Bab // 16

7K 723 64
                                    

"Ayu berhenti," Satta berusaha mengejar Ayu yang terlihat berlari daripada berjalan.

"Ayu," Satta meraih pergelangan tangan Ayu membuat Ayu berbalik dan mereka berhadapan.

"Kamu kenapa menangis Yu?" tanya Satta.

Ayu menatap Satta penuh amarah. "Ndhak usah pura-pura peduli sama Ayu." ucap Ayu menepis tangan Satta.

"Maksud kamu apa. Aku ndhak ngerti." ucap Satta.

"Oh ya. Kamu ndhak ngerti hah." bentak Ayu. "Yang bikin Ayu ndhak bisa nari lagi itu siapa?" ucap Ayu dengan nada tinggi.

Satta terkejut dengan ucapan Ayu. "Kita tahu kalau itu kecelakaan Yu. Kenapa kamu masih saja menyalahkanku?"

"Itu bukan kecelakaan. Aku tahu itu." kata Ayu sebelum meninggalkan Satta yang maaih termagu di tempatnya.

Ayu sampai dirumahnya dan langsung masuk ke dalam kamar. Ia membenamkan kepalanya di atas bantal.

Seruni segera menyusul Ayu ke dalam kamar begitu melihat Ayu berlari sambil menangis.

"Cah ayu, kamu kenapa menangis?" tanya Seruni lembut pada Ayu. Tangannya mengelus lembut rambut putri kesayangannya.

Ayu bangun kemudian duduk di depan ibunya. "Ayu ingin bisa menari lagi bu. Ayu ingin." ucap Ayu.

Seruni menatap putrinya sendu namun tetap berusaha menampilkan senyumnya.

"Kaki Ayu sakit, sudah ndhak kuat kalau harus di paksakan menari." ucap Seruni berusaha mengingatkan Ayu.

"Tapi Ayu ndhak merasa sakit apa-apa lagi bu. Ayu yakin bisa kalau Ayu mencobanya lagi. Kalau Ayu berlatih lagi."

"Kakimu masih sering terasa ngilu?" Ayu terdiam. Iya, kakinya memang sudah tidak sakit lagi, tetapi rasa ngilu itu masih sering di rasakannya.

"Kamu mau membahayakan kesehatanmu sendiri ndhuk? Kamu ndhak sayang sama tubuh kamu?"

Ucapan ibunya membuat Ayu kembali menangis, ia memeluk ibunya erat. Dia hanya ingin menari lagi. Melihat teman-temannya bisa menari ia ikut terbawa pengaruhnya, lupa bahwa ia tidak boleh memaksakan tubuhnya. Semua gara-gara Satta. Semua karena pria itu. Ayu menggeram dalam hati.

***

"Latihan hari ini sudah semakin bagus." ucap Dierja.

"Iya mas, semoga pentas besok berjalan lebih bagus dari sebelumnya." ucap Warman.

"Cah bagus, alat-alatnya di rapikan yo." perintah Warman pada teman-temannya yang lain.

"Siap mas." jawab salah satu dari mereka.

"Satta mana ya?" Warman mencari Satta yang tidak terlihat.

"Bocah tengil itu selalu saja menghilang kalau Ayu sudah bali ke sini." gerutu Warman.

"Memangnya Satta masih suka sama Ayu?" tanya Dierja. Mereka sedang duduk santai di depan aula. Bercakap-cakap sebelum malam menjelang dan mereka kembali ke rumah masing-masing.

"Selalu mas. Satta sudah cinta mati sama Ayu. Kalau dia ndhak sibuk ngurusi sawah bapaknya, sudah dia kejar tuh si Ayu ke kota." ujar Warman terkekeh.

"Lha kalau ndhak di kejar ke kota, nanti Ayunya ketemu wong lanang ganteng gimana tho?" ucap Dierja.

"Ta pateni lanang yang berani deketin Ayu_ku." Satta tiba-tiba muncul dengan wajah kusut.

(Saya bunuh pria yang berani mendekati Ayu_ku)

Dierja dan Warman menoleh. Satta mengambil duduk di sebelah Dierja. Di tekuknya kakinua sebelah dan ia menumpukkan sikunya di sana sedang jemarinya mengusap rambutnya frustasi.

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Where stories live. Discover now