3 # Suami Sadis

51K 2K 23
                                    

-Anjani POV-

Aku menggeliat pelan dan mencoba membuka mata dan betapa terkejutnya aku ketika menyadari aku sudah berada dalam kamarku. Yang aku ingat aku tadi kan sedang menonton televisi sama mas Anjar, kenapa sekarang ada di kamar? Oh, mungkin mas Anjar yang menggendongku ke kamar semalam. Kulirik jam weker di samping kasurku.

Aku menoleh ke samping kiriku, aku sedikit kaget saat mengetahui Fathan yang tidur tenang menghadapku. Dalam kekagetan itu perlahan aku bersyukur dan bersorak gembira dalam hati. Tanpa sadar aku mengangkat tanganku ke arah wajahnya. Aku ingin mengusap wajah tampannya itu.

"Gue nggak suka dilihatin kalo lagi tidur!"

Gerakan tanganku tertahan menggantung di udara, aku bahkan belum sempat mendaratkannya di wajah tampan Fathan. Fathan menggeliat dan berbalik memunggungiku.

"GR banget. Siapa juga yang lihatin situ? Gue tuh mau bangunin lo doang." Kilahku.

Fathan tak bergerak sama sekali, dia masih hidup kan? Kulayangkan kembali tanganku dan sekarang telah bertengger di bahunya. Aku mulai menggoyang-goyangkan tubuh Fathan dan berhasil. Dia menelengkan kepalanya ke arahku dengan matanya yang memicing.

"Apa sih?"

Aku mencebik. "Bangun!"

Dia mendengus lalu bangkit dari tidurnya sambil mengacak-acak rambutnya.

Ganteng!!! Bahkan muka bangun tidur plus rambut acak-acakan begitu membuatnya tetap ganteng! Gemes!!!

"Berisik!"

Sekarang aku melongo dibuatnya. Emangnya salah kalau aku membangunkannya untuk subuhan? Apa jangan-jangan dia suka lewat subuhannya?

Aku ikut bangkit dari tidurku. "Bodo!"

Tak kupedulikan lagi si Fathan galak, aku lebih memilih untuk segera turun dari kasurku dan bergegas menuju kamar mandi.

***

Sekarang aku dan keluargaku tengah duduk di meja makan. Sedari tadi belum kusentuh makanan di depanku karena aku sibuk memperhatikan Fathan yang duduk di sebelah kananku. Aku suka memperhatikannya duduk tegap sambil mengunyah makanannya dengan tenang. Berkali-kali senyumku terkembang.

"Dek..."

Mataku beralih memandang Bundaku –yang barusan memanggilku. Ayahku ikut memandangku sambil menggantungkan sendok di udara.

"Ya?" tanyaku riang.

"Makanannya di makan dong, jangan ngelihatin Fathan terus! Itu Fathan nggak nyaman lho dilihatin kamu terus."

Malu! Kenapa Bunda harus ngomong kayak gitu sih?

"Yaelah dek, norak banget."

Mas Anjar!!! Kulemparkan pandangan tajam kepada Mas Anjar yang kebetulan duduk di sebelah Fathan. Secara nggak langsung aku bisa melihat Fathan yang –aku yakin–sedang menahan tawa.

"Biarin!" Sergahku masih menahan pandangan tajamku pada Mas Anjar.

"Norak!" Mas Anjar meleletkan lidahnya ke arahku.

"Ih... Mas Anjar nyebelin!" aku memutar pandanganku pada Bundaku. "Bunda, Mas Anjar nyebelin tuh..."

"Tukang ngadu..." Mas Anjar masih saja meledekku dan kali ini dengan cekikikannya yang berderai.

Seandainya aku duduk di sebelahnya mungkin sekarang tanganku akan memukulinya bertubi-tubi. Sayangnya ada Fathan yang– eh, sejak kapan tangannya nangkring di tanganku. Kulirik wajah Fathan yang tampan sedang menatapku penuh isyarat.

Izinkan Aku MenyayangimuWhere stories live. Discover now