15

472 98 6
                                    

Tidak ada forum lagi malam ini.

Tidak ada teori, hanya dia bersama segenggam vial di tangan yang sisa obatnya tinggal lima butir. Normalnya, Nina merasakan sakau sehari sekali atau dua kali, tapi jika itu berlangsung dua kali, maka sisa lima butir adalah sesuatu yang buruk.

Buruk sekali.

Terutama ketika ia melihat senyum tadi. Ia tidak berbicara apapun pada Dolores sepulangnya ia dari rumah Keluarga Horatius. Senyum mengerikan itu, adalah awal mula petaka yang tidak mau ia ingat sekarang, dan sekarang rasanya ia membenci otaknya.

Otaknya hanya bisa memproses itu sebagai "yah, Girl. Itu hanya sekadar trauma", masalahnya, Nina berharap lebih dari itu. Harusnya, informasi itu dihapus dari otaknya karena trauma berat, Gadis itu benar-benar ingin melupakan kejadian di mana ia berumur empat belas tahun. Harusnya, ia benar-benar gila saat itu, dua bulan setelah kejadian "itu", ia harusnya benar-benar mati saat menggores tangannya yang gemetaran.

Ia bahkan masih ingat dialognya. Waktu itu, Nina hanya ingin tangannya berhenti bergetar, gadis kecil itu hanya ingin bebas dari rasa dicengkeram. Lalu ia mengambil pisau buah dan mulai menyayat-itu kejadian di mana ia harusnya sudah berada lebih dekat pada maut.

Namun, tidak, Ibunya lagi-lagi berhasil menyelamatkannya seperti dua bulan yang lalu. Ibunya merobek baju dan membelit luka Nina, lalu membawanya ke rumah sakit dan diputuskan memasuki fase terapi mental penyembuhan trauma.

Lima bulan kemudian, ayah dan ibunya resmi bercerai, tepat saat ayahnya kalah gugatan dan dijerumuskan ke dalam penjara dengan dakwaan "Pelecehan dan Penganiayaan Wanita serta Anak" . Dua bulan sebelum kejadian ia menyayat tangannya, ibunya datang, lalu mengambil teflon dan memukul tempurung kepala ayahnya yang menindih tubuhnya.

Perlakuan ayahnya padanya membuatnya trauma, tremor pada tangannya adalah bekas cengkeraman ayahnya. Yang membuat ia tidak bisa lari adalah kaki pincangnya yang memang cacat saat kecelakaan dua tahun sebelumnya.

Bulir air mata telah meluncur lagi tanpa bisa ia cegah, ia bergelung di dalam selimut tebal dan penghangat ruangan yang belum ia nyalakan-menangis sesenggukan. Ibunya sudah berada di kafe sekarang, jadi ia bebas menangis dan menyesali hidupnya.

Menyesali, mengapa ia harus hidup dalam keadaan seperti ini. Kemudian, saat ia mendapatkan jawabannya dengan hanya satu kalimat saja, gadis itu menegakkan punggungnya dan menatap kosong pemandangan di luar jendela kamarnya.

Jika saja, hari itu ia benar-benar mati. Jika saja, dua bulan setelah kejadian itu, ia benar-benar mati. Ya, kuncinya adalah, ia harus mati.

Nina menyingkap selimut, menutup korden jendela dan mengambil jaketnya, jaket yang sama saat ia akan terjun dari jembatan di hari ia menemukan jasad Nyonya Eva. Gadis itu akan mengulanginya sekali lagi, di tempat yang sama. Kaki-kaki kurusnya yang sudah terbalut kaos kaki panjang mulai masuk ke dalam sepatu bot-sepatu bot yang sama yang harusnya ia arahkan ke selakangan putra dari Tuan Horatio.

Tangannya yang berkulit putih pucat mengambil kunci dan mulai membuka pintu-menapak keluar apartemen.

Malam ini, Nina akan menjemput kematiannya sekali lagi.

*

Hujan salju telah berhenti, menyisakan gundukan-gundukan yang setebal dua puluh sentimeter yang akan jadi pekerjaan petugas kebersihan esok harinya. Hujan salju di Dawson Pass datang dalam intensitas yang tak menentu, kadang ringan, kadang badai-walau kasus badai salju jarang terjadi.

Alam berkonspirasi dengan pemilik resor dan vila serta tempat seluncuran, begitulah cara agar kakek tua Dawson Pass terus tersenyum di antara banyak orang, tersenyum di antara sekumpulan orang gila yang penuh misteri, termasuk tersenyum pada Nina yang sekarang menjaga langkahnya agar tidak terpeleset.

I, Who Should've Been Dead Last Night [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang