Buku

323 23 4
                                    

Jev, siswa kelas 3 di SMA 1, ia berjalan menyusuri lorong sekolah. Saat melintas, beberapa pasang mata gadis belia mengerling. Seolah terbuai oleh sosok pemuda bertubuh tegap, tinggi sedang, ber kulit sawo matang, rambut ikal model belah tengah yang menambah elok parasnya. Tak hanya keunggulan bawaan, penampilan luarnya pun sedap dipandang. Kemeja yang agak ketat, ujung lengan dilinting, serta mengenakan hand band merk Ripcurl, membuatnya semakin memesona. Pada masa itu, sekitar tahun 1990-an, gaya tersebut memang merupakan ciri khas anak gaul, dan Jev adalah salah satunya.

Selain penampilan fisik, serta trend yang diikuti, Jev juga merupakan siswa yang pintar. Ia bahkan memegang jabatan ketua OSIS di sekolah. Dapat dikatakan, ia bagai sesosok pemuda yang sempurna.

Namun, kesempurnaan itu mungkin hanya menurut orang lain. Ia sendiri merasa payah sebagai lelaki, karena telah hampir tiga tahun lamanya belum juga berani mengungkapkan rasa kepada gadis yang selama ini dipuja.

"Jeeev ... tunggu." Seorang siswi bertubuh mungil memanggil.

Jev menoleh, seketika jantung berdegup kencang. Debaran tak menentu terasa di dada. Namun, ia berusaha menyembunyikannya seperti biasa.

"Ya, Mo."

"Eh, Pak Isa minta laporan kegiatan Pansy kemarin. Gueee ... lagi ga bisa," keluh Momo, yang merupakan wakil ketua OSIS.

"Gue kira udah lu kerjain," ucap Jev.

"Belum, Jev. Maaf." Menampilkan rasa bersalah.

Ini bukan pertama kali, tetapi untuk ke sekian kalinya Momo lalai. Tak mengerjakan tugas yang merupakan tanggung jawabnya.

"Ya, udah. Gue kerjain."

"Makasih, Jev." Tersenyum ceria.

Seperti biasa, akhirnya Jev mengambil alih.

"Ya, udah. Gue balik duluan, ya." Momo berpamitan.

***

Jev tak berkedip, saat menatap sang gadis pujaan melangkah menjauh darinya. Jatungnya pun tak berhenti berdegup, hingga Momo benar-benar hilang dari pandangan.

"Hei ... bengong aja!" seru seorang siswa.

Jev terkejut. "Eh, ngagetin aja, Lu!"

"Tiga taun cuma diliatin doang. Ah, cemen, lu Jev!" ledek temannya.

"Psstt ... diem! Kedengeran orang-orang!"

"Lagian, tinggal tembak aja apa susahnya, sih! Pasti juga diterima. Siapa coba, yang ga mau pacaran ama elu. Noh ... cewek lainnya juga pada ngantri."

"Takut ditolak gue, Gung" keluh Jev.

"Yaelah ... takut ditolak. Cuma cewek bego kali yang nolak elu. Atau cewek males, mau hidup tenang, ga perlu berurusan sama fans lu yang seabreg, tuh!"

"Gue keseringan nolak, jadi takut bener rasanya ditolak. Musnah seketika kegantengan gue entar, kalo ada cewek yang nolak."

"Ga bakalan ditolak, yakin deh gue. Lagian, si Momo juga ga cakep-cakep amat, ga pinter, ga modis. Biasa banget malah. Jadi wakil ketua OSIS juga karena elu yang ngajuin, kan?"

"Iya, sih."

"Makanya, udah tembak aja!"

"Bantuin gue, dong. Gue bingung gimana caranya."

"Gue kasih saran, deh. Lu beli buku kumpulan puisi karya Rayi Elfatih Prast, 'Ruang Cinta' disitu banyak puisi-puisi romantis, bisa lu pake. Tulis di surat cinta aja kalo ga berani ngomong langsung."

"Gitu, ya."

"Iya, gitu aja. Entar gue yang nyampein deh suratnya."

"Beli bukunya dimana?" tanya Jev.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now