9 #Cemburu #Dua

41.3K 1.8K 15
                                    

Fathan menemukan sebuah kotak makan berwarna cokelat muda tergeletak di depan pintu ruangannya yang terbuka. Ia hapal dengan kotak makan ini, karena kotak makan ini sama seperti kotak makan yang diberikan Anjani padanya kemarin siang. Tiba-tiba tubuhnya melemas, pikirannya mendadak blank. Dia yakin Anjani pasti salah paham karena ada Disya di dalam ruangannya. Disya yang ada di sampingnya menepuk bahunya pelan, membuatnya menoleh.

"Fathan, kamu nggak papa?" Tanya Disya dengan wajah penasaran. Fathan sendiri tak lagi fokus dengan apa yang ditanyakan Disya, pikirannya hanya satu, Anjani! Anjani yang salah paham!

Secepat kilat Fathan berlari meninggalkan Disya yang kebingungan dengan sikap Fathan. 

Anjani, please! Jangan salah paham! Pintanya dalam hati sambil terus melarikan dirinya menyusul Anjani. Feelingnya mengatakan kalau Anjani masih ada di kantornya, kalaupun sudah di luar kantor, dia akan menyusulnya. Dia tidak mau Anjani salah paham!

Sesampainya di lobi, dengan napas ngos-ngosan, matanya berhasil menangkap sosok wanita yang amat-sangat familiar di matanya. Dia menemukan Anjani tengah membelakanginya, jarak mereka yang cukup jauh membuatnya harus berjalan beberapa meter lagi untuk benar-benar mencapai Anjani.

Masih dengan napas yang sedikit tersengal, Fathan mulai melangkah lagi. Tak seberapa jauh dari tempatnya memulai melangkah lagi, dia menahan tubuhnya, tangan kirinya mengepal, rahangnya mengeras, kedua alisnya bertaut, hatinya tiba-tiba diliputi aura panas yang berlebihan. Matanya dengan jelas menangkap pemandangan memuakkan hari ini: seorang pria asing tengah menggandeng tangan istrinya kemudian berjalan mereka berjalan keluar gedung bersama. 

Hell!

***

Ema berlari kencang menghampiri sahabatnya yang tengah galau duduk di tepi danau. Seketika saja Anjani langsung menghambur memeluknya setelah Ema duduk di sisinya. Ditepuk-tepuknya punggung sahabatnya yang sesenggukan.

"He..e..e.. hik..hik..hik.. Mak, gue sebel sam.. sama.. Fat.. Fathaaan.. hee..e..hik..hik.."

"Kenapa lagi suami lo?" Tanya Ema.

Ema paham situasi sahabatnya, karena dia sering menceritakan keganasan suaminya lewat pesan singkat. Dia saja pernah hampir datang ke apartemen Anjani untuk melabrak Fathan -katanya- saat Fathan tega menyuruhnya tidur di ruang tamu. Untungnya, dia tidak jadi melabrak karena dilarang oleh Anjani.

Jujur saja, Ema seringkali geram mendengar cerita Anjani mengenai suaminya yang terlampau cuek, dingin, dan tidak tahu diri! Dia sempat menyarankan agar Anjani menggugat cerai suaminya. Tapi apa jawaban Anjani? Dia menggeleng, dia bilang kalau dia tidak mau menyerah begitu saja, dia ingin mencoba untuk membuat Fathan mau menerimanya.

"Tapi sampai kapan, Jan?" Tanya Ema pada sahabatnya.

"Sampai gue ngerasa nggak sanggup lagi, Mak. Nggak tau kenapa gue ngerasa harus pertahanin Fathan,"

Waktu itu, jawaban Anjani langsung menuai ceramah panjang lebar dari Ema. Mencoba menyadarkan Anjani akan kenyataan, bukan angan-angan! Tapi Anjani tetap saja keukeuh. Hingga saat ini, mungkin Anjani sudah akan menyerah. Kalau tidak, kenapa juga tadi dia mengancam akan menceburkan diri ke danau, kan?

"Lo diapain lagi sama Fathan?" Tanya Ema lagi dengan prihatin. Anjani menarik dirinya menjauh lalu membuang pandangannya ke danau di depannya. "Lo mau nyerah?" Lanjut Ema memancing, dan benar saja, Anjani kontan menoleh lagi ke arahnya. Dengan wajah berkerut-kerut juga hidung yang masih kembang kempis, dia menggeleng.

"Gue tadi ngelihat Fathan lagi selingkuh sama sekretarisnya, Mak. Gue sakit hati..." Katanya terbata kemudia kembali sesenggukan. "Gue... gue.. hik... hik... Gue nggak... tahu musti gimana, gue-" 

Izinkan Aku MenyayangimuWhere stories live. Discover now