Dari Bayangan Hutan (9)

7.3K 1.2K 736
                                    

Bersiaplah menuju part interview with bunian yaaak 😊😊

Part selanjutnya bakalan membuka rahasia besar kelahiran Terang alias Tengku Raja. So, kalo nggak mau itu di skip silahkan perjuangkan vote dan komennya 🤣🤣🤣 😘😘😘

Parimala dalam bahasa Sanskrit artinya aroma.

Dan itulah sensasi yang kurasa begitu menginjakkan kaki di sana.

Aroma khas mawar yang lembut menguar dari lantai batu pirus biru berurat emas yang sepertinya melapisi seluruh bagian bawah bangunan.

Sementara pagar titian tangga dihias dengan batu pancawarna yang diatur sehingga membentuk ragam hias tampuk manggis.

Aroma khas cendana tercium dari ornamen awan larat dan lebah bergantung penghias jendela dan di bawah lesplang-tempat cucuran atap.

Mataku mengerjab saat melihat sekumpulan bayangan yang menuruni tangga dari lantai dua. Kelebat kecepatannya yang bagai kilasan cahaya menghentikan keterpukauanku pada istana Parimala.

Dalam sekejab tujuh orang wanita berdiri menyambut kedatangan kami.

Yang terdepan, seorang wanita mengenakan pakaian dari sutra putih dengan bordiran emas lembut yang menghias selendang penutup kepalanya.

Dari penampilan, usianya kelihatan tak jauh dari Bang Dewa, bahkan aku bisa melihat ada kemiripan dari wanita itu dengan laki-laki yang masih menggendongku.

"Tuanku," dia menyapa seraya menjura dihadapan Bang Dewa. Gerakannya diikuti enam wanita lain yang berdiri di dibelakang.

"Incik Kaseh, aku membawa pulang trah Pradipta," Bang Dewa berkata datar.

Wanita itu beralih menatapku dengan sepasang alis yang nyaris tertaut. "Keturunan Sila Pradipta?"

Abang Dewa mengangguk, "dia terluka dan butuh segera diobati."

"Bawa masuk," wanita yang dipanggil Incik Kaseh oleh Bang Dewa memberi tanda dengan tangannya agar kami mengikutinya masuk ke dalam.

Dalam sekejap kami sudah berada di dalam rumah.

"Apa yang terjadi? Bagaimana bisa dia terluka separah itu?" Incik Kaseh bertanya begitu kami sudah masuk ke sebuah ruang yang lebih menyerupai ruang perawatan di fasilitas kesehatan.

"Naga Birendra terlalu antusias saat melihat Kana," Bang Dewa mendudukkan aku di atas meja kayu persegi yang permukaannya berlapis batu pualam putih susu.

"Dasar naga bangkotan, sudah pikun rupanya sampai tak ingat dia siapa!" Incik Kaseh menggerutu seraya menurunkan botol-botolberisi cairan dan serbuk aneka rupa dan warna dari lemari di sisi lain ruangan.

"Sekarang di mana dia? Biar Incik hajar naga nakal itu." Dia menggerutu seraya terus mencampur aduk segala sesuatu ke dalam cawan batu berwarna ungu muda.

"Nanti saja Cik, sekarang lebih baik fokus dulu sama Kana."

"Ya ya ya ..." Incik Kaseh, melangkah mendekat dengan cairan merah dalam cawan.

"Namamu Kana?" tanyanya seraya tersenyum ramah yang langsung aku angguki pelan. "Saye Dayangku Dara Kaseh, Incik nye Temaram."

"Temaram!?"

"Maksud saye Dewa, kau panggil je saye, Incik Kaseh."

"Incik itu artinya Bibi," Bang Dewa menjelaskan. "Incik Kaseh, adik ibuku."

"Oh!"

"Saya Kana," aku tersenyum ragu pada beliau.

"Jadi dia yang dimaksud Sila sebagai penyambung ikatan,"

Pengantin BunianWhere stories live. Discover now