian, raut kebingungan timbul begitu tawa kecil di atas kepalanya menggelegak. Memunculkan kelucuan kendati sama sekali tiada guyonan yang pas.

“Sebentar kau membuatku merasa seperti selingkuhan.” Setelah penuturan Jina tersebut, Taehyung secara lembut membawa padangan perempuan itu ke atas, untuk bertatapan.

Tampak bibir Jina mengerut kesal. Bagaimana bila ia mengakui asumsi itu? Akan seperti apa tindakan perempuan tersebut? Bergegas bangkit dan menunjukkan ketelanjangannya? Namun bagaimana bila reaksi justru di luar dugaan? Secara cepat Rutledge menepis gambaran di kepala.

“Menurutmu aku sudah pantas beristri?” Sekalipun, Taehyung Rutledge belum pernah menanyakan hal demikian kepada siapa pun. Akan tetapi, dari mana standar kepantasan itu dinilai? Kekayaan, Taehyung memilikinya bahkan di dua negara sekaligus. Ia lahir dan tumbuh di Washington, Amerika. Sebagian bisnis dari warisannya berkembang di sana. Perdagangan gelap. Budak, wanita, dan pengoperasian rumah sakit atas nama ibunya sebagai jalur pemasaran organ manusia.

“Bagaimana aku bisa mengukurnya?”

“Entah. Pandangan perempuan suka sekali berbeda, barangkali umur?”

“Kalau begitu, berapa umurmu sekarang, Rutledge?”

Ia melihat Jina begitu ingin tahu. “Tidak bisa menebaknya?”

“Orang kaya selalu sulit ditebak.”

Mata Rutledge yang terbiasa tajam kini menyipit, dan Jina sudah sangat menunggu jawaban. “Tiga puluh lima.”

Jina tidak lekas bereaksi, bahkan mata menuju tetap tenang di sana. Berikutnya tidak bisa ditebak pergerakan dari jemari kecil yang disusurkan ke rahang Taehyung terasa lembut. Ia tahu sentuhan itu tengah menilai sesuai penuturan yang keluar kemudian. “Tampak sepuluh tahun lebih muda.”

“Belum pantas beristri?” Pertanyaan Taehyung disertai godaan yang membuat keduanya saling tertawa.

“Seharusnya aku menginterogasimu lebih cepat. Seperti yang kau lakukan padaku, Rutledge.”

“Sayang sekali, bukan?”

Jina merasa seratus kali lebih rileks dan baik-baik saja, selama sudah berhari-hari―dalam kondisi sadar―berada satu tempat bersama Taehyung Rutledge. Pria itu seperti tengah menunjukkan sisi keduanya. Kendati tetap, intimidasi tidak pernah ditinggalkan, seolah itulah ciri khasnya. Tidak rela Taehyung melepas ciuman kemudian. Bibir Jina getar masih mendamba. Ia lihat kebiasaan Rutledge yang ditemui sejak pertama mengamati pria itu dengan leluasa, sebuah jilatan di bibir.

Ia sadar kendati geram, sebab Taehyung kentara mengulur-ulur dari satu pertanyaan yang bisa saja lebih cepat diberi jawaban. Namun Jina telah banyak tahu bila Rutledge senang bermain-main. Bagi pria itu pasti menyenangkan membuatnya banyak berasumsi. Hingga jumpa dititik segala dugaan ternyata salah. Siapa pemilik kamar ini? Perempuan pemberi kalung harimau yang sekarang telah seperti simbol seorang Taehyung Rutledge, perempuan yang rambutnya dipuji keindahannya.

𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭Where stories live. Discover now