6. Terungkap 2

3.9K 535 13
                                    

Jum'at, 09 Desember 2016, pukul 19.00.

Mereka masuk dengan dipandu oleh Rahma, di dalam ruang itu tercium bau bunga melati yang menyengat.

"Ini pintunya," ucap Rahma.

Ronald pun membuka pintu itu, namun tidak berhasil.

"Dikunci," ucap Ronald.

"Kita dobrak aja," usul Jay.

Ronald mengangguk dan mendobrak pintu.

Berhasil. Pintu itu terbuka, dan langsung memperlihatkan Anisa dengan kondisi yang menyedihkan.

"Anisa!" pekik Dita lalu berlari menghampiri Anisa, sedangkan yang lainnya menyusul.

"Sa, maaf gue baru tolongin lo." Dita sambil membuka ikatan kain yang membungkam mulut Anisa.

"Gak apa-apa, Ta, makasih ya udah tolongin gue," ucap Anisa setelah ikatan kain di mulutnya sudah terbuka, ia langsung memeluk Dita.

"Lo Anisa, 'kan? Siapa yang culik lo?" tanya Jay.

Anisa melepas pelukannya lalu melihat ke arah Jay dengan mengernyit.

"Oh, gue lupa, lo belum kenal gue, kenalin, nama gue Jay." Jay menyodorkan tangannya pada Anisa, bermaksud untuk mengajaknya berkenalan.

Anisa menjabatnya. "Anisa."

"Gue abangnya Ronald, dulu, pacar gue hilang di sekolah dan ditemukan dalam keadaan tak bernyawa, jadi gue ikut nyari lo karena penasaran, siapa yang nyulik lo dan pacar gue dulu." Rahma yang mendengarnya tersenyum bahagia, karena Jay masih menyebutnya pacar meskipun telah meninggal.

Anisa mengangguk. "Yang nyulik gue-"

"Siapa yang menyuruh kalian ke sekolah malam-malam?" tanya seseorang dari arah pintu secara tiba-tiba, memotong ucapan Anisa. Suaranya terdengar aneh, seperti dibuat-buat.

Mereka menoleh.

Di pintu, ada pria berpakaian hitam-hitam dan mengenakan topeng penjahat.

Anisa, dan Dita langsung bersembunyi di belakang tubuh Ronald, Aldo dan Jay.

Rahma yang melihat itu berteriak, namun hanya Ronald dan Anisa yang bisa mendengarnya, "Cepat nyalakan lilin!"

"Ta, nyalain lilinnya," suruh Ronald. Dita mengangguk, mengambil lilin dan korek di tasnya.

Pria berpakaian hitam-hitam itu bertepuk tangan sambil melangkah maju, mendekati mereka.

"Jangan mendekat!" peringat Aldo. Namun, orang itu tak menggubrisnya, ia tetap melangkah.

"Jadi, kalian yang kemarin menyalakan lilin di sekolah? Apakah peringatan untuk tidak menyalakan lilin di sekolah itu kurang jelas?" tanya pria itu.

"Kami tidak menyalakan lilin!" elak Ronald.

"Kalau bukan kalian, berarti teman-teman kalian! Yang pasti, ada yang menyalakan lilin!" bentak Pria itu.

"Siapa Anda? Kenapa Anda menculik Anisa?" tanya Jay dengan berani.

"Kalian semua tidak akan mengenal saya, kecuali kamu, Jay. Kalian salah, bukan saya yang menculik Anisa, tapi saya mau membunuh Anisa," jawab orang itu.

"Kenapa kecuali Bang Jay? Kenapa Anda ingin membunuh Anisa?" tanya Ronald penuh emosi.

"Karena Jay mengenal saya, saya ingin membunuh Anisa karena suatu hal, kalian tak perlu tahu," jawab pria itu.

"Jangan mengada-ada! Saya tidak mengenal Anda!"

"Anda pasti Pak Robin!" tuduh Aldo. Orang itu tertawa.

"Saya bukan Robin."

"Ron, lilinnya udah gue nyalain, terus apa?" tanya Dita.

"Gak tau," jawab Ronald, "Rahma, apa yang harus dilakuin lagi?"

"Lo cuman harus-"

Brak!

Ucapan Rahma terhenti karena tiba-tiba, pria tadi menendang Ronald hingga terkapar.

"Ronald!" pekik mereka bersamaan dan membantu Ronald untuk berdiri.

Namun, itu hanyalah untuk mengecoh mereka, saat mereka lengah, Pria itu berlari ke arah Dita dan menyandranya, kepala Dita dililit tangan kiri pria itu dan tangan kanannya memegang pisau, tepat di depan leher Dita.

"Dita!" teriak Anisa.

"Jangan mendekat, atau nyawa anak ini sebagai taruhannya."

"Matikan lilin itu sebelum dia datang!" suruh pria itu pada Dita, Dita pun meniup api di lilin itu hingga padam.

Anisa menangis, karena Dita dalam posisi seperti itu karena menyelamatkannya. Sedangkan Ronald yang melihat Anisa menangis memeluknya, mencoba menenangkan Anisa.

"Lepaskan Dita!" sentak Aldo. "Jangan sentuh-sentuh dia!"

"Kamu menyuruh saya?" tanya pria itu dengan nada mengejek. "Jangan nyalakan lilin, atau anak ini akan mati di tangan saya! Sekarang, saya mau main-main dulu dengan anak ini," ucap pria itu lalu menyeret Dita.

"Mau Anda bawa kemana Dita? Jangan melakukan hal yang-"

"Jangan banyak omong! Diam!" bentak orang itu lalu membawa Dita pergi. Aldo pun mengejarnya.

Jay berniat mengejarnya juga, namun pintu ruangan itu tiba-tiba tertutup, tepat setelah Aldo keluar, Jay mencoba membukanya namun terkunci.

Angin berembus dengan kencang. Padahal, di dalam ruangan itu tidak ada jendela ataupun semacamnya.

"Dia datang!" ucap Rahma.

"Maksud lo?" tanya Ronald.

"Lo tadi nyalain lilin, 'kan? Dia datang karena cahaya temaram lilin, dia yang tutup pintu itu, ada sesuatu yang mau diungkapkan."

"Terus, Dita gimana?" tanya Anisa.

"Dita, biar gue yang selametin sama Aldo," jawab Rahma lalu menghilang.

Sosok hantu berpakaian putih abu-abu muncul, dengan mata yang kelam dan menakutkan. Hantu itulah yang dimaksud oleh Rahma.

Anehnya, Jay bisa melihat hantu itu, ia ketakutan dibuatnya, karena baru pertama kali melihat hantu, ia merapatkan diri pada Ronald.

"Apa yang mau lo ungkapkan?" tanya Ronald.

Hantu itu diam.

Namun secara tiba-tiba Anisa berteriak dan tak sadarkan diri, Ronald yang berada di sampingnya dengan sigap menangkap tubuh Anisa sebelum ia jatuh ke lantai.

Tubuh Anisa kejang-kejang, ia kesurupan.

Hantu itulah yang merasuki tubuh Anisa.

Hantu itu merasuki tubuh Anisa untuk mengungkapkan suatu hal.

Suatu hal yang menjadi awal semuanya.

**********

Tbc~

See you next part.

#8 April 2017

Misteri Temaram (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang