8 #Cemburu

39.2K 1.6K 11
                                    

Enjoy this part! :')

"Aneh! Gue nggak mungkin secepat ini suka sama orang!" Gumam Fathan sambil memutar-mutar kursi hingga dia yang duduk di kursi itu otomatis ikut berputar.

Pikirannya berputar pada kejadian tadi pagi sebelum dia berangkat ke kantor.

Sebangun tidur Fathan berjalan terseok-seok setengah merem menuju kamar mandi. Seketika dia memundurkan badannya karena kaget melihat bayangannya sendiri di cermin. Awalnya dia mengira kalau itu setan, untungnya dia segera sadar kalau itu dirinya sendiri. Sambil mencuci muka, dia sempat menyesal karena semalam bisa-bisanya dia ikut-ikutan main Uno. Tapi dia tidak bisa memungkiri kalau dia juga merasa senang. Apalagi setiap Anjani mengoleskan bedak ke wajahnya saat dia kalah berkali-kali. Dia merasa ada magnet yang menariknya agar memandang manik mata Anjani, lagi dan lagi.

Pikirannya memutar event lain.

Tadi pagi, Entah kenapa, Fathan ingin sekali mendekati istrinya yang tengah memasak. Ingin sekali dia memeluknya dari belakang. Harusnya posisi tubuhnya yang sudah sangat tepat ada di belakang Anjani membuatnya mudah untuk memeluk istrinya. Sayang, Anjani terburu menoleh padanya. Dia langsung berbalik badan, membuka lemari es, mengambil sebuah susu kotak dan segera kabur dari dapur. Naasnya lagi, Anjani keburu menahan langkahnya. Anjani menghadangnya membuatnya gugup sendiri.

Bodoh! rutuknya dalam hati.

Matanya secara sadar mengikuti arah tangan Anjani yang mengulur ke depan dadanya, mulai menyimpulkan dasinya yang tadi memang belum dia simpulkan. Dia mendongak, berusaha menghindari menatap wajah Anjani yang jaraknya sudah cukup dekat dengannya. Sumpah! Sekuat tenaga dia menahan napas, dia ingin menolak ini tapi tidak sanggup. Beberapa detik kemudian dia bisa bernafas lega karena Anjani menarik tangannya dan kembali memasak. Fathan blank, ada yang aneh dengan dirinya. Daripada dia menjadi semakin aneh, dia pun memutuskan untuk pergi ke kantor saat itu juga tanpa mendengar ocehan Anjani yang sedang menyiapkan makan untuknya. Gue harus pergi!

Sekarang, tatanan rambut Fathan kembali acak-acakan, lebih acak-acakan dari saat bangun tidur. Berulang kali dia meremas-remas rambutnya dengan gemas. Dia masih belum bisa menerima kenyataan kalau dia sekarang jadi sering tanpa sadar memikirkan Anjani. Yang membuatnya semakin kesal dan frustasi, dia sampai tidak bisa fokus presentasi sampai harus digantikan dengan anak buahnya.

Gila! Ini nggak bener! Gue nggak boleh suka Anjani! Arrggghhh!!! Teriaknya dalam hati seraya kembali meremas rambutnya kuat-kuat.

***

Anjani menghentikan langkahnya sesaat sebelum membuka pintu ruangan kerja Fathan. Dikeluarkannya kotak makan berisi makan siang untuk Fathan.

Anjani nekat akan masuk ke dalam ruangan Fathan mumpung sekretarisnya -yang mungkin masih dendam kesumat padanya- tidak ada di tempatnya, pergi mengantar dokumen mungkin. Dia merapikan blazer cokelat mudanya yang sedikit tertarik ke atas, sembari berharap aroma parfum channel di tubuhnya belum menguap terganti bau AC taksi. Sebelum membuka pintu, dipasangnya senyuman manis. Kini dia siap membuka pintu ruangan Fathan.

Pintu terbuka sedikit, Anjani memang sengaja membukanya sepelan mungkin karena dia juga takut mengganggu suaminya yang gila kerja. Dia menahan daun pintu dan mengintip, dia ingin memastikan kalau suaminya ada di dalam ruangan atau tidak. Dan ternyata suaminya memang sedang di dalam ruangan. Anjani tersenyum melihat sosok suaminya yang tadi pagi telah membuatnya berbunga-bunga karena mengizinkannya menyimpulkan dasi sekarang tengah duduk bersantai di sofa ruangannya.

Tanpa ragu, Anjani mendorong daun pintu sehingga celahnya semakin lebar. Tiba-tiba tangannya yang masih menahan daun pintu langsung melemah, pegangannya terlepas. Dia tidak mempercayai apa yang terjadi di depannya. Disya sedang duduk sambil memijit bahu Fathan. Fathan sendiri tengah tersenyum saat Disya mengacak rambut Fathan sebelum kembali memijitnya. Keduanya tampak mesra di mata Anjani. Kotak makan di tangannya terjatuh.Tanpa sadar air matanya perlahan meleleh.

Anjani langsung berlari hingga sekarang berada di lobi depan kantor. Hatinya teriris, sakit, kecewa, marah. Dia tahu kalau Fathan memang tidak mencintainya, suka pun tidak. Tapi dia tidak menyangka kalau ternyata dia tega berselingkuh di belakangnya. Anjani kembali ingat pada larangan Fathan untuk tidak jatuh cinta padanya, mungkin inilah alasannya. Fathan mencintai gadis lain dan itu Disya, sekretarisnya! Tapi kenapa dia menikahi Anjani?

Perasaannya bercampur aduk. Anjani benar-benar tak tahu harus berbuat apa, tapi melihat salah seorang pegawai yang lewat sedang menelpon, membuat Anjani buru-buru meraih handphone di tasnya, sambik menahan air matanya yang semakin deras dia mengetikkan pesan singkat yang kemudian dalam waktu 3 detik telah terkirim ke nomor Ema.

Mak, gue butuh lo, Mak! Gue tunggu lo di tempat biasa! Kalo lo nggak dateng gue ceburin diri aja ke air danau! Please, Hurry! :'((

Baru saja Anjani kembali mengusap air matanya dan bersiap melangkah keluar gedung seseorang memanggil namanya.

"Anjani?" Anjani menoleh ke belakang, Dia cukup kaget melihat siapa yang menyapanya. Lidahnya masih kelu.

"Bima?"

***

Di kampus

Ema yang baru saja selesai bimbingan membuka sebuah pesan singkat yang masuk di handponenya barusan. Matanya membelalak melihat tulisan-tulisan yang tertera di layar handphonenya. Dengan cepat dia memasukkan file skripsinya ke dalam tas ranselnya lalu berlari menyusuri koridor. Dia harus cepat! Dia sadar benar kalau Anjani tidak suka bercanda saat sedang kesal atau sedih. Bagaimana kalau dia benar-benar berniat bunuh diri? Dipercepat langkahnya menuju parkiran motor.

***

Izinkan Aku MenyayangimuWhere stories live. Discover now