BAB 8

138 53 7
                                    

Pagi pagi sekali aku dikejutkan dengan sikap Luke yang terlihat begitu aneh. Ia membangunkanku pukul 6 pagi dimana matahari masih tak terlihat dan bahkan heningnya jalanan diluar masih terasa. Ia memaksaku segera mencuci muka dan berganti baju, sementara ia pergi entah kemana. Aku terus mengerang malas didepan wastafel dan berusaha keras melawan kantuk ku. Biasanya bahkan dialah yang paling susah dibangunkan, dan sekarang dia bersikap begitu bersemangat untuk bangun.

Suasana tegang semalam masih membuatku sedikit hati hati pada Luke, aku khawatir ia kembali sensitif dan membuat hubungan kami semakin buruk. Meski aku cukup kesal karena ia tak mau menceritakan masalah dikepalanya, aku tetap tak ingin menjadi egois dan terus memaksanya. Aku yakin ia memutuskan untuk diam agar aku tidak terbebani, ia selalu berfikir seperti itu.

Sudah ribuan kali kami berdebat karena hal yang sama. Ia selalu menutupi masalah apapun yang menimpanya dariku, sementara aku sebaliknya. Itu membuatku merasa tak adil. Meski pada akhirnya aku selalu menemukan jawaban dari rasa penasaranku dengan mencari tahu sendiri. Ya, selalu begitu. Aku akan selalu menjadi orang yang terlalu ikut campur dan mengorek orek masalahnya. Meski tak suka, aku harus menjadi orang yang seperti itu. Aku tak ingin diam saja saat ia di landa masalah.

Begitupula kali ini, aku yakin terjadi sesuatu padanya hingga ia terlihat begitu frustrasi dan murung. Dan mengingat sikapnya yang berubah drastis setelah pulang dari pertemuannya bersama Adam, membuatku berspekulasi bahwa ini ada hubungannya dengan masalah band ataupun karirnya. Entah apa, aku harus segera mengetahuinya...

Aku tak suka melihatnya muram, terlihat dingin dan meskipun ia berusaha menutupinya aku selalu tau kekosongan itu dimatanya

"kau belum juga bersiap?"

Aku terkesiap kaget saat mendapati Luke berdiri di sebelah pintu wastafel secara tiba tiba. ia telah mengenakan jaket tebal dan celana longgar yang menutupi kedua tumitnya.

"memangnya kita mau kemana?"

"melatih Bailey"

"ha?"

"kau tak mau ikut?"

"mau. tentu saja aku mau" ujarku secara spontan "apa itu artinya kita akan berjalan jalan ditaman?"

"ya."

oh, jelas ini sangat aneh.

Pertama karena ia tak suka pergi berjalan jalan, kedua dia tak suka taman. Ketiga, ia tak pernah suka berjalan jalan ditaman apalagi dengan membawa peliharaan. keempat, kurasa ia juga tak akan merasa nyaman jika berjalan jalan ditempat yang terbuka. Paparazzi akan kegirangan mendapatkan gambarnya pagi ini dengan begitu mudah, belum lagi jika aku bersamanya. Fans fans fanatiknya akan semakin muak denganku.

"ada apa?" Luke membuyarkan lamunanku saat aku tak juga segera bersiap.

"tidak, tidak apa apa. tunggu aku 5 menit, oke?"

"bawa jaketmu." ia bicara sambil berlalu pergi keluar dari kamar.

Aku langsung membasuh muka dan menggosok gigi, merasakan dinginnya air yang seperti sengatan listrik menjalari wajahku. Sambil mengeringkan dengan handuk aku buru buru mengganti kaos panjang dan menutupi seluruh tubuhku dengan jaket serta celana training.

Luke telah menunggu di halaman bersama Bailey yang terus mendengus dengus dikakinya. Ekor nya yang panjang terus bergoyang goyang mengibas kekanan dan kiri.

"ayo..." ajakku bersemangat.

Luke lalu mengeluarkan sebuah tali leash dari saku jaketnya, ia lalu mengaitkannya pada kalung Bailey yang baru kusadari telah melingkar dikedua lehernya. 

STAY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang