APP - 33

48.2K 4.5K 2K
                                    

Halo, pertama aku mau bilang kalau ada salah satu preview yang gak ada di part ini yaitu tentang kehamilan, akan muncul di part 34 nanti kalau kalian votenya 2,5 dan komennya 1,5k. Aku bakal langsung update. Ya ampun sedih nulisnya. :') Dan ya, aku kembali Aveyours! Fyi cerita ini berniat diterbitkan dan masih dalam tahap pembicaraan. Untuk kalian yang menantikan, ditunggu ya. Aku maunya yang dibuku lebih manis, lebih menegangkan dan lebih menyedihkan, Ending berbeda tentunya. Tambahan ending juga gitu. Semoga terlaksana. Aku bilang ini agar supaya kalian bersiap.

Coba bacanya sambil dengerin lagu ini ya buat part 33-34

Falling- Trevor Daniel

Someone You Loved - Lewis Capaldi

+++

Mungkin salah-satu posisi favorite Park Jimin ketika duduk di kasur, bersender dan kedua tangannya menumpu sambil matanya dapat melihat ke arah cermin di mana sang istri terlihat begitu jelas. Kim Taeri berdiri di depan cermin sambil sedikit membungkukan badan. Satu tangannya menumpu ke meja semantara satunya lagi sedang mengoleskan lipstick berwarna merah darah—pekat. Ada banyak yang Jimin suka, seperti cocktail dress ketat yang membungkus semporna tubuh Taeri, lekuknya terlihat sekali, kemolekan dan keindahan terutama pada bokong sekal yang terlihat menungging karena sedikit membungkuk. Senyum nakal tersungging di bibir Jimin teringat malam mereka ketika bercinta—sebuah keberuntungan yang tercipta dari perjanjian.

Beralih pada wajah cantik yang terpantul di cermin; mata indah, bibir kecil yang tebar. Polesan lipstick yang menggoda membuat Jimin menyentuh bibirnya sendiri. Menekuk satu kaki dan merenggangkannya agar tidak merasa nyeri jikalau sesuatu bereaksi di dalam celananya. Atau mungkin bisa bersiap jika Taeri ingin mampir sebentar di antara dua kakinya—pangkuannya,

"Berhenti menatapku seperti itu, Park," pinta Taeri sebab sedari tadi dia sudah sadar. Tepat setelah selesai memoleskan bibirnya yang semakin terlihat seksi, Taeri segera meletakan lipsticknya kembali dan menegur Jimin tanpa menoleh—melirik dari kaca.

"Kau indah sekali, seperti karya seni," puji Jimin terang-terangan.

Taeri memutar tubuhnya menghadap Park Jimin dan membiarkan tangannya menumpu di meja. "Ini bukan pameran, jadi singkirkan tatapan dan pikiran kotor itu," tembak Taeri langsung.

Jimin tertawa ringan dan segera bangkit dari kasur mendekat pada Taeri. Berdiri tepat di depan wanita itu. Terdiam menatap wajah itu—sosok itu—dari atas sampai bawah yang tanpa sadar membuatnya menahan napas. "Mungkin memang benar ada beberapa hal yang lebih indah ketika tidak terjangkau. Lebih baik dikagumi dari jauh seperti yang aku lakukan dulu dan—saat ini. Ketika merasa kau berada di dekatku dan mudah terjangkau, aku menjadi begitu bodoh menyia-nyiakan." Jemari Jimin membelai rambut Taeri, menyisipkannya ke belakang telinga.

Giliran Taeri yang terdiam menahan napas. Jimin masih sama, memiliki sesuatu yang dapat menarik siapa saja dengan pesonanya. Menggoda dengan cara yang begitu samar tetapi efeknya membuat kedua lutut lemas. Taeri mungkin bisa saja membuka mulut dan mengatakan apa yang ada di dalam kepalanya tetapi lebih memilih diam agar semuanya berakhir dan tidak ada hal lagi yang bisa menyakiti satu sama lain sebab dia mengerti apa yang Jimin katakan. Kim Taeri merasakan juga bagaimana Jimin selalu terlihat mengagumkan dari jauh, tetapi ketika mereka saling berhadapan, perlahan perasaan itu menghilang dan seperti ingin menertawakan satu-sama lain.

"Ayo kita berangkat ke rumah orang tuamu, mereka pasti sudah menunggu." Taeri tersenyum berusaha menghancurkan suasana aneh yang sedang menyelimuti mereka berdua. Taeri tidak akan membiarkan perasaan kembali mengombang-ambing apa yang telah dia putuskan sebab bertindak ketika sedang tersulut dan didominasi dengan perasaan akan membuat akhir yang selalu menyedihkan.

A Perfect Plan ✓Where stories live. Discover now