Bab // 19

6.8K 669 61
                                    

"Dasar kurang kerjaan." gerutu Kenar. Ia melangkah ke dapur, menuang air dari teko besi berwarna kuning ke dalam gelas.

Segar.

Itu yang dirasakan Kenar ketika air putih itu melewati tenggorokannya. Setelah meletakkan gelas kembali ke atas meja, Kenar begidik ngeri.

"Iiiii," ucapnya keluar dari dapur. Ia ingat dengan kejadian beberapa malam lalu. Seorang nenek-nenek tengah membuat teh dan meminumnya ketika asap masih mengepul dan nenek itu tidak kepanasan sama sekali.

Seingat Kenar, dua kali sudah ia melihat dan bertemu dengan nenek itu padahal di rumahnya Ayu tidak ada nenek-nenek yang tinggal, lalu siapa dia?

Di tengah pemikiran yang membuat tubuhnya semakin merinding, Kenar justru berhenti, langkahnya tidak lagi menuju ke kamar Ayu. Kenar melangkah ke ruang depan. Sebuah nyanyian menggunakan bahasa jawa terdengar mengalun indah sekaligus menyeramkan.

***

Pepujanku
Kowe mbulan maya
Mancarke sewu cahaya jroning petenge wengi
Tetep terus sumunar jroning tresno suci iki
Aku tansah tresno kowe saklawase
Mong karo kowe
Mong kowe
Kabeh awak nyawaku keraket
Tekan Pati misahke

(Kekasih hati
Kau rembulan biru memancarkan seribu cahaya dalam kelamnya malam
Teruslah bersinar dalam cinta suci ini
Aku kan mencintaimu selamanya
Hanya padamu
Hanya kamu
Seluruh jiwa ragaku terikat
Sampai maut memisahkan)

***

Kenar merinding, tubuhnya meremang dalam ketakutan. Keringat dingin membasahi wajahnya yang pucat seperti mayat.

Dadanya bergemuruh cepat, Kenar merasa ada seseorang atau sesuatu memanggilnya untuk terus melangkah.

Entah keberanian atau kenekatan yang tengah di lakukannya, Kenar terus melangkah menuju kamar itu. Nyanyian itu seolah memanggilnya, nyanyian itu menghipnotisnya. Dengan tangan bergetar Kenar mengulurkan tangannya pelan pada gagang pintu, sangat pelan hingga saat tangannya menyentuh gagang pintu yang dingin itu.

Klek.

"Aaaaaaaaaaa," Kenar berteriak histeris ketika pintu itu terbuka dari dalam.

"Nak Kenar?"

Ucapan itu membuat Kenar membuka mata dan berhenti berteriak. Dengan napas yang memburu Kenar menatap nanar pada Prastomo yang kini tengah menatapnya bingung.

"Ada apa nak? Kamu seperti sudah melihat setan saja." tanya Prastomo.

"I...itu," Dengan suara terbata Kenar hendak menjawab tapi ia tetap tidak bisa mengatakan apapun. Wajah piasnya semakin membuat Prastomo khawatir.

"Kamu ndhak apa-apa ndhuk?" Kenar menggeleng-gelengkan kepalanya cepat.

"Di...dalam," tunjuk Kenar pada kamar itu. Prastomo ikut menoleh. "A...apa aku.boleh.masuk?" tanya Kenar. Mumpung Prastomo ada, kalau ia di izinkan masuk untuk memastikan semuanya ia tidak sendirian.

"Di dalam ndhak ada apa-apa." ucap Prastomo mengunci kamar itu kemudian memasukkan kuncinya ke dalam saku.

"Kalau ndhak ada lagi yang mau kamu lakuin kembali saja ke kamar, sudah malam." ucap Prastomo meninggalkan Kenar.

Kenar menoleh, menatap kepergian Prastomo dengan berbagai pertanyaan dalan hati. Perhatiannya kembali pada kamar itu. Kenar menyentuh pintunya, menempelkan telinganya seperti tengah menguping. Ia memejamkan mata dan memusatkan pendengarannya.

Hening.

Sunyi.

Dan......

"Aah," pekik Kenar. Di edarkannya pandangannya ke sekelilingnya, Kenar memegang pipinya, seseorang atau sesuatu sepertinya sudah menciumnya tapi pipinya terasa sangat dingin tidak hangat seperti ciuman biasanya.

Apa itu hayalanku saja?

Apa itu angin?

Apa itu...Kenar begidik ngeri kemudian berlari ke kamar Ayu.

***

Sesampainya di kamar Kenar langsung naik ke ranjang. Ia langsung memejamkan mata, menarik selimutnya tinggi hingga menutupi seluruh tubuhnya. Tubuhnya bergerak-gerak gelisah karena tidak tahu harus tidur seperti apa.

"Ke...nar, bisa diam gak sih." ucap Ayu yang sudah masuk ke alam mimpinya namun terganggu oleh aktivitas Kenar.

"Iya," ucap Kenar pasrah.

"Apa yang terjadi?" tanya Kenar pada dirinya sendiri.

Setelah membolak balikkan badan dan mendapat berapa kali protes dari Ayu, Kenar akhirnya memunggungi Ayu. Pikirannya berputar-putar pada kejadian-kejadian aneh yang di alami dari sebelum ia berkunjung ke desa kelawangin, dan yang semakin membuatnya heran, kejadian-kejadian aneh itu semakin sering ia alami setelah ia berada di sini.

Demi apapun, Kenar bersumpah bahwa ini kali pertamanya ia menginjakkan kaki di desa ini tapi kenapa bukan perasaan asing yang di rasakannya?

Kenar merasa ia sangat dekat dengan desa ini, seolah ada benang merah tak kasat mata yang menghubungkannya. Menghubungkannya dengan sesuatu yang membuatnya rindu tapi juga ketakutan.

Di dalam hati Kenar seperti sedang mencari, menunggu...tapi apa? siapa?

Tarian-tarian itu.

Nyanyian-nyanyian itu.

Bayangan hitam dan...mata merah itu seakan selalu mengikutinya, mata yang membuatnya merasa terancam, mata yang tidak segan-segan akan menusuknya jika ia salah langkah.

"Ahh," lirih Kenar. Pusing dengan banyaknya keanehan itu.

Ada apa di ruangan itu? siapa yang menyanyikan lagu itu? dari kasetkah atau cd?

Kenar meraih ponselnya dan mengirim pesan pada Dierja.

To : Dierja

Temani aku keliling kampung besok.

Setelah mengirim pesan itu Kenar berdoa kemudian memejamkan mata, meski butuh waktu lama baginya untuk benar-benar terlelap.

***

Oke...ini karena aku lupa ini mlm jumat dan belum ngetik jadilah updatenya sekarang, dan aku sama kyk Kenar ngantuks dan moga aku terlelap dalam mimpi indah tp esok ttp bangun pagi

Jangan lupa follow IG aku ya : Dewie Sofia

Muah.....

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Where stories live. Discover now