BAB 10

143 54 14
                                    

Aku terduduk diam didepan tv untuk waktu yang sangat lama, memandangi acara televisi yang sesungguhnya sama sekali tak kutonton. Pikiranku berkelebat pada hujan diluar sana yang begitu deras dan sekarang telah menunjukan pukul 12 malam, tapi tak ada tanda tanda bahwa Luke akan pulang malam ini. 

Entah berapa lama waktu yang kuhabiskan didepan tv ini hanya untuk diam mematung dengan sekelebat kekhawatiran yang terus membuat pikiranku takut.  Aku benci dengan kenyataan bahwa Luke begitu mencintai dunia malam dan mengabaikan dirinya sendiri. Ia bahkan tak menggunakan alasan yang masuk akal untuk pergi dan itu membuatku berspekulasi yang tidak tidak. 

Ia bahkan sengaja mematikan ponselnya dan itu membuatku semakin khawatir. 

Aku tidak pernah keberatan jika ia selalu menghabiskan waktu dengan teman temannya di pub untuk bersenang senang. Itu adalah kebiasaan hidupnya yang tak pernah bisa kuhalangi dan kenyataan yang tak terbantahkan bahwa ia bukanlah orang yang akan menuruti perintah siapapun. Meski kenyataannya aku akan marah, tapi aku tak pernah benar benar melarangnya. Namun kali ini perasaanku mengatakan hal yang berbeda, aku ingin menariknya pulang. aku ingin menyusulnya dan mengatakan bahwa ia tak boleh lagi seperti ini. aku benci harus melihatnya pergi dan pulang sesuka hatinya sementara aku hanya berdiam diri dirumah dengan perasaan was was menunggunya pulang tanpa terseret masalah. 

Ia bisa sangat berjuang setengah mati untuk bandnya tapi dalam waktu yg bersamaan ia juga tak pernah peduli dengan semua hal yang bisa menjatuhkan karir dan bandnya. Aku bahkan cukup lelah untuk mengingat berapa banyak masalah yang ia timbulkan hingga namanya harus terseret dalam rumor besar diluar sana. 

Aku berusaha mengendalikan emosi yang berkecamuk dan menunggu untuk berapa lama aku bs bertahan dengan hanya diam duduk gelisah, menahan diri untuk tidak mencaritahu dimana ia sekarang. Luke tak pernah suka aku mencampuri urusannya-dunianya. Dan seberapa keras pun aku menguji diriku sendiri untuk tidak ikut campur, aku tak pernah berhasil dengan itu.

"Adam?" pada akhirnya aku menyerah dan menghubungi siapapun yang kupikirakan tau keberadaan Luke. 

"Katelyn? ada apa?" aku mendengar nada lelah dibalik suara dibalik telpon itu dan mendadak membuatku menyesal karena telah mengganggu waktu istirahatnya.

"maaf mengganggumu, Adam. aku benar benar tak tau harus menelpon siapa."

"tidak, tidak... aku belum tidur" aku tau ia berbohong "apa terjadi sesuatu hingga kau harus menghubungi selarut ini? ngomong ngomong pukul berapa sekarang?"

Aku melirik jam sesaat "setengah satu.." 

"apa kau sendirian dirumah?" 

"ya."

"oh..." terdengar desahan panjang seolah olah tau apa yang ingin aku tanyakan "Luke pasti belum pulang, ya kan?"

"apa kau tau dimana dia?"

"sayangnya tidak, Kate. Ia tak menghubungiku sama sekali hari ini."

"kau tau pub yang sering ia datangi?"

"Kate, ini sudah sangat larut dan hujan diluar sangat deras. aku akan berusaha menghubunginya, oke? tetaplah dirumah dan jangan bertindak bodoh"

"kenapa kau tak menjawab pertanyaanku?"

"dengar, Luke bukan orang yang bodoh, kate. aku yakin ia bisa menjaga dirinya sendiri dan tak akan bertindak gila."

"aku tau. aku hanya ingin tau dimana ia biasa menghabiskan waktu dengan teman temannya"

"Dames. hanya itu tempat yang kutahu"

STAY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang