Dari Bayangan Hutan (6)

7.7K 1.1K 697
                                    

Keseruan main di hutan rawa tropis bakal segera di mulai guys. Ditunggu komen dan vote buat Abang Dewa dan Yayang Kana

Selamat menebak-nebak sekiranya apa yang dijumpai Kana di muara sungai Buluhala.

Aku mematut diri di depan kaca sambil tersenyum puas. Outfit yang ku kenakan di dominasi warna gelap kecuali boot karet merah yang dipesankan oleh Bang Dewa untukku.

Rupanya itu bukan boot kebanyakan seperti yang kulihat sering dipakai orang, melainkan boot asal Inggris yang pernah booming jadi barang jastip best seller di Indonesia, saat dipakai Kate Middleton menonton pertandingan polo yayangnya.

Kemarin siang benda itu datang diantar sepasang pemuda-pemudi hampir sebaya denganku yang memperkenalkan diri sebagai Raja dan Jingga, adik dan sepupu Bang Dewa.

Mereka datang hanya tidak hanya untuk mengantar boot tapi juga merusuhi Bang Dewa yang dianggap nggak biasa punya teman wanita.

Tapi selain itu berbicara dengan Raja dan Jingga mengenai masalah sengketa lingkungan hidup jelas membuka wawasanku.

Mengingat selain berkarir di perusahaan keluarga keduanya juga mendirikan dan mendukung beberapa NGO (Non Government Organisation) yang mempelopori restorasi ekosistem dan konservasi kawasan hutan di beberapa titik di pulau sumatera.

“Deforestasi adalah masalah kita semua,” aku ingat saat Raja mengatakan itu dengan ekspresi prihatin yang tidak bisa ditutupi.

“Karenanya makin banyak yang peduli pada permasalahan lingkungan akan lebih baik.”

Dan aku seketika mengerti kalau keluarga mereka bukan tipe orang kaya yang hanya fokus menumpuk materi demi peringkat prestisius sebagai orang terkaya, melainkan benar-benar memiliki visi jauh ke depan dan peduli dengan kelestarian lingkungan.

Mereka kaya dan menunjukkannya pada dunia dengan cara-cara yang elegan.

Aku mengambil dua foto selfie dengan bootku, sebelum melepas lalu menjejalkannya ke dalam tas ransel yang kubawa, sebelum bergegas keluar kamar.

Karena Bang Dewa sudah mengingatkan kalau kami akan langsung berangkat ke Dumai pagi ini, aku memilih untuk ikut sarapan di hotel dan baru turun setelah mendapat panggilan darinya.

Tak banyak yang bisa kami bahas di luar pekerjaan. Hanya saja aku sempat menanyakan tempat dimana kami akan menginap selama di Dumai.

“Ada rumah keluarga  di kota,” Bang Dewa menjelaskan. “Tapi kemungkinan kita akan masuk ke dalam kawasan Sungai Sembilan tak jauh dari muara sungai Buluhala.”

Aku mengangguk pelan. Dari obrolan kemarin, aku tahu kalau keluarga Bang Dewa memiliki terminal khusus yang juga difungsikan sebagai shelter pengawasan terhadap kawasan hutan rawa dan hutan hujan tropis dataran rendah yang memang jadi rumah bagi habitat satwa liar terutama harimau sumatera.

Bukan tanpa alasan Bang Dewa mengajakku ke sana.

Selain karena memiliki kemiripan dari segi eksploitasi lingkungan yang tak terkendali, sengketa antara penduduk asli kawasan senepis buluhala dengan warga pro pembalakan hutan dan perusahaan pemegang IUPHHK  dan HGU yang diselesaikan secara jalur non litigasi maupun litigasi nyatanya tidak efektif.

Di lapangan, perusakan hutan dan pembakaran lahan gambut untuk membuka lahan baru setiap tahun semakin meningkat.

Setibanya di Dumai, Bang Dewa langsung membawaku mampir ke resto yang sempat direkomendasikan Jingga untuk di sambangi sebelum melanjutkan perjalanan menuju shelter Buluhala.

Pengantin BunianWhere stories live. Discover now