APP - 14

47.9K 4.8K 1.6K
                                    

Kim Taeri

Taehyung menghela napas menatapku yang masih duduk saja terdiam di sofa ruangan kantornya sambil memutar-mutar jari di atas meja seolah sedang melukis sesuatu dengan angin sebagai tinta dan kehampaan menjadi sempurna. Satu tanganku menopang wajah sambil memeluk lutut sendiri dengan kaki yang di angkat. Taehyung tidak pernah protes atas apapun yang aku lakukan karena hanya di depan dia dan Jimin aku bisa berlaku seenaknya tanpa memilah topeng mana yang aku kenakan. Aku tahu apa yang terjadi padaku saat ini jelas menyakiti Taehyung. Aku ingin berhenti tetapi dalam hatiku seperti ada ribuan jarum yang jika bergerak sedikit saja akan menusuk hingga mengeluarkan air mata karena sakitnya yang minta ampun. Maka aku lebih memilih melamun mendadak tolol membiarkan diriku seperti anak sekolahan yang baru saja patah hati.

Lucu, seingatku, aku berharap Jimin yang mendadak jadi tolol sampai marah ketika dia menyeratku ke rencana gila tentang pernikahan, sekarang sepertinya aku malah yang mengalami. Termakan omongan sendiri.

"Mau menginap di apartemenku saja?" tanya Taehyung pada akhirnya membuka suara setelah membiarkan aku diam saja. Memberikan waktu untukku menenangkan diri. Membebaskan aku melakukan apapun yang memang satu-satunya kulakukan adalah berdiam diri.

Aku menoleh menatap Taehyung yang terlihat khawatir. Pandanganku masih gamang, tidak benar-benar seperti menatapnya. Isi kepalaku seperti melalang buana di mana Park Jimin adalah nama yang tidak akan aku perbolehkan mampir. Rasa asing pada diriku sendiri adalah hal yang paling menyedihkan. Aku merasa bukan seperti diriku sendiri terlebih ketika Jimin mulai menciumi tubuhku dengan sengaja di depan Taehyung namun berakhir meninggalkanku demi wanita lainnya. Rasanya memalukan seperti harga diriku diinjak-injak. Aku benci hal itu.

Aku benci jatuh cinta.

Harusnya begitu.

Tetapi pria yang tengah menatapku adalah yang dengan sigap memberikan jasnya dan lalu memelukku erat kemudian memelukku dan mengucapkan kalimat tulus yang membuatku sadar : aku tak ada bedanya dengan Jimin. Mungkin bahkan jauh lebih buruk.

Aku baru saja jatuh cinta dan juga patah hati dalam waktu singkat, tetapi Taehyung sudah menunggu jauh dari itu dan tetap menempatkan diri menjadi sahabatku.

"Taeri...?" panggilnya lagi dengan amat lembut seolah takut aku akan hancur lebur hanya karena sebuah gema dari ruangan kantor yang kelewat sepi ini.

"Kau—ingin meniduriku?" tanyaku begitu saja pada Taehyung.

Taehyung tak langsung menjawab dan wajahnya berubah merah seraya reaksinya seperti tersedak. Seakan pertanyaanku adalah bola api yang membakar dirinya atau malah membuat gairahnya membara. "A-apa yang kau katakan?" tanyanya terbata-bata.

"Kau—selalu membayangkan tidur denganku kan? Kau mengajakku ke apartemenmu, mau tidur bersama?" tanyaku lagi lebih rinci walaupun tahu apa yang keluar dari bibirnya bukanlah benar-benar pertanyaan yang membutuhkan jawaban—retorik.

"Kim Taeri, kenapa kau bisa berpikir seperti itu sih? Aku ini—"

"Benarkan? Kau sendiri sering bilang terang-terangan bagaimana kau tergila-gila dan suka padaku walaupun kadang seperti candaan tetapi—kau ingin tidur denganku kan?" potongku lagi dengan nada suara datar tetapi jelas menekannya.

Taehyung menelan ludah menatapku. Dia tak bisa bohong padaku, aku tahu itu. Pun selama ini sudah jelas, hanya saja aku tak pernah mendeklarkan pertanyaan segamblang ini. Lucu bagaimana dia dan Jimin berani mengoceh tentang hal-hal yang membuat mereka terlihat gagah namun ketika ditanya seperti ini malah terdiam.

"Ya... Ingin. Kau itu... Ah sial, kau tahu kan aku ini selalu menyukaimu? Terangsang juga pasti karenamu," jawab Taehyung kesal sendiri dengan dirinya.

A Perfect Plan ✓Where stories live. Discover now