3] Sang Bidadari

22.9K 1.9K 373
                                    

Selamat menikmati PB 2 ya ... maaf kalo nanti bakalan ketemu sama typo dan sampah yang bertebaran ...  maklumin soalnya gak pake editing dulu

Jangan lupa sama vote and komen yaaa.

Selamat membaca, love u gaeys 😘

Padmawangi menatap nanar pada lelaki yang berbaring di atas ranjang.

Meski menatap sayu tapi ketajaman khas mata hewan pemburu yang muncul dari iris hitam dengan retina kuning kehijauan yang dihias taburan pembuluh kehitaman itu tak dapat menyembunyikan kesan ganas dan mengancam. 

Hanya dengan itu saja Padmawangi langsung ingat kapan terakhir kali melihat lelaki itu.

Yang jelas saat itu anggota tubuh bagian bawah laki-laki itu berupa … Padmawangi bergidik sambil mengalihkan tatapan pada apa yang dulu dingatnya sebagai tubuh buaya.

Tapi dia terperangah saat menemukan kenyataan tidak ada ekor, sisik maupun cakar tajam seperti yang dilihatnya tempo hari.

Tubuh pria itu sepenuhnya sangat manusiawi … dengan kaki panjang yang terbungkus jeans warna gelap.
Seringai di bibir lelaki itu makin menjadi mendapati Padmawangi terlihat sedang memindai tubuhnya dengan seksama.

“Wah … kukira kau lebih suka penampilanku yang baru Jelita, tapi kenapa ekspresi diwajahmu malah terlihat aneh?”

“Kamu! Siapa, kamu?” sergah Padmawangi begitu bisa menguasai dirinya. “Kenapa kamu terlihat seperti manusia sekarang?”

“Ah … begitulah sifat manusia, hanya ingin dimengerti tanpa mau repot-repot mengerti pada mahkluk lainnya.” Keluh Banyu datar.

“Siapa kau!” kali ini suaranya yang meninggi menegaskan jika Padmawangi sedang tidak ingin mendengar omong kosong apapun, bahkan dari mahkluk yang tampak kejam dan penuh kuasa dihadapannya.

“Bunian … apa kau pernah mendengar mitos  tentang itu?”

Padma mengangkat tatapannya dari kaki Banyu langsung ke matanya. Banyu menahan nafas sejenak kemudian menelan ludah karena merasa tidak nyaman dengan fakta wanita dihadapannya sepertinya tidak benar-benar merasa terintimidasi padanya.

Kalau dirinya ingat lagi bahkan gadis itu juga sejak awal pertemuan sudah berani menentang tatap bahkan tersenyum mencibir saat melihat kebingungannya.

“Kamu bunian?” pertanyaan itu nyaris terdengar seperti tuduhan. “Siluman buaya putih kan?”

Banyu menggedik pelan seraya kembali menjatuhkan punggungnya ke atas kasur, “senang sekali tahu diriku rupanya masih sangat dikenal oleh manusia.” Banyu kembali berguling miring, hingga punggungnya yang telanjang menghadap tepat kearah Padmawangi, memamerkan otot-otot padat yang menghias di sana.

“Lalu kenapa kau menculikku ke sini?”

“Aku tidak menculikmu Jelita,” suara Banyu membaur dengan kuap kelelahan. “Kau yang datang sendiri ke sini.”

“Itu tidak mungkin!” ketus Padmawangi cepat. “Seharusnya aku … aku … masih di rumah sakit,” ingatannya yang pulih membuatnya mencoba memeriksa tubuhnya sendiri, Padma bahkan mencubit bagian dalam lengannya keras-keras untuk membuktikan jika bukan hanya sukmanya yang berada di dalam ‘sarang’ milik sang raja buaya.

Rasa sakit yang tajam membuatnya meringis, saat dia menatap bekas merah yang tertinggal di lengan Padmawangi bahkan sempat mengeluhkannya. “Bisa kau jelaskan ini padaku …” tuntutnya pada Banyu.

“Aku tidak mengerti bagamana ini bisa terjadi?’

“Kau menelan mustika milikku.”

Padmawangi terperangah mendengarnya. “Mustika … mustika ap,” ingatan lain yang muncul belakangan membuatnya tersadar akan kenyataan … mahkluk jejadian yang sedang berbaring memunggunginya itu rupanya tidak berbohong.

Pengantin BunianWhere stories live. Discover now