BHARATAYUDA LIMA - TIMPALAN(BURISRAWA GUGUR)

1.2K 37 3
                                    

Pesanggrahan Bulupitu memanas!

Kematian Jayadrata membuat Prabu Duryudana murka. Ia mengumpulkan seluruh kesatria Kurawa yang tersisa.

Terjadi saling tuding sebagai penyebab kematian senopati-senopati Kurawa beberapa hari terakhir dalam perang Bharatayuda.

"Guru Durna, semua ini kesalahanmu!" Bentak Prabu Duryudana kepada Pendeta Durna, Panglima Perang Kurawa.

"Kenapa kau berbicara begitu, anak Prabu?" Tanya Pendeta Durna.

"Sejak kau kuangkat menjadi Panglima Perang menggantikan kakek Bisma, belum terlihat sepak terjangmu di Kuru Setra!" Jawab Prabu Duryudana.

"Kau hanya berdiri di barisan belakang pasukan Astina. Padahal kesaktianmu sungguh tak tertandingi. Aku tahu, dalam hatimu sebenarnya kau masih membela murid-muridmu dari Pandawa!" Lanjut Prabu Duryudana.

"Kematian putraku Lesmana Mandrakumara dan Jayadrata semakin meyakinkanku bahwa kau belum bisa memberikan sumbangsih apapun untuk pasukan Kurawa!" Tutupnya.

Pendeta Durna tersinggung!

Sebagai seorang Panglima Perang, ia sudah mengatur sedemikian jitu strategi Kurawa menghadapi Pandawa di Kuru Setra. Bahkan kematian Abimanyu yang dikrocok gaman sewu juga berkat idenya.

Namun malam itu ia telah dipermalukan oleh Prabu Duryudana dihadapan para punggawa Astina.

Tuduhan terhadap dirinya sebagai guru yang pilih kasih, membuat Pendeta Durna kecewa. Ia pun meninggalkan pesanggrahan Bulupitu malam itu juga.

"Aku mundur dari Kurawa. Aku tidak akan mencampuri lagi perang Bharatayuda ini!" Sang Mahaguru langsung bergegas keluar. Menghilang di kegelapan belantara Bulupitu.

*****

Malam semakin beranjak mendekati fajar.

Seluruh punggawa Kurawa yang tersisa masih berkumpul. Suasana masih memanas. Akhirnya Prabu Salya angkat bicara.

"Anakku Prabu Duryudana, redam dulu kemarahanmu." Ucap mertua Prabu Duryudana itu.

"Saling menyalahkan diantara kita justru akan membuat kekuatan Kurawa semakin melemah." Lanjut Prabu Salya.

"Bagiamanapun juga, Pendeta Durna adalah sosok tangguh yang masih kita butuhkan kekuatannya. Mungkin yang sebaiknya anak prabu lakukan adalah memerintahkan dia maju ke barisan terdepan!" Jelas sang mertua.

"Sekarang kakang Durna telah menghilang. Praktis posisi Panglima Perang kita kosong lagi." Patih Sengkuni yang sebelumnya membisu, ikut angkat bicara.

Prabu Duryudana terdiam.

Ia mulai menyadari kesalahannya dengan meluapkan kemarahan dan tuduhan kepada Pendeta Durna. Kini ia baru merasa kehilangan sosok pertapa sakti itu. Padahal kedigdayaan sang guru sebenarnya sebanding dengan kakeknya, Bisma.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang paman?" Tanya Prabu Duryudana.

"Susul kakang Durna!" Jawab Prabu Salya.

"Paman Sengkuni, segera susul guru Durna malam ini juga!" Perintah Prabu Duryudana.

"Baiklah gusti prabu. Tetapi alangkah lebih baik jika aku ditemani Aswatama. Biarlah putra kakang Durna ini yang akan membujuk ayahnya kembali ke Kuru Setra." Jawab Patih Sengkuni.

Berangkatlah Aswatama, anak Pendeta Durna bersama Patih Sengkuni. Mencari Sang Mahaguru yang sebelumnya telah mengundurkan diri dari pasukan Kurawa.

*****

Kepergian Pendeta Durna meninggalkan pesanggrahan Bulupitu, disusul Patih Sengkuni dan Aswatama yang mencari jejaknya, membuat kondisi Kurawa semakin lemah malam itu.

BHARATAYUDA JAYA BINANGUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang