16 #Sebuah Episode #Ironi

46.6K 1.9K 56
                                    

Mumpung masih suasana Idul Fitri. Taqabbalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan bathin ya teman-teman :)

 __________________________________

Kepulangan mereka dari Jogja hari ini dengan bertumpuk-tumpuk oleh-oleh, dianggap Anjani sebagai permulaan babak baru di rumah tangganya. Dengan kondisi Fathan yang -sepertinya- mulai menerimanya dan berimbas pada sikap hangatnya. Kejadian-kejadian sejak pendakian hingga hari ini baginya adalah permulaan yang baik, amat baik malah. Dia masih harus berusaha menjadi lebih baik agar Fathan tidak menjauhinya lagi. Dan kabar terbaiknya, Fathan bahkan tidak pernah mengungkit-ungkit perihal "jangan-jatuh-cinta". Dan mulai saat ini, dia akan menendang jauh-jauh misi gilanya untuk ilfeel pada Fathan -yang notabene memang tidak pernah berhasil.

Dan ya, hari ini tidak ada lagi Fathan yang terlampau cuek-dingin-sinis-suka marah, yang ada bersamanya sekarang adalah Fathan yang (agak) cuek- (agak) dingin- (sangat) suka adu argumen- (lumayan) perhatian- (agak) manja- (mulai sering) tersenyum atau tertawa. Inilah Fathan yang ada di hadapannya sekarang. Fathan yang tengah menatapnya sebelum tidur malam ini, sambil tersenyum manis.

Is he my real Fathan? :')

***

Dua hari kemudian...

"Fathan, gue mau pulang ke rumah." Kata Anjani tiba tiba. Fathan yg baru saja keluar dari ruang kerjanya sedikit terhenyak.

"Sekarang?" Tanya Fathan ragu.

"Iya." Jawab Anjani datar. Diraihnya tas ransel yg cukup menggembung dan dipasangnya ke punggungnya.

"Oke, gue anter. Gue ganti baju bentar." Fathan berjalan ke kamarnya. Anjani berjalan menuju sofa dan duduk menunggu Fathan. Tatapannya kosong, otaknya memutar percakapan Fathan dengan entah siapa, yang tak sengaja didengarnya tadi.

*flashback*

Anjani berjingkat pelan menuju ruang kerja Fathan. Dia sangat penasaran ingin melihat ekspresi wajah dingin konyol Fathan semakin kucel saat bekerja agar dia punya alasan untuk memperhatikan Fathan.

"Tapi, semuanya sudah saya lakukan. Saya juga sudah membuat perusahaan menang tender di proyeknya Sindu group."

Anjani menahan dirinya ketika mendengar nada suara Fathan yang terdengar sangat dingin. Tapi kenapa Fathan membawa-bawa Sindu group? Anjani semakin penasaran.

"Saya bahkan sudah menyetujui kontrak untuk menikahi putri dari Sindu group. Apa itu tidak cukup?"

Anjani terpaku.

Kontrak? Apa maksud Fathan? Apa mungkin Fathan nikahin aku karena kontrak itu? Batin Anjani menerka-nerka. Ekspresi wajahnya tak bisa ditebak. Sebersit rasa sakit singgah di hatinya.

"Cerai?" Fathan berhenti bicara. Anjani menahan nafas, berharap apa yang ada di otaknya tidak terjadi.

"Ya.. saya paham." Lanjut Fathan.

Anjani tercekat. Maksudnya apa?

"Kalau memang itu yang harus saya lakukan, secepatnya saya akan urus perceraian saya-"

Kaki Anjani melemas. Dia hampir ambruk saat itu juga. Matanya memanas, dia tidak sadar sejak kapan air matanya mulai menggenang dan jatuh tanpa persetujuannya.

Anjani tahu kalau Fathan tidak mencintainya, tapi mengingat kedekatannya dengan Fathan akhir-akhir ini membuat Anjani berpikir kalau Fathan sudah mulai belajar mencintainya. Ternyata dia salah. Salah besar!

Anjani segera beranjak dari tempatnya berdiri sekarang, secepat mungkin dia harus berkemas. Dia tidak ingin lagi berlama-lama tinggal serumah dengan orang yang hanya mempermainkannya.

Izinkan Aku MenyayangimuWhere stories live. Discover now