Pak Teguh

210 27 0
                                    

Pak Teguh

Terdengar riuh suara siswa siswi SMU Mentari tertawa penuh kepuasan, setelah berhasil mengerjai guru matematika mereka, Pak Teguh.

“Hahaha … Bapak belom mandi, kan? Kami mandiin Bapak, nih.”

“Hahaha … rasain.”

Siraman air dari ember yang tergantung di atas pintu membuat basah kuyup sekujur tubuh Pak Teguh. Sambil mengusap dahinya, pria berusia tiga puluh tahun itu melangkah ke meja guru.

“Sudah cukup? Kita mulai pelajaran.”

Seolah tak menghiraukan perilaku siswa siswinya, Pak Teguh membuka pelajaran hari itu.

“Pak, bersih-bersih dulu sana! Ga usah belajarlah!” protes salah seorang siswa.

“Sebentar lagi kalian ujian, kita harus kejar materi.”

“Kita yang mau ujian kok Bapak yang ribet, sih! Udahlah ga usah belajar!” tambah siswa lainnya.

Meski disambut dengan sikap bermalas-malasan, Pak Teguh tetap menyampaikan materi pelajaran. Tidak sedikit siswa siswi yang malah asik mengobrol, tidak memperhatikan. Hanya ada beberapa siswa yang benar-benar menyimak.

Pemandangan seperti ini bukan hal yang aneh. Selama mengabdi sebagai guru, Pak Teguh memang sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari siswa siswinya. Sekolah ini memang terkenal dengan siswa siswinya yang nakal.

***

Seperti biasa, selesai mengajar Pak Teguh selalu terburu-buru pulang. Ia mengkhawatirkan ibunya yang telah renta sendiri di rumah.

“Teguh pulang, Bu.”

Ibunda Pak Teguh berusaha bangun dari ranjang dengan susah payah karena tubuhnya telah ringkih.

“Udah pulang, Nak? Gimana di sekolah? Murid-muridmu baik?”

“Baik, Bu. Anak-anak makin pintar menangkap materi pelajaran,” jawab Pak Teguh dengan senyumnya yang ramah.

Ia membohongi sang ibu untuk sekadar menenangkannya. Menunjukkan bahwa pekerjaan yang dijalani begitu menyenangkan, meski pada kenyataannya berbanding terbalik.

“Syukurlah … mengajar yang tulus, ya. Seperti Bapakmu.”

“Iya, Bu.”

Almarhum Ayah Pak Teguh juga adalah seorang guru di SMA Mentari. Sesungguhnya Pak Teguh tidak berkeinginan menjadi seorang guru. Ia mengambil profesi ini hanya karena permintaan sang ibu, yang begitu ingin putra satu-satunya mengikuti jejak ayahnya.

***

Selain mengajar, di sela-sela waktu senggangnya, Pak Teguh memberikan les matematika untuk anak usia SD hingga SMA. Hari itu, ia diminta oleh orang tua siswa untuk mengajar les.

Tiba di depan rumah yang dituju, ia dikejutkan oleh keriuhan dari dalam.

“Apaan sih, Mah! Faiz ga mau les! Sekolah aja udah males, ngapain ditambah les segala!” bentak seorang pemuda tanggung ke wanita di hadapannya.

Pak Teguh melongok ke dalam, hanya menyaksikan.

“Nilai kamu itu merah semua! Nanti kalo ga naik kelas lagi gimana?” balas wanita paruh baya itu dengan nada suara yang tidak kalah tinggi.

“Ya biarin aja!”

“Mamah nyekolahin kamu biar pinter! Bukan biar jadi pemalas gini! Maiiin aja di pikiranmu itu. Ngelawan terus sama orang tua.

“Ah, mamah cerewet banget! Mamah mati aja deh nyusul Papah sana!”

“Faiz!”

Bruk!

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now