BAB 4

148 60 5
                                    

Luke menarik tanganku dengan hentakan keras, memaksaku masuk kebangku penumpang didepan. Ia lalu melajukan mobilnya dengan sangat kencang hingga terdengar bunyi decitan karena benturan aspal yang licin dengan ban mobilnya yang membelok tajam. Beruntung paparazzi kali ini cukup lengah, terlambat menyadari keberadaannya yang tadi bersitegang dengan Harry di Kaffe. Aku menatap ke spion belakang, mengamati para pemburu berita yang tengah berlarian saat melihat mobil Luke berlalu kabur.

"kita mau kemana?"

Ia tak menjawab, bibirnya mengatup rapat dengan pandangan tajam lurus kejalanan. Emosinya sangat sulit terkontrol jika sudah marah seperti ini, satu satunya cara menghadapinya adalah diam. Tapi aku keburu tak sabaran dengan suasana yang dingin seperti ini.

Aku memandang keluar jendela untuk menyamarkan ketidaknyamananku dengan suasana tegang ini. beberapa kali kakiku mengubah posisi, menyamarkan kepanikanku. sementara Luke masih membisu. aku melirik dari balik bulu mata dan melihatnya beberapa kali menarik napas panjang.

"Luke...."

"jangan sekarang."

lantas aku langsung mengerut ditempat dudukku. baiklah aku tak akan mencobanya lagi. Mungkin tunggu beberapa jam lagi, maka dia akan kembali tenang. mataku melayang pada kaca mobil yang tiba tiba berembun dan membentuk pola rintikan air yang turun dari atas awan. November ini cuaca sangat buruk, aku mengamati awan diluar yang sangat gelap. sementara itu titik titik air hujan dikaca mobil mulai deras.

Tiba tiba saja sebuah deringan telpon memecah keheningan, aku menoleh kearah suaranya dan menemukan handphone Luke yang bergetar diatas dasbor. aku melihat nama 'adam' dilayar panggilannya. Sial aku baru ingat, jika dia disini bersamaku sekarang berarti ia sunggu sungguh tak pergi ke interview bandnya.

Aku mengulurkan tangan untuk meraih ponsel nya, tapi tangan Luke langsung menahannya.

"jangan diangkat."

"kau bercanda? mereka pasti sedang kewalahan mencarimu, Luke! kurasa ini sudah keterlaluan, kita harus segera pergi ketempat interview itu sekarang!"

"masalah kita belum selesai"

mataku membalalak tak percaya "apa yang membuatmu begitu marah dan mengabaikan hal penting tentang karirmu?!"

"ini bukan masalah kecil untukku."

"berhenti menjadi kekanak kanakan, Luke!"

"ia mengajakmu pulang ke Inggris, kan?!! jangan berpura pura ini bukan masalah besar, Kate! jangan menutupi dia dariku!"

"aku...."

"fuck! aku bisa saja berbelok sekarang dan menabraknya! dia benar benar berhasil membuatku semakin membencinya!"

"apapun yang ia lakukan tidak akan mengubahku, Luke! Aku sudah bilang untuk berhenti berfikir seolah olah aku akan pergi dan melakukan hal bodoh dengan meninggalkanmu, itu tak akan terjadi, oke?!"

Ia mendesis tajam dan melemparkan setirnya membelok dengan tajam. tubuhku tertolak kesamping. beruntung aku menggunakan seatbel ku.

Deringan ponselnya memecah perdebatan kami. Lagi lagi aku melihat nama Adam dilayar panggilannya. tanganku keburu gatal dan tak bisa menahan diri untuk tetap diam. Dengan gerakan cepat kuraih ponselnya dan mengangkatnya

"hallo..."

"goddamn, Kate! dimana kalian?!" terdengar suara lega sekaligus marah dari balik saluran telpon.

Aku melirik sesaat kearah Luke yang kini menatapku tajam tanpa ampun. Aku tak peduli sekarang, dia sudah begitu keterlaluan mengabaikan kewajibannya di 5sos hanya untuk alasan yang tidak bisa diterima.

STAY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang