Dari Bayangan Hutan (7)

7.8K 1.3K 1K
                                    

Siapa dong yang masih kepo sama Abang Dewa!?

Ada nggak sih yang kepo sama reaksi Kana bakal gimana di part kali ini?

Kalo iyeess jangan lupa kasih dukungannya ya buat cerita ini  biar gak di cut ditengah jalan 😁😁

Love u 😘😘😘

Kegelapan yang membungkus dilapisi sensasi dingin  yang merasuki tiap inci kulitku.

Perlahan tapi pasti, aku seakan bisa merasakan aliran darah yang membeku bersamaan dengan rasa sakit yang menghujam jantung.    

Dalam kegelapan dan rasa sakit itu juga aku bisa melihat perang yang sama seperti yang umat manusia hadapi hari ini.

Perang melawan hawa nafsu untuk berkuasa diatas segalanya tanpa memikirkan seberapa banyak hal itu merusak alam.

Jauh sebelum hari ini … beratus-ratus tahun yang lalu, politik pernikahan dipakai beberapa raja untuk membungkus nafsu menguasai selat malaka dan kekayaan pesisir timur sumatera.

Paksaan terhadap seorang puteri nan jelita yang menjadi awal kehancuran sebuah kerajaan dan ending tragis untuk ketiga pewarisnya yang sah. 

Sang puteri meski selamat harus melarikan diri jauh ke negeri seberang.

Sementara kedua saudara laki-lakinya masing-masing mengorbankan diri untuk melindungi kerajaan dengan menggunakan kesaktian yang mereka miliki.

Pengorbanan yang merenggut hak masing-masing  hingga tidak lagi bisa hidup sebagai manusia.

Tiga anak manusia dari garis keturunan yang sama mesti terpisah dalam wujud berbeda.

Harimau. Naga. Dan manusia yang memiliki kemampuan istimewa untuk melihat keduanya. 

Dan aku … berdasarkan garis keturunan, terlahir sebagai yang terakhir.

-----

Saat mataku terbuka hal pertama yang aku lihat adalah bulan purnama di balik jendela .

Terlihat semakin jauh, sesekali bahkan tertutupi bayangan rindang pepohonan hingga setelah lama mengamati aku baru sadar kalau kapal sedang berlayar di arus yang tenang.

“Sudah bangun?” suara berat dan dalam milik Bang Dewa mengusik keterpakuanku pada bayangan bulan di luar.

Aku menoleh dan melihatnya berdiri diambang pintu kamar sebelum melangkah mendekat ke tempat aku berbaring.

“Bang,” dengan suara tercekat aku memanggil, kemudian berusaha untuk bangun meski setiap inci bagian tubuhku rasanya bagai remuk.

“Aku pingsan ya?”

Garis tipis senyum membentuk di bibirnya yang liat, “hal normal bagi manusia yang bertemu dengan naga.”

Untuk beberapa lama aku hanya bisa terdiam.

“Naga!?” ulangku.

Bang Dewa menghela nafas panjang. “Naga Birendra, sang penjaga Malaka, aku yakin kamu lebih tahu dia siapa.”

Aku menelan ludah susah payah.
Terlahir sebagai keluarga Pradipta—meski berkarir di bidang yang jauh dari apa yang menjadi bakat keluarga—tidak serta merta menghilangkan kemampuan dasar yang mencari ciri khas kami.

Dibanding yang lain kemampuan paranormalku jelas jauh di bawah rata-rata.

“Bagaimana Abang tahu kalau aku,”

“Paranormal dengan kemampuan paragnostik rendah.”

“Kurang berkembang,” ralatku seraya memelototinya tak suka.

Pengantin BunianWhere stories live. Discover now