BHARATAYUDA DELAPAN - BANJARAN SALYA 4

1K 31 0
                                    

Mandaraka, Flashback Menjelang Perang Bharatayuda

Terjadi persiapan besar-besaran di alun-alun Mandaraka. Prabu Salya telah memerintahkan para senopati dan ribuan prajuritnya untuk berangkat ke Kuru Setra.

"Pertumpahan darah sesama keturunan wangsa Bharata sudah tak terhindarkan lagi, adinda." Ucap Prabu Salya kepada permaisurinya, Ratu Setyowati.

"Apakah tidak ada jalan lain yang lebih bijak untuk menyelesaikan perselisihan ini, kakanda Prabu?" jawab Setyowati.

"Perang hanya akan membawa kepedihan di kedua belah pihak. Tak akan terhitung berapa wanita yang akan menjanda setelah pertumpahan darah ini. Berapa ratus anak yang akan kehilangan ayah mereka." Lanjut sang permaisuri.

"Benar apa yang engkau ucapkan, adinda. Tetapi segala diplomasi yang telah dilakukan keponakan kita, para Pandawa mentah. Kurawa tetap bersikukuh tidak mau menyerahkan Indraprasta. Perang saudara yang menjadi pilihan mereka!" Jelas Prabu Salya.

Hari itu, sebelum ada utusan Kurawa maupun Pandawa yang datang ke istana Mandaraka untuk mengajak berkoalisi, Prabu Salya memutuskan untuk berangkat lebih dahulu.

Raja Mandaraka beserta ribuan pasukannya memutuskan akan ikut andil dalam perang besar itu.

"Tidak mungkin aku akan membiarkan keponakan kita berjuang mati-matian melawan para durjana itu, adinda!" Lanjut Prabu Salya.

"Baiklah, kakanda prabu. Kalau ini sudah menjadi sabdamu, aku pasti mendukungnya. Doaku selalu menyertaimu, kekasih hatiku. Jaga dirimu baik-baik, untuk diriku!" Balas Setyowati.

Hari itu, bergeraklah ribuan pasukan Mandaraka menuju pesanggrahan Randuwatangan. Tempat Puntadewa beserta adik-adiknya berkemah.

Prabu Salya beserta ribuan pasukan Mandaraka berniat bergabung dengan kubu Pandawa.

*****

Pesanggrahan Bulupitu, Flashback Menjelang Perang Bharatayuda.

Kabar keberangkatan Prabu Salya beserta pasukannya terdengar oleh Prabu Duryudana. Delegasi yang di kirim untuk mengajak Prabu Salya berkoalisi melihatnya sebelum tiba di Mandaraka.

Utusan Kurawa pun berbalik arah dan segera melaporkan kepada raja Astina.

"Mereka sudah bergerak, gusti. Jumlahnya sangat besar. Lengkap dengan para senopati dan dipimpin langsung oleh Prabu Salya. Mertua gusti Prabu Duryudana."

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, paman Harya Suman?" Tanya Prabu Duryudana kepada penasehat Kurawa. Patih Sengkuni.

"Kita sambut mereka sebelum sampai di Randuwatangan!" jawab Patih Sengkuni.

"Maksud paman?" tanya Prabu Duryudana lagi.

"Jangan sampai mereka bergabung dengan Pandawa. Siapkan tenda-tenda peristirahatan beserta jamuan termewah untuk menghadang mereka. Ikuti saja rencanaku, ngger!" jelas Patih Sengkuni.

Dalam waktu yang tidak lama, berderet-deret tenda telah berdiri di sepanjang jalan yang akan dilalui Prabu Salya beserta pasukan Mandaraka. Berbagai hidangan juga telah disiapkan di dalamnya.

Sementara dari arah Mandaraka, derap kaki kuda dan langkah ribuan bala tentara yang di pimpin langsung Prabu Salya terdengar semakin mendekat.

"Berhenti!" seru para prajurit Astina yang ditugaskan mencegat arak-arakan pasukan Mandaraka.

"Hormatku untuk gusti Prabu Salya. Junjungan kami sudah menyiapkan tempat peristirahatan dan jamuan untuk paduka beserta rombongan." lanjut prajurit Astina sembari menunjukkan tenda-tenda yang telah mereka dirikan untuk menyambut Prabu Salya.

"Beristirahatlah, gusti prabu!"

"Terima kasih atas sambutan ini. Sampaikan salamku untuk junjunganmu." Jawab Prabu Salya yang tidak menyadari bahwa ini semua adalah bagian dari rencana Patih Sengkuni.

Malam itu, Prabu Salya beserta pasukannya menikmati berbagai jamuan di tenda peristirahatan. Segala hidangan istimewa diberikan kepada mereka.

Merasa diperlakukan sangat hormat, Prabu Salya pun berkata, "Aku bersabda, tidak akan melupakan sambutan istimewa ini. Seluruh Mandaraka kupertaruhkan untuk mendukung kalian di perang Bharatayuda nanti!"

"Terima kasih, gusti prabu. Aku pegang sabdamu sebagai raja Mandaraka malam ini!" sambil bertepuk tangan, tiba-tiba muncul Patih Sengkuni dan Prabu Duryudana memasuki tenda Prabu Salya.

Prabu Salya tersentak.

Dugaannya salah. Ia mengira segala jamuan yang diberikan kepadanya disiapkan oleh para Pandawa. Ternyata itu semua hanya akal-akalan Kurawa.

Tapi, Prabu Salya terlanjur berkata akan mendukung kubu yang menjamunya malam itu. Ucapan raja adalah sabda pandhita ratu. Pantang untuk ditarik kembali.

*****

Pesanggrahan Bulupitu, Setelah Kematian Karna Basusena.

Tewasnya panglima perang Kurawa Adipati Karna oleh Arjuna kian meruntuhkan semangat punggawa Astina yang tersisa.

"Paman Harya Suman, coba ukur kekuatan kita seperti apa sekarang?" Ucap Prabu Duryudana.

"Jangan kuatir, gusti prabu. Kurawa yang tersisa akan memenangi perang ini. Meski banyak kesatria yang telah gugur, tapi jumlah pasukan dan senopati Pandawa juga tak kalah menipis." Jawab Patih Sengkuni.

"Dengan sekali serang, Pandawa akan tumpas hingga akar-akarnya!" Adik Ratu Gandari itu mencoba membesarkan hati Prabu Duryudana.

Kenyataan yang sebenarnya adalah bertolak belakang dengan ucapan Harya Suman (nama kecil Sengkuni). Kini kekuatan Kurawa sudah sangat rapuh. Tak ada lagi kesatria digdaya yang tersisa.

"Ayahanda prabu, bagaimana menurut paduka?" Prabu Duryudana ganti bertanya kepada mertuanya. Prabu Salya.

Raja Mandaraka hanya terdiam. Ia tak menjawab sepatah kata pun. Dalam hati ia merasa bahwa kekalahan Kurawa tinggal menunggu waktu saja.

"Kenapa engkau bertanya kepada orang yang hanya setengah hati membelamu, gusti prabu?" sindir Patih Sengkuni.

"Jangan berkata begitu, paman Harya Suman. Ayanda Prabu Salya adalah mertuaku. Tidak mungkin tega membiarkanku menderita kekalahan!" Prabu Duryudana mencoba menyangkal ucapan Patih Sengkuni.

"Hahaha ... jangankan kepada menantu, terhadap mertuanya saja ia tega me ..... " belum sempat Sengkuni melanjutkan ucapannya, Prabu Salya bangkit dari tempat duduknya.

"Tutup mulutmu, kakang Sengkuni!" bentaknya sambil menunjuk muka penasehat Kurawa.

"Hahaha ... sabar ... jangan tersinggung gusti Prabu Salya. Aku hanya bercanda." tertawa terkekeh-kekeh Patih Sengkuni.

"Sudah, jangan beradu mulut dengan sesama punggawa Kurawa. Aku membutuhkan kalian semuanya!" Prabu Duryudana menengahi.

"Ayahanda prabu, menurutku tak ada lagi sosok yang pantas memimpin pasukan Kurawa selain paduka." Lanjut Prabu Duryudana, meminta Prabu Salya bersedia menjadi Panglima Perang menggantikan Adipati Karna.

"Hahaha ... tunjukkan nyalimu, jika engkau sungguh-sungguh akan menepati sabdamu saat malam jamuan itu, gusti Prabu Salya!" Patih Sengkuni kembali memprovokasi.

"Anak Prabu Duryudana, lihatlah esok hari. Kuru Setra akan kubuat banjir oleh darah Pandawa!" sesumbar Prabu Salya.

Jiwa kesatrianya terluka oleh ucapan Sengkuni dan Duryudana. Salya muda adalah pewaris ilmu kadigdayan padepokan Argobelah. Kini dengan pengukuhan dirinya sebagai Panglima Perang baru di pihak Kurawa, tidak ada pilihan lain kecuali berperang di barisan terdepan.

Tanpa pamit, Prabu Salya meninggalkan tenda tempat Prabu Duryudana dan Patih Sengkuni.

Ia pacu keretanya meninggalkan pesanggrahan Bulupitu. Membelah kesunyian Kuru Setra yang semakin mencekam oleh suara burung pemakan bangkai dan anjing liar yang sedang berpesta pora di sana.

Malam itu juga, PrabuSalya pulang ke Mandaraka seorang diri.


BHARATAYUDA JAYA BINANGUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang