APP - 18

52.2K 4.7K 1.5K
                                    

Kim Taeri

Rasanya—menyakitkan. Teramat.

Aku menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata entah berusaha menenangkan diri atau mungkin menahan tangis. Rasa sakitnya kali ini berbeda, begitu dalam. Perih mengiris sampai kikisan terakhir dan kemudian hilang—mengosong. Ini bukan lagi sekadar patah hati dalam jatuh cinta tetapi tentang bagaimana aku menyakiti Jimin. Aku tidak mungkin lupa apa yang pernah aku katakan pada dirinya. Sempat bertanya-tanya mengapa Jimin dapat kembali menyunggingkan senyuman padaku kala itu, sekarang aku mendapatkan jawabannya, dia tidak benar-benar tersenyum sama seperti aku padanya. Saat itu kami sama-sama menyimpan kekecewaan dan kebencian yang ternyata terlalu membekas di hati Jimin.

Iya, Ini bukan tentang bagaimana aku patah hati, tetapi bagaimana aku menyakiti orang yang aku sayangi.

Pun aku menoleh sekilas pada kaca gelap yang sedikitnya memantulkan diriku walaupun samar. Aku menertawakan diriku sendiri. Orang jahat yang tidak tahu diri. Bagaimana bisa aku berani menyukai Jimin ketika aku telah berbuat jahat padanya?

Mulai hari ini mari singkirkan semua perasaan yang ada. Bukan hanya sekadar menutupi atau membiarkan sedikitnya tersisa. Hapuskan semuanya.

Aku dan Park Jimin memanglah sama—kami memang tidak pantas mencintai satu-sama lain.

Aku harus segera pergi dari kantor sebelum matahari terbenam sebab aku tidak mau ikut ke dalam acara makan malam nanti. Ini bukan hanya perihal Jimin, tetapi aku butuh ketenangan. Sangat butuh. Bertemu dengan orang-orang dan berpura-pura tertawa bukan yang aku inginkan saat ini. Melelahkan. Aku bisa bersandiwara nanti saja di depan kamera. Maka aku bangkit dari sofa dan segera melangkahkan kaki keluar gedung sambil menghubungi supir keluarga kami. Mari kita ralat, keluarga Jimin.

Ku percepat langkah meninggalkan gedung—setidaknya pergi sejauh mungkin dari sana. Kakiku rasanya gemetar tetapi aku tetap harus memacu langkah dengan terburu-buru seperti dikejar maut. Satu-satunya maut di sini adalah masa lalu yang membuat aku masih hidup tetapi rasanya seperti kehilangan diriku sendiri.

Persis seperti serial tv yang aku tonton sambil memakan camilan di ruang tengah pada adegan pemeran utama yang kacau kemudian segalanya terputar di kepala yang biasanya adalah kenangan—aku jelas sedang mengalami itu. Langkahku jadi gontai sempat beberapa kali hampir terjatuh seperti orang yang terlalu banyak minum tetapi bersikeras bahwa dirinya tidak mabuk. Air mata—sama sekali tidak turun. Aku benar-benar merasa sakit karena menyadari kebodohanku—kecewa pada diri sendiri—hingga air mata bahkan enggan keluar. Dia hanya ingin hadir untuk orang-orang yang terluka atau terlalu baik sampai mendapatkan bahagia—aku tidak keduanya. Aku adalah tokoh jahat yang kalau dalam drama mungkin akan berakhir ditabrak mobil ketika jalan seperti saat ini.

Lucu karena aku malahan jadi teringat kembali masa lalu di mana kami selalu bertiga. Aku memang payah dalam berjalan—aku tidak menyukainya—kerap tergelincir sampai Taehyung dan Jimin hampir berbusa untuk memintaku berjalan berhati-hati atau setidaknya dengan benar. Tap menyenangkan karena aku tahu ketika aku akan terjatuh, salah satu dari mereka akan sigap berlari kecil dan menangkapku dengan wajah panik. Kemudian aku akan tertawa meminta maaf atau memang sedang jahil ingin menggoda.

Kalau sekarang aku terjatuh—hanya akan berakhir menyedihkan dan membuat berita besar tentang aktris yang bertingkah aneh. Kemudian akan ada asumsi seperti aku mabuk sampai mengganggu orang-orang atau selebihnya. Media bisa sangat bersahabat membuat karirku melambung namun juga bisa sangat bajingan menjatuhkan hingga rasanya ingin mati.

Mati—ah, aku lupa kapan aku pernah menginginkan itu. Rasanya sudah lama sekali. Sangat lama. Waktu di mana aku tak mau mengingatnya. Beruntung sejak aku bertemu dengan Taehyung dan Jimin, semua berubah sampai sekarang. Aku harus hidup dan selalu bahagia. Selalu. Kim Taeri, kau harus baha—

A Perfect Plan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang