Bab // 26

6.6K 645 92
                                    

Suasana mencekam menyelimuti Kenar. Tetapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Jantung yang terus berdegup kencang sama sekali membuat Kenar semakin tercekik.

Dierja memeluknya erat dari belakang serta hembusan napasnya yang dingin di leher Kenar membuatnya mati rasa.

Entah bagaimana, Dierja membuat Kenar mengikuti seluruh gerakannya. Gerakan yang begitu luwes di saat tubuhnya justru terasa kaku.

"Merem. Meluo mlakuku." bisik Dierja.

(Pejamkan mata. Ikuti langkahku)

Kenar tidak mengikuti gerakan Dierja. Tubuh Kenar di gerakkan oleh Dierja. Ia hanya mengikuti, Dierja terus bergerak tidak membiarkan Kenar berhenti barang sebentar.

Gerakan Dierja, aura Dierja dan nyanyian yang mengiringi mereka seakan sempurna. Kenar melupakan ketakutannya, ketika ia mulai terbiasa dengan gerakan-gerakan itu. Ia mulai terbiasa dengan keintimannya bersama Dierja. Seolah mereka sepasang kekasih yang sedang kasmaran.

Tubuh Kenar begitu luwes, matanya terpejam. Ia tenggelam dalam sebuah ruang yang tidak asing. Rasa haru mengoyak hatinya setiap Dierja mempererat pelukannya, pun ketika tubuh mereka terpisah saat sebuah gerakan mengharuskan seperti itu.

Napas Kenar terengah, ia berhenti di tengah. Deru napasnya memberat. "Siapa.kamu?" Tanya Kenar tanpa menoleh.

Kenar bisa merasakan, di belakangnya Dierja menyeringai. Aula terasa begitu dingin sedang tubuh Kenar penuh dengan keringat. Kesadarannya akan sesuatu yang tidak beres kembali.

"Pepujanku..."

Suara berat dan dingin itu kembali terdengar, dan itu_bukan suara Dierja.

"Jangan_ganggu_aku. Pergilah. Ku mohon." Suara Kenar bergetar.

"Trisno Pati arep nuntut bukti ning salah sijining wengi karo loro Purnama. Saiki gerhana bulan abang lan gerhana bulan biru njedul neng dhuwur deso Kelawangin.

Nengdi kabeh nyowo lan awakmu keraket, nganti pati misahke.

Sedilit engkas sayang.... Sedilit engkas."

(Cinta mati akan menuntut pembuktian di satu malam dengan dua purnama. Saat gerhana bulan merah dan gerhana bulan biru muncul di desa kelawangin.

Dimana seluruh jiwa ragamu terikat, sampai maut memisahkan.

Sebentar lagi sayang......sebentar lagi)

Kata-kata itu menggema di aula. Suara dingin itu terdengar penuh ancaman. Kenar merinding, langkah berat di belakangnya terdengar seperti di seret, semakin dekat_dekat, hingga hening tak bersuara lagi.

Masih dengan napas terengah, Kenar membuka mata yang entah sejak kapan terpejam, perlahan ia menoleh ke belakang.

Tidak ada siapa-siapa. Pandangan Kenar mengedar ke seluruh ruangan.

Kenapa? Apa yang dikatakannya sama persia dengan yang di katakan mbah Rahmi padanya.

***

"Ma, kakak kapan pulang sih? Lama banget pikniknya." tanya Edo.

"Kakakmu lagi menghindari Raka. Biarkan saja dulu dia di sana." ucap Isma.

Edo mengambil remote televisi dan mengganti channel ke channel lain yang sedang menyiarkan sebuah pertandingan sepak bola.

"Ish, kebiasaan kamu, mama masih nonton." seru Isma.

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Where stories live. Discover now