15 - Sebuah Kabar

440 11 0
                                    

jangan lupa vote comment!!😠

• • • • •

MATA pelajaran Sejarah menjadi penutup jam terakhir pembelajaran di kelas 11 IPS 1. Banyak siswa-siswi yang langsung meninggalkan kelas bergegas untuk segera pulang. Termasuk Kirana, yang kini tengah membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.

Setelah dirasa sudah beres dan tidak ada barang yang tertinggal, Kirana segera keluar dari kelas untuk menuju halte dekat sekolah. Sudah lebih dari sepuluh menit ia diam di depan sekolah, menunggu angkot untuk pulang.

Tak lama angkot itu datang. Kirana menarik napas lega setelah berada di dalam angkot. Ia terlalu lemah untuk berjalan kaki, meski jarak antara sekolah sampai rumahnya tidak terlalu jauh.

• • • • •

Sesampainya di rumah, Kirana segera melepas sepatunya. Ia hendak menangis di kamar, namun air matanya sudah keluar sebelum ia tiba di kamar.

Bi Mirna yang melihat keadaan Kirana langsung bergegas menghampirinya. Raut cemas dan khawatir begitu kentara di wajah wanita paruh baya itu.

"Astaghfirullah, Mbak Kiran. Mbak kenapa? Kenapa bisa kayak gini?"

Kirana menunduk, dilihatnya Bi Mirna mengamati lututnya yang terlihat sedikit membiru dan bengkak.

"Aku gak apa-apa kok, Bi. Tadi cuma kesandung tali sepatu."

"Luka sedikit gimana, Mbak? Sampai bengkak gitu!" Bi Mirna lalu berjongkok sambil mengelus pelan lutut Kirana.

"Awsshh," Kirana meringis saat Bi Mirna menekan bagian lutut kakinya.

"Mending mbak istirahat dulu di kamar. Sini, biar Bibi antar," ajak Bi Mirna.

"Gak usah, Bi. Makasih, aku masih bisa sendiri," tolak Kirana.

"Ya sudah, kalau Mbak Kiran butuh apa-apa, bisa panggil Bibi. Saya ambilkan kompresan dulu," ucap Bi Mirna kemudian berlalu pergi ke dapur.

Kirana pun berjalan menuju kamarnya yang berada dilantai dua.

Di dalam kamarnya, Kirana duduk di lantai, bersandar di kasur dan melipat lututnya serta menenggelamkan wajahnya di sana.

Pikirannya melayang-layang, mencoba untuk mengalihkan perasaannya dari peristiwa di sekolah yang baru saja dialaminya. Ia berharap dapat menemukan kenyamanan di dalam kamarnya yang tenang ini.

Hari-harinya begitu berat, ia tidak menyangka kalau patah hati itu akan sesakit ini.

"Mama... kenapa mencintai orang sesakit ini? Orang-orang bilang, cinta itu indah. Tapi kenapa Ran gak pernah bahagia, kenapa Ran harus merasakan ini?"

Kirana menangis tersedu-sedu seraya memeluk dirinya sendiri dengan erat untuk meluapkan rasa sesak dalam hatinya.

Kemudian ia mengambil sebuah bingkai foto dari laci nakas dekat kasur. Bingkai foto itu memperlihatkan seorang gadis cantik dengan kedua orang tuanya.

"Mama sama Papa kapan pulang... Ran kangen sama kalian," ucap Kirana sambil memandang foto itu dengan sendu. Diusapnya dengan lima jari, kemudian mendekap bingkai foto itu dengan erat.

Kirana mengambil handphone-nya, ia menghubungi nomor Mamanya. Namun tetap sama, panggilannya tidak pernah diangkat.

"Kenapa Mama sama Papa ninggalin Ran kayak gini... Mama sama Papa di mana... kenapa gak pulang? Jahat!! Semua orang jahat!!"

Kirana menangis sekeras-kerasnya. Hingga sebuah pesan dari Fany —sahabatnya— membuat Kirana nyaris pingsan.

Fany:
Ran, lo lihat berita sekarang. Gedung perusahaan NT kebakaran. Itu bukannya tempat orang tua lo kerja??
read.

MY CHILDISH GIRL (ON GOING)Where stories live. Discover now