9. Kepingan Penyelesaian 1

3.9K 527 28
                                    


Sabtu, 10 Desember 2016
Jam 17.00 WIB.

Kini, Rahma berada di depan Jay, walaupun Jay tak bisa melihatnya.

Mereka sedang berada di kamar Ronald, Jay menunggu adiknya itu pulang, duduk di pinggiran ranjang dan Rahma melayang di depannya.

Rahma sedang menatap Jay, menikmati pahatan Tuhan di wajah Jay yang indah nan memesona.

"Jay, andai lo bisa lihat gue," ucap Rahma sedih.

"Zae, lo apa kabar?" gumam Jay sambil menatap ke langit-langit kamar, membayangkan ada Rahma di sana.

Sedangkan Rahma yang mendengar gumaman Jay menutup mata dan mencoba mengelus pipi Jay, namun nihil, ia tak bisa manyentuhnya.

Rahma Zaenab, nama itu selalu melekat di hati Jay.

Meskipun mereka tidak akan mungkin bisa bersama lagi, namun perasaan itu tetap ada, ada dan terus ada.

Rahma Zaenab adalah cinta pertamanya, sosok wanita yang mengisi relung hatinya semenjak kelas 10 SMA.

Yang paling menyakitkan dari kisah cinta mereka adalah kematian. Kematian yang memisahkan dua insan manusia yang saling mencintai, kemudian menggoreskan rasa sakit yang teramat mendalam.

Jay mencintai Rahma, begitupun sebaliknya.

Suara pintu terbuka menyadarkan Jay, Jay pun menoleh.

"Kok baru pulang, Ron?" tanya Jay.

"Iya, nganterin Anisa pulang dulu." Ronald berjalan masuk ke kamar dan merebahkan diri di atas kasurnya.

"Tumben lo mau nganterin cewek? Lo suka sama Anisa?"

Ronald tersenyum.

"Nah! Udah feeling gue kalau lo itu suka sama Anisa!" heboh Jay.

"Emangnya kenapa? Heboh banget lo, Bang."

"Gak apa-apa sih, pantesan lo mau berhubungan dengan yang namanya setan setelah sekian lama, demi nyelametin Anisa."

"Setan siapa? Rahma?"

Jay menjitak kepala Ronald. "Rahma Zaenab itu bukan setan, dia pacar gue!"

Rahma yang sedari tadi mendengar percakapan antara kakak-adik tersebut tersipu malu, lantas ia pun menghilang.

"Bang," panggil Ronald.

"Hmm?"

"Cara nembak orang paling romantis gimana?" tanya Ronald.

"Di mana-mana yang namanya nembak orang itu nyakitin, bisa menyebabkan kematian, mana ada nembak orang romantis."

"Lo gak usah sok bego deh, Bang, lo sebenarnya paham kan, apa yang gue maksud?"

Jay terkekeh pelan. "Canda kali, Ron, gue gak tahu soalnya gue gak berpengalaman, tanya google aja sana."

"Cara lo nembak Rahma dulu, gimana, Bang?"

"Kasih surat cinta," jawab Jay.

Ronald tertawa.

"Ngapain lo ketawa?"

"Cara lo klasik amat, Bang."

"Ye! Dulu nembak orang pakek surat itu romantis, menurut gue sih tapi."

Ronald memandang langit-langit kamarnya sambil melamun, seandainya ia menembak Anisa lewat surat seperti yang kakaknya bilang.

Ia tersenyum geli membayangkannya.

***

Sabtu, 10 Desember 2016
Jam 21.00 WIB.

Anisa sedang tidur di kamarnya, wajahnya damai dan suara dengkuran halus terdengar.

Tiba-tiba tubuhnya menegang, keringat mulai bercucuran.

Sebuah mimpi menghampirinya, bukan, bukan sebuah mimpi, lebih tepatnya sebuah petunjuk.

Anisa mencengkram sprei kasurnya dengan kuat, kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri, tubuhnya gelisah tak bisa diam.

Rahma yang baru datang menghampiri Anisa pun mendekat ke arahnya.

"Sa," panggil Rahma sedikit berteriak karena khawatir.

"Aduh, gimana nih, Anisa kenapa?" pikir Rahma. Ia pun memfokuskan pandangannya pada sebuah gelas kaca di atas nakas.

Prank!

Gelas itu jatuh dan pecah di lantai.

Tak lama, Ibunya Anisa datang dan melihat anaknya dalam kondisi seperti itu.

"Anisa, Nak, kamu kenapa?" Ibu itu mengguncangkan tubuh Anisa, mencoba menyadarkannya.

"BI, BIBI, TOLONG KE SINI, BI, BAWAKAN SEGELAS AIR," teriaknya pada pembantunya.

Sambil menunggu pembantunya itu datang, ia mengguncang-guncangkan tubuh Anisa dengan harap-harap cemas.

"Ini, Nyonya, airnya." Pembantu itu memberikan segelas air.

Ibunya Anisa menerima gelas itu dan menuangkan sedikit ke telapak tangannya.

Ia memercikkan genangan air di tangannya ke arah wajah Anisa.

"Aaaaaa!" teriakan Anisa mengiringi tubuhnya yang langsung duduk dari posisinya tidur.

"Nak," panggil ibunya sambil memeluk Anisa erat. "Kamu kenapa? Kamu nggak apa-apa, kan?"

Anisa membalas pelukan ibunya.

"Bu, Anisa takut," ucap Anisa dengan suara parau.

Rahma yang melihat Anisa sadar merasa lega.

Mata Anisa mencari sosok Rahma, dan menemukannya sedang melayang di pojokan kamar.

Anisa menatap Rahma dengan tatapan aneh, seperti tatapan penuh luka.

Anisa meneteskan air mata saat menatap Rahma, ia langsung menghapus air mata itu, kemudian, Anisa menenggelamkan wajah di dekapan ibunya sambil mengeratkan pelukan tadi.

Setetes bulir bening kembali lolos dari matanya, disusul dengan bulir-bulir yang lain, kali ini ia tak menghapusnya.

Ia membiarkan air mata itu mengalir di pipinya, berharap perasaan sedih di hatinya ikut mengalir seperti air matanya.

Sedangkan Rahma yang di tatap seperti itu oleh Anisa mengernyit, ia bingung mengapa Anisa menatapnya seperti itu, apakah ia membuat kesalahan yang membuat Anisa terluka.

Rahma sendiri pun tak mengerti.

**********

Maaf kalau cerita ini nggak seram. Cerita ini memang tak begitu seram, karena cerita ini termasuk horror-romance. 😂

Tapi aku berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikan novel ini layak untuk dibaca. 😘

#20-April-2017

Misteri Temaram (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang